Melihat Benteng Ambarketawang yang Tersembunyi di Tengah Perumahan

Melihat Benteng Ambarketawang yang Tersembunyi di Tengah Perumahan

Cagar budaya yang dimaksud berbentuk seperti tembok tebal setinggi pinggang orang dewasa. Panjangnya kini hanya sekitar 20 meter dengan lebar sekitar 2 meter.

(detikFinance) 22/12/24 08:05 10945

Sleman -

Cikal bakal berdirinya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat tidak hanya Pesanggrahan Ambarketawang. Berada di sisi timurnya, terdapat pula cagar budaya Ambarketawang, tepatnya di dalam Perumahan Metro Harmoni Ambarketawang, Gamping, Sleman.

Cagar budaya yang dimaksud berbentuk seperti tembok tebal setinggi pinggang orang dewasa. Panjangnya kini hanya sekitar 20 meter dengan lebar sekitar 2 meter.

detikJogja mendatangi lokasi benteng yang masih utuh. Lokasinya berada di tengah perumahan Metro Harmoni Ambarketawang. Untuk mengakses bisa melalui Ring Road Barat Gamping atau Jalan Wates.

Kondisinya saat ini tidak terawat. Terlihat dari banyaknya semak belukar dan tanaman besar di sisi kanan dan kiri benteng. Sementara pada sisi baratnya sudah berdiri taman bermain komplek perumahan.

Mulyono (49), tokoh masyarakat Ambarketawang menyebut cagar budaya Ambarketawang dalam wujud tembok benteng itu adalah yang tersisa dari formasi utuh.

"Dari zaman kakek saya dulu yang tersisa ya tinggal itu saja. Tembok benteng sepanjang 20 meter, tingginya sepinggang orang dewasa dan lebarnya sekitar 2 meter," jelasnya saat ditemui di kediamannya, Jumat sore (20/12/2024).

"Mau bersihkan takut, takutnya dianggap merusak karena saat ini sudah cagar budaya. Semak itu muncul 1 tahunan ini karena jarang dibersihkan," katanya.

Mbah Mul, sapaannya, mengakui memang tak banyak yang tahu akan keberadaan Cagar Budaya Ambarketawang. Ini karena lokasinya yang berada di tengah perumahan. Berbeda dengan Situs Gunung Gamping dan Pesanggrahan Ambarketawang yang bisa diakses secara bebas.

Walau begitu, dia menceritakan bahwa benteng itu dulunya berada pada ruang terbuka. Ini karena perumahan Metro Harmoni Ambarketawang baru berusia 5 tahun. Sebelum perumahan itu berdiri, warga masih bisa melewati kawasan tersebut secara bebas.

Tokoh masyarakat Ambarketawang, Mulyono, saat ditemui di kediamannya, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Jumat (20/12/2024).Tokoh masyarakat Ambarketawang, Mulyono, saat ditemui di kediamannya, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Jumat (20/12/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja

"Perumahan itu kan baru 5 tahunan ini berdirinya. Dulu di situ masih sawah dan benteng itu sudah ada. Kondisinya ya sama seperti sekarang, tidak ada yang berubah," katanya.

Dia sendiri tak mengetahui persis mulai kapan benteng tersebut tergerus. Hingga akhirnya hanya tersisa 20 meter seperti saat ini.

Hanya saja sebelum ramai bangunan di sekitarnya, sempat terlihat serpihan runtuhan benteng. Berupa reruntuhan batu bata di area pemukiman warga. Membentang dari benteng ke Utara hingga Pasar Gamping di Jalan Wates.

"Awal mula dari Pesanggrahan Ambarketawang juga, dulu itu seperti sungai cerita dari kakek saya. Dulu sampai dekat pasar di Utara itu tapi berserakan. Bentuknya sudah bata dan putusnya di situ. Kalau yang utuh yang cuma di dalam perumahan ini," ujarnya.

Walau berstatus cagar budaya dan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I, namun Mbah Mul memastikan tak ada ritual khusus di benteng tersebut. Adapun upacara adat Saparan Bekakak juga tidak melalui rute Cagar Budaya Ambarketawang.

Namun, dia meyakini bahwa bangunan tersebut dibangun era Pesanggarahan Ambarketawang. Selain ciri bangunan, juga materialnya yang masih sama. Terbukti dari kemiripan bangunan benteng dengan tembok Pesanggrahan Ambarketawang.

"Ritual tidak ada, kalau belakak itu di Gunung Gamping. Tapi benteng memang masuk dalam kawasan Pesanggrahan. Bangunannya mirip, pakai bata merah dan dibangunnya bersamaan," ujarnya.

Benteng tersisa dari Cagar Budaya Ambarketawang yang terletak di tengah perumahan Metro Harmoni Ambarketawang.Benteng tersisa dari Cagar Budaya Ambarketawang yang terletak di tengah perumahan Metro Harmoni Ambarketawang. Foto: Dwi Agus/detikJogja

Mbah Mul juga memastikan tak ada berita mistis di sekitar benteng tersebut. Terbukti dengan penghuni perumahan yang adem ayem. Bahkan anak-anak juga kerap beraktivitas di sekitar taman bermain.

"Dipasang plakat cagar budaya itu semenjak berdiri perumahan, agar tidak ada yang masuk atau naik benteng. Aktivitas ya normal, tidak ada cerita yang aneh-aneh," katanya.

Satu Komplek Pesanggrahan Ambarketawang

Kepala Kundha Kabudayan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Dian Lakshmi Pratiwi menuturkan Pesanggrahan Ambarketawang dibangun era Sri Sultan Hamengku Buwono I masih bergelar Pangeran Mangkubumi. Pesanggarahan mulai didiami pada tahun 1755.

Berdasarkan data ini, besar kemungkinan bangunan benteng dibangun sebelum tahun 1755. Tepatnya saat Pangeran Mangkubumi hijrah ke Ambarketawang. Hingga akhirnya kembali ke kota setelah pembangunan istana Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat selesai.

"Pesanggrahan Ambarketawang digunakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I sebagai tempat tinggal sementara sembari menunggu pembangunan Karaton selesai. Mulai ditempati 1755 Masehi sebelum akhirnya pindah 1756," ujarnya.

Menurut sumber kepustakaan, lanjutnya, pesanggrahan ini dibangun sebelum perjanjian Giyanti. Hal ini diperkuat dengan adanya cerita lisan turun temurun. Disebutkan bahwa pesanggrahan ini dulu dikenal dengan nama Purapara.

Pembangunan Pesanggrahan Ambarketawang layaknya Ndalem Pangeran. Selain bangunan utama adapula benteng yang mengelilinginya. Inilah yang tersisa pada sisi terluar bangunan utama.

"Kalau Purapara itu mempunyai arti istana sebagai tempat untuk persinggahan pada waktu orang tengah berpergian atau berburu. Untuk kapan tahun pembangunannya memang masih dikaji," katanya.

(afn/aku)

https://www.detik.com/jogja/budaya/d-7697933/melihat-benteng-ambarketawang-yang-tersembunyi-di-tengah-perumahan