
Penampakan Sisa Benteng Ambarketawang Sleman di Tengah Perumahan
Ada sisa benteng Ambarketawang di kompleks Perumahan Metro Harmoni Ambarketawang, Sleman. Cagar budaya ini seperti tembok tebal, panjangnya sekitar 20 meter.
(detikFinance) 23/12/24 06:30 11067
Jogja -Ada sisa benteng Ambarketawang di kompleks Perumahan Metro Harmoni Ambarketawang, Gamping, Sleman. Cagar budaya ini seperti tembok tebal setinggi pinggang orang dewasa. Panjangnya sekitar 20 meter, lebarnya sekitar 2 meter. Berikut penampakannya.
Sisa benteng Ambarketawang ini disebut-sebut sebagai salah satu peninggalan cikal bakal berdirinya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat selain Pesanggrahan Ambarketawang. Benteng ini berada di timur pesanggrahan tersebut, bisa diakses melalui Ring Road Barat Gamping atau Jalan Wates.
Pantauan detikJogja pada Jumat (20/12), benteng itu tampak tidak terawat. Semak belukar dan tanaman besar tumbuh di sisi kanan dan kirinya. Adapun di sisi barat benteng itu terdapat taman bermain komplek perumahan.
Salah seorang tokoh masyarakat Ambarketawang, Mulyono (49), menyebut cagar budaya Ambarketawang dalam wujud tembok benteng itu adalah yang tersisa dari formasi utuh.
![]() |
"Dari zaman kakek saya dulu yang tersisa ya tinggal itu saja. Tembok benteng sepanjang 20 meter, tingginya sepinggang orang dewasa dan lebarnya sekitar 2 meter," kata Mulyono saat ditemui di kediamannya, Jumat (20/12/2024) sore.
"Mau bersihkan takut, takutnya dianggap merusak karena saat ini sudah cagar budaya. Semak itu muncul 1 tahunan ini karena jarang dibersihkan," katanya.
Mulyono bilang, benteng ini jarang diketahui orang karena lokasinya berada di tengah perumahan. Tidak seperti Situs Gunung Gamping dan Pesanggrahan Ambarketawang yang bisa diakses secara bebas.
Menurut Mulyono, dulunya benteng itu berada di ruang terbuka. Adapun perumahan Metro Harmoni Ambarketawang baru berusia 5 tahun.
"Perumahan itu kan baru 5 tahunan ini berdirinya. Dulu di situ masih sawah dan benteng itu sudah ada. Kondisinya ya sama seperti sekarang, tidak ada yang berubah," katanya.
Mulyono tidak tahu sejak kapan benteng itu tergerus, hingga akhirnya hanya tersisa 20 meter. Sebelum ramai bangunan di sekitarnya, sempat terlihat serpihan runtuhan benteng berupa batu bata di area pemukiman. Membentang dari benteng ke Utara hingga Pasar Gamping di Jalan Wates.
"Awal mula dari Pesanggrahan Ambarketawang juga, dulu itu seperti sungai, cerita kakek saya. Dulu sampai dekat pasar di Utara itu tapi berserakan. Bentuknya sudah bata dan putusnya di situ. Kalau yang utuh yang cuma di dalam perumahan ini," ujarnya.
Walau berstatus cagar budaya dan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I, namun Mulyono memastikan tak ada ritual khusus di benteng tersebut.
Tapi Mulyono meyakini benteng tersebut dibangun pada era Pesanggarahan Ambarketawang. Selain dilihat dari ciri bangunannya, materialnya juga sama. Bangunan benteng itu mirip dengan tembok Pesanggrahan Ambarketawang.
"Ritual tidak ada, kalau belakak itu di Gunung Gamping. Tapi benteng memang masuk dalam kawasan Pesanggrahan. Bangunannya mirip, pakai bata merah dan dibangunnya bersamaan," ujarnya.
"Dipasang plakat cagar budaya itu semenjak berdiri perumahan, agar tidak ada yang masuk atau naik benteng. Aktivitas ya normal, tidak ada cerita yang aneh-aneh," sambung Mulyono
Penjelasan Kundha Kabudayan DIY
Kepala Kundha Kabudayan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Dian Lakshmi Pratiwi mengatakan Pesanggrahan Ambarketawang dibangun era Sri Sultan Hamengku Buwono I masih bergelar Pangeran Mangkubumi. Pesanggarahan mulai didiami pada tahun 1755.
Berdasarkan data ini, besar kemungkinan bangunan benteng dibangun sebelum tahun 1755. Tepatnya saat Pangeran Mangkubumi hijrah ke Ambarketawang. Hingga akhirnya kembali ke kota setelah pembangunan istana Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat selesai.
"Pesanggrahan Ambarketawang digunakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I sebagai tempat tinggal sementara sembari menunggu pembangunan Karaton selesai. Mulai ditempati 1755 Masehi sebelum akhirnya pindah 1756," ujarnya.
Menurut sumber kepustakaan, lanjutnya, pesanggrahan ini dibangun sebelum perjanjian Giyanti. Hal ini diperkuat dengan adanya cerita lisan turun temurun. Disebutkan bahwa pesanggrahan ini dulu dikenal dengan nama Purapara.
Pembangunan Pesanggrahan Ambarketawang layaknya Ndalem Pangeran. Selain bangunan utama adapula benteng yang mengelilinginya. Inilah yang tersisa pada sisi terluar bangunan utama.
"Kalau Purapara itu mempunyai arti istana sebagai tempat untuk persinggahan pada waktu orang tengah berpergian atau berburu. Untuk kapan tahun pembangunannya memang masih dikaji," katanya.
(dil/dil)