
Program Makan Bergizi Gratis Bikin Pedagang Kantin Sekolah Ketar-ketir
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memunculkan kekhawatiran bagi para pedagang kantin sekolah, salah satunya di Kota Jogja. Ini penyebabnya.
(detikFinance) 08/01/25 13:39 14774
Jogja -Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah digulirkan pemerintah memang belum diterapkan di semua daerah di Indonesia. Kendati begitu, kebijakan ini memunculkan kekhawatiran bagi para pedagang kantin sekolah, salah satunya di Kota Jogja.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang pedagang kantin di SN Negeri Lempuyangwangi, Danurejan, Kota Jogja, Desi. Desi mengaku khawatir program ini akan mengurangi penghasilannya. Ia pun berharap pemerintah juga memikirkan nasib para pedagang kantin.
"Saya pribadi ini tulang punggung keluarga, sebenarnya kekhawatiran ada, pasti akan berdampak ke kami. Tapi kalau ini sudah menjadi program pemerintah, ya yang saya harapkan kantin juga dipikirkan," jelasnya saat ditemui wartawan di lapaknya, Rabu (8/1/2024).
"Misalnya pemberian makannya jamnya diatur, jadi kami itu masih tetep bisa mendapatkan penghasilan untuk keluarga kami. Semoga pemerintah memikirkan nasib kami juga," sambung Desi.
Desi menceritakan, kantin tempatnya mencari nafkah dikelola oleh 6 orang. Ia menjual nasi bungkus, minuman, hingga jajanan. Untuk nasi ia jual Rp 3 ribu per bungkus, dimasak anggota tim di kantin tersebut.
Ia pun mengaku tak keberatan jika nantinya dilibatkan pemerintah sebagai penyedia makan bergizi gratis di sekolah tempatnya berdagang.
"Mau, insyaallah mau, biar dapur tetap ngebul," tegas Desi.
Rekan satu tim Desi, Lilik menambahkan, timnya harus selalu mengganti menu makanan yang dijual minimal empat hari sekali. Hal itu dilakukannya lantaran siswa SD cepat jenuh dengan menu makanan.
"Kebetulan anak-anak itu kalau sudah makan sudah, ndak jajan lagi," papar Lilik.
"Anak-anak itu suka menu-menu baru, iya selalu berubah-ubah (menunya), biasanya seminggu, empat hari itu udah mentok. Setelah anak-anak merasakan semua, udah ganti," imbuhnya.
Sementara, pedagang kantin di SMP Negeri 4 Kota Jogja, Pardi, mengaku pasrah dengan diberlakukannya program MBG meski tetap merasa khawatir.
"Ming (hanya) pasrah, mau gimana lagi?," ungkap Pardi saat ditemui wartawan di lapaknya, hari ini.
"Kalau kekhawatiran pasti ada, namanya mata pencaharian di kantin, pasti pengaruh, tapi nanti coba coba lah," lanjutnya.
Pardi, yang menjajakan gorengan, nasi bungkus, hingga mie kemasan cup di kantinya, mengatakan akan tetap mencoba berjualan nasi dan mi saat program MBG dijalankan.
"Jualan gorengan, nasi (bungkus), sama mi (mi kemasan cup), mi habis 3 dus (per hari), nasinya titipan," papar Pardi.
"Ya pasti ada pengaruh, kalau mi, minuman mungkin masih (bisa laku), nah kalau makanan ndak tahu, Mungkin coba coba dulu (tetap jualan mi)," harapnya.
Tanggapan berbeda justru muncul dari Mistri, pedagang kantin lain di SMP Negeri 4 Kota Jogja. Ia yang berjualan makanan dengan sistem konsinyasi atau titipan justru tak merasa khawatir.
"Nggak (khawatir), biasa aja kalau saya, kalau sini kan banyaknya konsinyasi, mereka (distributor) tak tanyain juga ndak masalah," ungkapnya.
Di lapaknya, Mistri menjual puluhan jenis makanan, mulai dari nasi hingga makanan ringan. Ia mengaku selalu mengkurasi makanan yang dijajakan di lapaknya untuk memastikan makanan tersebut bisa laku.
"Ada nasi, bakmi, terus roti-roti, roti kebanyakan, sandwich. Ada 30-an macem dari camilan sampai makan berat," papar Mistri.
"(Makanan) yang masuk kesini saya pilah, kalau anak-anak ndak suka ndak saya masukin. Harganya paling mahal Rp 9 ribu. Nasi Rp 6 ribuan," pungkasnya.
(apl/afn)