Serangga Masuk Menu Makan Bergizi Gratis, Mungkinkah?

Serangga Masuk Menu Makan Bergizi Gratis, Mungkinkah?

Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengusulkan serangga dapat dijadikan sumber protein alternatif dalam program Makan Bergizi Gratis.

(detikFinance) 10/02/25 16:27 27901

Jakarta -

Pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menarik perhatian publik. Dadan mengusulkan serangga dapat dijadikan sumber protein alternatif dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Namun, usulan ini menimbulkan polemik di kalangan akademisi dan Masyarakat.

Konsumsi serangga sering dipandang tidak biasa dan bertentangan dengan kebiasaan makan sehari-hari. Mayoritas masyarakat lebih mengenal sumber protein konvensional seperti daging sapi, ayam, dan ikan. Kebiasaan ini telah diwariskan turun-temurun, sehingga serangga belum menjadi bahan makanan yang populer.

Praktik konsumsi serangga sudah dikenal di berbagai budaya di Indonesia. Contohnya, ulat sagu yang menjadi makanan khas di Papua dan Maluku, atau belalang goreng Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Blora Jawa Tengah. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia masih enggan mengkonsumsinya, bahkan serangga masih dianggap asing dan menjijikkan.

Padahal, berdasarkan penelitian yang diterbitkan oleh The Journal of Insects as Food and Feed (Van Huis, 2013), jangkrik dan belalang mengandung protein sekitar 60-70% per berat kering. Bahkan, beberapa serangga dapat mengandung hingga 80% protein, tergantung pada spesies dan tahap perkembangan serangga tersebut. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein pada daging sapi atau ayam, yang biasanya berkisar antara 20-30%.

Selama ini, serangga dianggap sebagai makhluk pengganggu, kini dipertimbangkan sebagai sumber protein alternatif yang dapat membantu mengatasi masalah malnutrisi dan stunting. Kemudian muncul pertanyaan, mengapa harus serangga?

Selain, serangga memiliki protein, mungkin mudah ditemukan di berbagai daerah, bahkan sering dianggap sebagai hama yang merugikan petani. Sebagai contoh, petani padi di beberapa wilayah Indonesia mengalami kerugian akibat serbuan belalang, yang menjadi masalah serius bagi mereka.

Di sisi lain, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, menyatakan bahwa dalam Islam hanya belalang yang halal, sementara serangga lainnya umumnya dianggap haram. Pemilihan serangga untuk konsumsi harus melalui kajian ilmiah agar tidak menimbulkan masalah di masa depan.

Sementara itu, ahli gizi Tan Shot Yen menentang rencana memasukkan serangga dalam menu MBG. Ia menyebutkan bahwa hal tersebut tidak etis dan dapat merusak nafsu makan anak-anak. Ia menyarankan pemerintah untuk memilih sumber protein lain, seperti telur, ayam, atau ikan, serta mengingatkan pentingnya keamanan pangan.

Namun, selera makan masyarakat sangat bervariasi di setiap daerah. Masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta cenderung menyukai makanan yang lebih manis, seperti gudeg dan tempe bacem, sementara orang Jawa Timur lebih menyukai rasa gurih dan pedas, seperti rawon dan rujak cingur.

Memahami Budaya Lokal

Program MBG yang diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada 6 Januari 2025 bertujuan mengurangi malnutrisi dan stunting di Indonesia dengan memberikan makanan bergizi gratis kepada balita, anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui. Targetnya, akhir 2025, semua anak di Indonesia akan mendapatkan akses makanan bergizi. Program ini juga mendukung kualitas pendidikan dengan menyediakan makanan sehat di sekolah untuk meningkatkan konsentrasi dan partisipasi siswa.

Menurut penelitian Rozin et al. (2008), manusia cenderung merasa jijik terhadap makanan yang belum dikenal dan dianggap tidak wajar. Hal ini menjadi tantangan besar dalam memperkenalkan serangga sebagai makanan.

Makanan bukan hanya sekadar kebutuhan biologis bagi manusia, tetapi memiliki peran penting dalam kehidupan. Bahkan banyak budaya, jenis makanan yang dikonsumsi tidak hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan gizi, sebaliknya bagian dari nilai-nilai yang diturunkan dari generasi ke generasi yang harus dijaga keberadaannya. Contohnya, dalam beberapa budaya, makanan tertentu hanya disajikan pada acara-acara khusus atau perayaan besar, artinya makanan tersebut memiliki makna lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan fisik.

Perubahan dalam kebiasaan makan dapat mengguncang stabilitas simbolis. Menurut penelitian Sobal (2004), makanan memiliki kekuatan simbolik yang kuat dalam budaya. Menggantikan bahan makanan tradisional dengan serangga dapat bisa saja menimbulkan konflik identitas.

Makanan tradisional Indonesia tidak hanya kaya akan cita rasa, tetapi juga memiliki kandungan gizi yang baik untuk kesehatan. Berbagai makanan khas dari berbagai daerah di Indonesia mengandung nutrisi penting seperti protein, serat, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.

Namun, implementasi program MBG seringkali terhambat oleh kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya konsumsi makanan lokal yang bergizi. Partisipasi masyarakat juga penting agar makanan yang disediakan sesuai dengan preferensi mereka. Misalnya, di Papua, masyarakat lebih memilih makanan berbasis umbi-umbian daripada nasi, sementara di Minangkabau, cita rasa pedas lebih disukai.

Pemanfaatan serangga sebagai sumber protein dalam Program MBG, salah satu langkah inovatif. Namun, pemerintah perlu memberikan penjelasan mengenai serangga sebagai alternatif sumber protein, sambil tetap menghormati norma agama dan budaya. Misalnya memberikan informasi tentang serangga yang diizinkan menurut fatwa MUI. Sebelum serangga dapat dimasukkan dalam MBG, riset yang mendalam mengenai keamanan pangan, terutama terkait kesehatan, perlu dilakukan untuk mengurangi kekhawatiran ahli gizi dan masyarakat umum tentang keamanannya.

Fathurozipegawai Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
Usulkan di sini

#makan-bergizi-gratis #sobal #mbg #goreng #blora-jawa-tengah #stunting #malnutrisi #komisi-fatwa-mui #bacem #konsumsi-serangga #papua #pemerintah #prabowo-subianto #fathurozi #rujak #spesies #gurih #tempe #jawa-timur #bg

https://news.detik.com/kolom/d-7771753/serangga-masuk-menu-makan-bergizi-gratis-mungkinkah