Jeritan Warga Perumahan Maharta Tangsel yang Jadi Langganan Banjir

Jeritan Warga Perumahan Maharta Tangsel yang Jadi Langganan Banjir

Sepanjang Maret hingga awal April 2025, Perumahan Maharta sudah tiga kali dilanda banjir. Halaman all

(Kompas.com) 08/04/25 06:23 43101

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Hujan deras yang mengguyur wilayah Tangerang Selatan pada Minggu (6/4/2025) sore kembali membawa malapetaka bagi warga Perumahan Maharta, Pondok Kacang, Tangerang Selatan.

Pasalnya, dalam hitungan menit, air naik dengan ketinggian 130 sentimeter dan merendam rumah, warung, hingga menyisakan lumpur dan sampah di mana-mana.

Warga Maharta seperti tak punya waktu bernapas. Baru saja mereka menata rumah setelah banjir sebelumnya, kini harus kembali berjibaku menyelamatkan barang dan membersihkan sisa-sisa air yang surut pada Senin (7/4/2025) pukul 03.00 WIB.

Bagi mereka, banjir bukan lagi bencana tahunan, melainkan tamu bulanan.

Kekesalan warga

Bambang (50), pemilik warung pecel lele yang telah bermukim sejak 1991 di Maharta, menahan kesal yang bercampur pasrah.

Ia mengaku banjir yang datang silih berganti telah mencuri ketenangan hidupnya.

“Kalau boleh nangis, saya udah nangis batin. Setiap hujan, kami panik,” ujar Bambang lirih saat ditemui Senin siang.

Sepanjang Maret hingga awal April 2025, Perumahan Maharta sudah tiga kali dilanda banjir.

Penyebab utamanya, karena aliran air yang tersumbat akibat jembatan baru yang terlalu tinggi dan menyempitkan kali.

"Kalau dulu itu kalinya standar, jembatan enggak dinaikin (tinggiin) enggak masalah, airnya enak ngalirnya, lurus aja enggak numpuk. Nah kalau sekarang itu jembatannya tinggi, air ngumpul semua, kalinya kecil," kata dia.

"Pompanya rusak mulu. Jadi perlu ada tambahan pompa sama harusnya dikeruk kalinya yang paling penting," sambung dia.

Seperti hidup di wajan

Samratuti (60) baru tiba di rumah saat air mulai merayap ke lantai. Tak banyak yang bisa dia selamatkan. Kulkas, sofa, hingga stok beras habis terendam.

"Saya cuma sempat selamatkan bantal, sepatu. Kulkas, sofa, beras semua kerendam. Tipi untungnya nyantol di dinding," ucapnya lirih.

Ia pun menggambarkan Maharta kini seperti wajan besar yang menampung air tanpa bisa keluar.

"Jembatan ditinggikan tapi kami yang terendam. Seperti wajanlah, saya lihat-lihat. Kayak tekukan yang di sini, airnya enggak bisa keluar," jelas dia.

Samratuti yang sudah 30 tahun tinggal di Maharta mengaku kondisi banjir semakin parah dalam lima tahun terakhir, sejak jembatan baru dibangun.

Pompa yang kecil dan minimnya tandon air membuat upaya pengurasan banjir berjalan lambat.

"Sedangkan pompanya kecil. Dari ujung ke ujung itu kan ada dua kilometer tapi pompanya cuma dua," imbuh dia.

Harapan warga

Lelah mengandalkan janji, warga Maharta mulai menggagas solusi sendiri. Beberapa di antaranya bahkan mengusulkan pembelian pompa portable hasil patungan, jika pemerintah terus abai.

"Sudah capek nerima janji. Kalau perlu kita bikin sendiri, kita cari solusi bareng warga," tegas dia.

Meski begitu, warga tetap berharap pemerintah untuk turun tangan dengan lebih serius.

Mereka meminta normalisasi kali sebagai solusi jangka panjang, serta bantuan pompa emergensi untuk menangani banjir yang datang tiba-tiba.

"Harapannya, jangka panjangnya tolong dipikirkan kepada pemerintah kalau bisa dikeruk kalinya," ucap dia.

"Untuk jangka pendeknya, tolong kami dibagi untuk pompa dulu. Pompa yang bisa mengatasi emergensi. Bila ada pompa emergensi, secepatnya kami bisa kerja," sambung dia.

#banjir #banjir-di-tangsel #banjir-di-perumahan-maharta

https://megapolitan.kompas.com/read/2025/04/08/06233591/jeritan-warga-perumahan-maharta-tangsel-yang-jadi-langganan-banjir