
Bisakah Pemerintah Bangun 3 Juta Rumah dalam Setahun?
Menurut Jehansyah Siregar, target Program 3 Juta Rumah bisa saja dicapai dengan strategi yang tepat. Halaman all
(Kompas.com) 05/11/24 15:00 478
KOMPAS.com - Program 3 Juta Rumah bukanlah pekerjaan mudah dan ringan. Target ini tiga kali lipat lebih banyak dari Program Satu Juta Rumah era Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Apalagi berdasarkan hitungan Komisi V DPR RI, Program 3 Juta Rumah mengharuskan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) selesai membangun 8.333 rumah per hari atau 694 rumah per jam dalam setahun.
Belum lagi tantangan penyediaan lahan. Selain itu, pagu anggaran Kementerian PKP tahun 2024 hanya sekitar Rp 5 triliun.
Lantas, bisakah Pemerintah melalui Kementerian PKP mencapai target dari Program 3 Juta Rumah?
Jehansyah Siregar, Pengamat Properti sekaligus Ahli Tata Kota dan Permukiman Institut Teknologi Bandung (ITB) menilai target dari Presiden Prabowo Subianto untuk menyediakan 3 juta rumah setahun atau 15 juta rumah dalam 5 tahun di kota dan desa bisa saja dicapai dengan strategi yang tepat.
"Namun ada kecenderungan untuk salah arah dan tidak efektif, sehingga target jauh dari tercapai," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (4/11/2024).
Dia menjelaskan, pertama, Pemerintah tidak boleh berpikir bahwa Program 3 Juta Rumah sebatas proyek perumahan. Karena urusan perumahan rakyat bukan semata-mata mengadakan proyek fisik perumahan sebanyak-banyaknya.
"Namun lebih soal arah kebijakan dan strategi mengelola kelembagaan dan sumber daya negara serta bagaimana membangkitkan keberdayaan masyarakat," katanya.
Misalnya, Program Public Housing, bukan seperti rumah susun sewa (rusunawa) yang hanya main proyek pengadaan dan banyak yang mangkrak seperti selama ini.
Begitu pula dengan Program Rumah Swadaya, yang sesungguhnya harus pakai sistem pemberdayaan komunitas.
"Bukan seperti proyek bedah rumah yang dijalankan selama ini yang sangat project oriented membagi-bagi material bangunan seperti bansos," tandasnya.
Kedua, menurut Jehansyah, Pemerintah tidak boleh bersifat karitatif atau sedekah. Program rumah gratis hanya acara di televisi yang dikemas dengan sangat menyentuh dalam program reality show. Bukan dijadikan program Pemerintah secara massal.
Karena pada dasarnya perumahan itu ada di domain masyarakat, atau milik individual anggota masyarakat.
"Jika untuk bansos sembako saja anggaran negara sangat terbatas, apalagi untuk bagi-bagi rumah gratis. Bisa bangkrut keuangan negara," imbuhnya.
Ketiga, Pemerintah dinilai perlu melakukan intervensi yang efektif melalui multi housing delivery system. Bukan asal ada proyek perumahan.
Perlu ada lembaga pelaksana yang otoritatif dan kapabel seperti Perumnas serta Perumda. Kemudian ada mekanisme penyediaan yang harus disusun dan dijalankan secara tepat.
"Misalnya, pengadaan tanah untuk public rental housing itu pakai tanah negara. Sedangkan sistem bangunannya prefabrikasi. Berbeda dengan rumah tapak subsidi atau rumah swadaya," ucapnya.
Apabila Pemerintah tidak melakukan intervensi melalui sistem, maka yang akan terjadi seperti selama ini, yaitu maraknya spekulasi tanah, tata ruang, prasarana, utilitas, perizinan, dan penyerahan sarana umum.
"Semua instansi terkait akan terfragmentasi dan membuka ruang negosiasi terhadap pasar. Akibatnya, harga rumah tidak terjangkau masyarakat bawah," pungkas Jehansyah.