
Jurus Badan Gizi Selesaikan Masalah Keracunan dan Pembayaran MBG
BGN menyiapkan sejumlah cara usai muncul kejadian keracunan menu MBG di pelbagai wilayah yang dirasakan p Halaman all
(Kompas.com) 07/05/25 14:00 51026
JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Gizi Nasional (BGN) menyiapkan sejumlah cara usai muncul kejadian keracunan menu makan bergizi gratis (MBG) di pelbagai wilayah yang dirasakan puluhan siswa.
Adapun cara-cara tersebut ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).
Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan, setidaknya terdapat 6 kasus keracunan yang telah terkonfirmasi sejak program ini berjalan.
Kejadian keracunan di Bandung, Tasikmalaya, dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) terjadi karena masak yang terlalu cepat. Sedangkan kasus di Cianjur, Jawa Barat, disebut negatif racun berdasarkan hasil laboratorium.
"Yang kami sampaikan adalah yang terkonfirmasi, karena ada beberapa kejadian, dilaporkan keracunan atau makanan busuk, ternyata setelah dikonfirmasi tidak demikian adanya. Dan terutama biasanya yang terkonfirmasi, yang ada laporan di polisi," kata Dadan usai rapat di Kompleks DPR/MPR RI, Selasa.
BGN kemudian memperbaiki standar operasional prosedur (SOP) untuk menghindari keracunan, mengingat misinya adalah zero accident atau nol kasus keracunan.
Uji organoleptik
Salah satu yang diperbaiki adalah pengujian. BGN kini mewajibkan uji organoleptik di sekolah sebelum makanan tersebut dibagikan.
Uji organoleptik merupakan satu dari delapan poin SOP yang diperbaiki. Organoleptik adalah pemeriksaan menggunakan panca indera manusia.
"Jadi nanti kami akan tugaskan orang tertentu untuk melakukan uji organoleptik," sebut Dadan.
Melatih kembali
Selain itu, BGN akan melatih kembali petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau petugas dapur umum menyusul sejumlah kasus keracunan.
Dadan menyebut, pogram penyegaran dan pelatihan penjamah makanan ini bakal dilakukan secara rutin pada Sabtu dan Minggu. Pihaknya berencana membuat pelatihan minimal dua bulan sekali secara rutin, untuk mencegah kelengahan petugas.
"Seperti yang di Cianjur, di Tasikmalaya, kami sudah kumpulkan untuk dilatih kembali. Nanti di PALI (Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan) kami akan kumpulkan untuk dilatih kembali," beber dia.
Awalnya kata Dadan, dirinya memiliki prognosa bahwa kasus keracunan terjadi lantaran SPPG baru beroperasi, sehingga tidak memiliki pengalaman memasak untuk banyak orang setiap hari.
Namun, prognosa itu terbantahkan ketika kasus keracunan justru terjadi di SPPG lama yang sudah beroperasi 2-3 bulan. Oleh karenanya, pelatihan bakal digalakkan.
"Di Cianjur, Bandung, termasuk di PALI, itu adalah SPPG-SPPG yang sudah 2-3 bulan beroperasi. Jadi baru pertama kali terjadi, mereka mungkin menganggap segala sesuatunya berjalan normal sehinga terjadi kelengahan-kelengahan," beber dia.
Bahan baku dipilih lebih segar
Perbaikan SOP lainnya menyangkut pemilihan bahan baku. Hal ini berkaca pada kasus di PALI, saat ikan yang disediakan untuk menu makan bergizi sudah diolah jauh-jauh hari.
Meski ikan tersebut masih dalam keadaan baik, menurut Dadan, keracunan bisa diminimalisir jika bahan bakunya disajikan dalam kondisi segar.
"Di PALI, ikan diterima hari jumat kemudian dimasukkan ke dalam freezer, kemudian pada saat dimasak, dikeluarkan lalu diolah setengah matang. Setelah diolah setengah matang, masuk lagi ke dalam freezer, kemudian diolah. Setelah dites dalam keadaan baik, tapi terjadi di lapangan," jelas dia.
Persingkat waktu penyiapan dan pengiriman
Kemudian, BGN memerintahkan SPPG untuk mempersingkat waktu memasak dan penyiapan makanan dengan waktu pengiriman untuk mencegah basi.
Lalu, menerapkan toleransi waktu sekitar 15 menit makanan sampai sebelum dikonsumsi, dan menerapkan waktu konsumsi makanan sekitar 15-30 menit setelah dibagikan.
"Kami juga meningkatkan protokol keamanan saat proses pengantaran dari SPPG ke sekolah. Kami ingin menerapkan mekanisme distribusi sekolah termasuk penyimpanan penyerahan kepada siswa yg lebih singkat," beber Dadan.
Batasi yayasan hanya kelola 10 SPPG
Untuk mencegah penyimpangan lebih lanjut, BGN akan membatasi yayasan untuk mengelola SPPG.
Yayasan hanya bisa mengelola 10 SPPG di satu provinsi yang sama, kecuali terafiliasi dengan institusi besar.
Dadan menuturkan, jumlahnya akan lebih kecil jika SPPG berada di lintas provinsi.
"Kalau lintas provinsi hanya 5 SPPG, kecuali untuk yayasan yang terafiliasi dengan institusi. Contoh lain Muhammadiyah, Muhammadiyah (hanya ada) satu di seluruh dunia, maka mereka sudah memiliki pojok khusus sehingga memungkinkan untuk mengolah SPPG di seluruh Indonesia," sebut Dadan.
Di sisi lain, ia pun memprioritaskan yayasan yang memiliki fasilitas dapur umum atau SPPG sebagai mitra, menyusul kasus tepatnya pembayaran dari yayasan sehingga operasional SPPG di Kalibata, Jakarta Selatan, sempat terhenti.
Nantinya saat pemilihan mitra, pihaknya akan bertanya terlebih dahulu mengenai fasilitas yang dimiliki.
Jika SPPG belum memiliki mitra yayasan, BGN akan merekomendasikan yayasan-yayasan yang bisa digunakan sementara, sebelum pemilik fasilitas memiliki yayasan tersendiri.
"Kami akan tanya apakah mitra memiliki yayasan sendiri atau tidak. Jika kemudian menggunakan yayasan yang bukan milik sendiri, maka kami akan tanya ada perjanjian apa antara yayasan dengan pemilik fasilitas. Tetapi yang kami utamakan sekarang adalah seluruh pemilik fasilitas (jadi mitra)," ungkap Dadan.
Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengikuti rapat bersama yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (3/5/2025).
Akreditasi SPPG
Untuk penentuan insentif petugas lapangan, BGN berencana mengakreditasi SPPG. Sertifikasi akreditasi ini bakal bekerja sama dengan Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Nantinya, ada sejumlah kategori yang ditetapkan berdasarkan kriteria tersebut, yakni SPPG dengan kategori unggul, baik sekali, dan baik.
Menurut Dadan, akreditasi akan meningkatkan semangat SPPG memberikan pelayanan terbaik dan mengevaluasinya.
Adapun saat ini, pihaknya masih menyamakan besaran insentif yang diterima petugas di tiap SPPG lantaran akreditasi belum dijalankan.
"Sekarang ini kami pukul rata sama, karena sekaligus memberikan dorongan agar mereka meningkatkan kualitasnya agar terus meningkatkan fasilitasnya. Nanti begitu sudah kami lakukan akreditasi, maka saat itulah besaran insentif akan kami tetapkan," tuturnya.
Tak ada sistem reimburse
BGN juga menghapus sistem reimburse dan menggantinya dengan sistem pembayaran melalui virtual account untuk operasional SPPG.
Dengan kata lain, SPPG tidak boleh beroperasi sebelum memiliki virtual account tersebut. Pengubahan sistem ini dilakukan menyusul banyaknya keluhan terkait lambatnya pencairan dana.
"Jadi yang dibuat oleh Badan Gizi, ketika mitra sudah terverifikasi sebagai mitra Badan Gizi, kemudian kita buatkan virtual account. Jadi sekarang tidak ada lagi sistem reimburse," kata Dadan.
Dadan bilang, pemerintah akan mengirimkan kebutuhan anggaran untuk 10 hari ke depan melalui virtual account yang hanya bisa dicairkan oleh dua pihak, yaitu oleh perwakilan yayasan dan oleh kepala SPPG.
Adapun penerapannya akan dimulai pekan ini. Sementara pembayaran sistem reimburse yang diberlakukan sebelumnya, bakal diselesaikan maksimal minggu ini.
"Jadi kalau tanggal 6 Januari sampai minggu kemarin kami masih mengizinkan mitra menanggulangi dengan sistem reimburse, mulai sekarang tidak ada SPPG yang boleh jalan sebelum ada virtual account dan uang muka yang masuk," ucap dia.
Karena perubahan sistem, Kepala SPPG harus membuat perencanaan anggaran yang dikirim kepada MBG untuk diverifikasi terlebih dahulu sebelum pencairan.
Proposal harus berisi tiga komponen utama, yaitu pengeluaran untuk bahan baku, operasional, dan insentif. Harga bahan baku pada proposal bersifat estimasi yang akan direvisi pada laporan realisasi anggaran.
Jika terdapat uang sisa dari pembelian bahan baku di minggu sebelumnya, BGN akan meng-carry over dana tersebut untuk keperluan membeli bahan baku di pekan depan.
Sementara itu, proposal disusun untuk periode 10 hari, diikuti dengan laporan keuangan atas realisasi anggaran pada pekan sebelumnya.
"(Misalnya) pada tanggal 15 ketika uang muka sudah masuk, maka mitra dan kepala SPPG sudah membuat proposal untuk tanggal 25 sambil membuat laporan penggunaan uang yang tanggal 5-10," tandasnya.
Dikritik keras
Di sisi lain, kasus keracunan MBG dikritik keras, utamanya ketika Presiden Prabowo Subianto mengatakan program ini berhasil 99,99 persen.
Angka ini diestimasi setelah melihat kasus keracunan yang dirasakan oleh 200 orang dari total 3,5 juga penerima.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Iskandar, menyatakan hitung-hitungan tersebut tidak berdasar.
“Keracunan itu bukan hanya soal makanan basi. Ini menyangkut nyawa manusia. Satu nyawa saja tidak bisa dinilai dengan angka statistik. Tidak bisa dibilang hanya sebagian kecil dari keseluruhan,” kata Media Wahyudi Iskandar kepada Kompas.com, Selasa (5/5/2025).
Dia menegaskan bahwa indikator keberhasilan MBG tidak bisa hanya diukur dari jumlah penerima manfaat atau besaran anggaran yang disalurkan.
Yang lebih penting, menurut dia, adalah sejauh mana program ini tepat sasaran, apakah pelaksanaannya berjalan baik, serta dampaknya terhadap anak-anak penerima.
"Dampaknya harus dilihat dari sisi gizi, motivasi belajar, dan aspek lainnya. Kalau itu belum bisa dibuktikan, belum bisa diklaim program ini berhasil,” ujarnya.

Belum punya pengawasan sempurna
MBG juga dinilai belum punya pengawasan yang matang.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menilai MBG yang diklaim sukses 99,9 persen itu adalah program yang terburu-buru.
"Ini program yang terburu-buru dan cenderung dipaksakan, tapi memang animo masyarakat tinggi terhadap MBG,” ujar Trubus.
Meskipun Trubus mengakui secara umum program MBG dapat dikategorikan sukses karena antusiasme publik, ia menyoroti lemahnya pengawasan dan distribusi yang menyebabkan sejumlah kasus keracunan makanan di berbagai daerah.
Hal ini, menurutnya, mencerminkan pengelolaan yang belum optimal.
“Masih banyak celah, pengawasan dan tata kelola belum berubah signifikan. BGN harus menyesuaikan strategi dengan kondisi daerah masing-masing,” tandasnya.
#makan-bergizi-gratis #badan-gizi-nasional #mbg #bgn #keracunan-mbg