
Asuransi MBG Dinilai Hanya Akan Memboroskan Fiskal
Direktur Kebijakan Publik Celios, Wahyudi Iskandar menilai, asuransi MBG hanya akan memboroskan fiskal negara. Halaman all
(Kompas.com) 13/05/25 09:35 52472
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Iskandar, menilai bahwa asuransi program Makan Bergizi Gratis (MBG) berimplikasi pada pemborosan fiskal.
Hal ini karena program tersebut dinilai menambah pengeluaran program perlindungan sosial yang sudah ada.
“Yang pasti ini akan implikasinya pada pemborosan fiskal ya, karena terjadi penghamburan program perlindungan sosial yang sebetulnya alokasinya itu, idealnya itu diterima langsung oleh penerima manfaat,” jelas Media Wahyudi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/5/2025).
“Tapi ada sebagian yang kemudian justru, digeser kebutuhannya pada korporasi, atau lembaga eksternal asuransi, yang kalau seandainya ditelisik lebih jauh, potensi moral hazardnya itu tinggi sekali,” lanjut dia.
Wahyudi menilai program asuransi MBG ini hanyalah akal-akalan untuk menopang industri asuransi.
“Saya kira ini hanya akal-akalan saja dari pemerintah untuk menopang industri asuransi BUMN maupun swasta,” kata Media Wahyudi.
Dia bilang, adanya asuransi MBG berpotensi membuat dana pemerintah disalurkan kepada pihak ketiga, yakni industri asuransi yang saat ini tengah lesu.
“Ini membuka potensi dana negara disalurkan untuk pihak ketiga, khususnya untuk asuransi ya, yang saat ini tengah lesu karena penurunan daya beli dan konsumsi masyarakat,” lanjut dia.
Wahyudi juga mengatakan bahwa ini merupakan pemberian jaminan secara berulang, mengingat saat ini pemerintah telah memiliki jaminan sosial untuk pekerja, yaitu BPJS TK.
“Ini sudah pasti redundant dengan asuransi-asuransi pemerintah lainnya ya, seperti BPJS,” ujar dia.
“Hingga hari ini saya juga belum menemukan logikanya untuk semua penerima manfaat itu diasuransikan, termasuk juga SPPG,” lanjutnya.
Menurut Media Wahyudi, program asuransi MBG ini belum termasuk pada persoalan administrasi lain, termasuk skema asuransi, seperti verifikasi hingga pembayaran premi yang membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit.
“Ini belum termasuk persoalan administrasi lainnya ya, soal asuransi ini. Karena perlu proses administrasi yang jelas, mulai dari verifikasi, pembayaran premi, dan ini lagi-lagi membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit,” jelasnya.
Dia menegaskan bahwa program asuransi MBG pada dasarnya tidak efisien dan hanya membuang-buang anggaran negara saja.
“Pemerintah sudah pasti buang-buang anggaran yang seharusnya kalau seandainya diberikan langsung ke semua penerima, penerima akan menerima manfaat jauh lebih banyak dari program dan rencana yang asuransi ini sangat-sangat tidak efisien,” tegas dia.
Sebagai informasi, BGN berencana menghadirkan asuransi untuk para karyawan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan juga penerima manfaat.
Saat ini BGN telah berkordinasi dengan beberapa pihak untuk mematangkan rencana ini, mulai dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Skema asuransi MBG ini nantinya untuk karyawan SPPG akan menggandeng BPJS TK, sementara untuk penerima manfaat akan melibatkan dua asuransi, yaitu Asosiasi Asuransi Jiwa dan Asosiasi Asuransi Umum.
Adapun premi untuk karyawan SPPG adalah Rp 16.000 per orang per bulan, sementara untuk penerima manfaat saat ini masih didiskusikan dan belum mencapai angka final.
Anggota Komisi IX DPR Fraksi Nasdem Irma Suryani Chaniago menilai pemberian asuransi bagi penerima program makan bergizi gratis (MBG) membuang anggaran negara.
Sebab, kata Irma, Badan Gizi Nasional (BGN) seharusnya bekerja sama dengan BPJS Kesehatan saja.
"Kan sudah ada BPJS. Koordinasikan saja dengan BPJS Kesehatan. Ngapain buang-buang duit anggaran negara lagi? Kecuali jika, mohon maaf, ada kejadian yang fatal, BGN wajib beri santunan. Tapi kalau asuransi menurut saya berlebihan," ujar Irma kepada Kompas.com, Senin (12/5/2025).
Irma menjelaskan, selama ini, masalah yang timbul biasanya disebabkan makanan yang basi dan tidak berakibat fatal.
Menurutnya jika ada masalah seperti itu lagi maka korban dibawa saja ke puskesmas atau ke RSUD dengan jaminan BPJS.
"Kan di daerah-daerah sekarang pemda juga sudah kerja sama dengan BPJS Kesehatan? Nah jika ada orang tua anak yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS, jika mampu wajibkan saja ikut BPJS. Jika tidak mampu berikan kartu PBI," tegasnya.