
Polemik Asuransi MBG: Antara Tidak Efisien dan Perbaikan Kualitas Makanan
Rencana BGN fasilitasi karyawan SPPG dan penerima MBG dengan asuransi dinilai tak efisien dan pemborosan. Lebih penting perbaiki kualitas makanan Halaman all
(Kompas.com) 13/05/25 12:03 52498
JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Badan Gizi Nasional (BGN) memfasilitasi asuransi untuk para karyawan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan juga penerima manfaat, menuai polemik usai kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menjadi sorotan.
Diketahui, sebanyak 22 dari 171 siswa di Kota Bogor, Jawa Barat, harus dirawat inap di sejumlah rumah sakit setelah diduga mengalami keracunan akibat menu MBG.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor Sri Nowo Retno mengatakan, ratusan siswa yang mengalami keracunan berasal dari enam sekolah di Kota Bogor.
Dengan rincian, TK Bina Insani (18 siswa), SD Bina Insani (2 siswa), SMP Bina Insani (82 siswa), SD Negeri Kukupu 3 (9 siswa), SD Negeri Kedung Jaya 1 (16 siswa), dan SD Negeri Kedung Jaya 2 (43 siswa).
Sebelumnya, kejadian keracunan MBG terjadi di Cianjur. Puluhan siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 dan SMP PGRI 1 Cianjur, Jawa Barat, keracunan massal usai menyantap makanan dari program MBG pada 21 April 2025.
Kemudian, berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dalam kurun waktu tiga bulan sejak Program MBG berjalan, tercatat sedikitnya 320 siswa diduga keracunan makanan dari paket MBG yang dibagikan kepada siswa di beberapa daerah.
Dengan kata lain, sekitar 0,0156 persen kasus jika dibandingkan dengan penerima manfaat Program MBG yang mencapai sebanyak 2,05 juta anak per Maret 2025.
Akal-akalan Menopang Industri Asuransi
Menanggapi rencana asuransi tersebut, Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Iskandar menilai bahwa asuransi program Makan Bergizi Gratis (MBG) hanyalah akal-akalan untuk menopang industri asuransi.
"Saya kira ini hanya akal-akalan saja dari pemerintah untuk menopang industri asuransi BUMN maupun swasta," kata Media Wahyudi dihubungi Kompas.com, Selasa (13/5/2025).
"Ini membuka potensi dana negara disalurkan untuk pihak ketiga, khususnya untuk asuransi ya, yang saat ini tengah lesu karena penurunan daya beli dan konsumsi masyarakat," ujarnya lagi.
Media Wahyudi juga mengatakan bahwa ini merupakan pemberian jaminan secara berulang, mengingat saat ini pemerintah telah memiliki jaminan sosial untuk pekerja, yaitu BPJS Ketenagakerjaan.
“Ini sudah pasti redundant dengan asuransi-asuransi pemerintah lainnya ya, seperti BPJS,” kata Media Wahyudi.
“Hingga hari ini saya juga belum menemukan logikanya untuk semua penerima manfaat itu diasuransikan, termasuk juga SPPG,” ujarnya lagi.
Pemborosan Fiskal, Buang-buang Anggaran
Selain itu, menurut dia, program Asuransi MBG berimplikasi pada pemborosan fiskal. Hal ini karena program tersebut dinilai menambah pengeluaran program yang sudah ada.
“Yang pasti ini akan implikasinya pada pemborosan fiskal ya, karena terjadi penghamburan program perlindungan sosial yang sebetulnya alokasinya itu, idealnya itu diterima langsung oleh penerima manfaat,” kata Media Wahyudi.
“Tapi ada sebagian yang kemudian justru digeser kebutuhannya pada korporasi, atau lembaga eksternal asuransi, yang kalau seandainya ditelisik lebih jauh, potensi moral hazardnya itu tinggi sekali,” ujarnya lagi.
Dia juga menilai bahwa program asuransi MBG ini belum termasuk pada persoalan administrasi lain, termasuk skema asuransi, seperti verifikasi hingga pembayaran premi yang membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit.
“Ini belum termasuk persoalan administrasi lainnya ya, soal asuransi ini. Karena perlu proses administrasi yang jelas, mulai dari verifikasi, pembayaran premi, dan ini lagi-lagi membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa program asuransi MBG pada dasarnya tidak efisien dan hanya membuang-buang anggran negara saja.
“Pemerintah sudah pasti buang-buang anggaran yang seharusnya kalau seandainya diberikan langsung ke semua penerima, penerima akan menerima manfaat jauh lebih banyak dari program dan rencana yang asuransi ini sangat-sangat tidak efisien,” tegas dia.
Pembiaran Buruknya Mutu Makanan
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI, Ashabul Kahfi mengingatkan agar jangan sampai asuransi yang diberikan kepada penerima program makan bergizi gratis menjadi pembiaran terhadap buruknya mutu MBG.
Menurut politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini, asuransi boleh saja diberikan kepada penerima MBG. Akan tetapi, BGN harus mengutamakan kualitas dan gizi makanannya.
"Langkah kuratif seperti asuransi boleh saja menjadi pelengkap, tapi yang utama tetap harus pada aspek preventif. Kesehatan masyarakat harus dijaga sejak dari hulu, yakni memastikan kualitas makanan yang dikonsumsi benar-benar aman dan layak. Jangan sampai asuransi ini justru menjadi bentuk pembiaran terhadap potensi buruknya mutu makanan," ujar Ashabul kepada Kompas.com pada 12 Mei 2025.
Ashabul pun mendorong agar dilakukan evaluasi kualitas makanan secara berkala dengan melibatkan langsung Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Menurut dia, pengawasan harus dilakukan dalam semua proses, termasuk ketika produksi, distribusi, dan penyimpanan makanan bantuan.
"Jaminan mutu makanan itu tidak bisa ditawar. Jangan sampai muncul persepsi bahwa selama ada asuransi, kualitas bisa dikompromikan. Skema perlindungan harus menyatu dengan sistem pengawasan yang ketat dan berkelanjutan," imbuhnya.
Sebagai informasi, BGN berencana menghadirkan asuransi untuk para karyawan SPPG dan juga penerima manfaat.
Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan, mengatakan bahwa BGN sedang melakukan kajian terkait dengan asuransi karyawan SPPG dan penerima manfaat.
"Kalau pun terjadi begitu (keracunan), BGN tetap membantu untuk membiayai pengobatannya," kata Tigor di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/5/2025).
"Jadi, saat ini memang kita sedang memikirkan kalau dia terhadap penerima manfaat, tentu asuransinya harus kita buat sebagai bagian dari biaya operasional. Itu yang sekarang kita pikirkan,” ujarnya lagi.
Terkait rencana tersebut, BGN diketahui telah berkoordinasi dengan beberapa pihak mulai dari BPJS Ketenagakerjaan hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Skema asuransi MBG ini nantinya untuk karyawan SPPG akan menggandeng BPJS Ketenagakerjaan, sementara untuk penerima manfaat akan melibatkan dua asuransi, yaitu Asosiasi Asuransi Jiwa dan Asosiasi Asuransi Umum.
Adapun premi untuk karyawan SPPG adalah Rp 16.000 per orang per bulan. Sedangkan untuk penerima manfaat saat ini masih didiskusikan dan belum mencapai angka final.
Pengadaan asuransi bagi penerima maanfaat berawal dari kasus keracunan menu MBG yang terjadi di berbagai daerah.
#badan-gizi-nasional #mbg #makan-bergizi-gratis-mbg #makan-bergizi-gratis #bgn #asuransi-mbg #bgn-dan-bpjs-tk #asuransi-karyawan-sppg #asuransi-penerima-mbg