Jurus Pemprov Atasi Permukiman Padat di Jakarta Butuh CSR Swasta

Jurus Pemprov Atasi Permukiman Padat di Jakarta Butuh CSR Swasta

Pemukiman padat penduduk masih menjadi masalah di Jakarta. Salah satu upaya pemprov untuk mengatasinya adalah program konsolidasi tanah vertikal.

(detikFinance) 14/11/24 15:00 551

Jakarta -

Jakarta punya satu persoalan yang hingga kini belum selesai, yakni masih banyak pemukiman padat penduduk yang cenderung kumuh dan tidak layak huni. Untuk mengatasi persoalan tersebut salah satu strategi yang dimiliki Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menyediakan rumah melalui corporate social responsibility (CSR) swasta.

Ketua Sub Koordinator Peningkatan Kualitas Permukiman Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman Provinsi DKI Jakarta Sapto Nugroho mengungkapkan upaya yang sudah Pemprov lakukan untuk menata permukiman padat penduduk adalah membangun rusun. Lalu, upaya lain adalah program konsolidasi tanah vertikal (KTV). Program ini dapat menata rumah warga serta memperluas ruang rumah.

"Penduduknya banyak sementara harga tanah sama rumah mahal. Tetapi sekarang kan udah ada program dari pemda konsolidasi tanah vertikal, sudah ada di Palmerah dan Tanah Tinggi dan itu menjadikan luas rumahnya relatif tambah besar," ujar Sapto kepada detikProperti, Rabu (13/11/2024).

Sapto mengatakan sudah ada dua bangunan KTV yang terealisasi di Jakarta, yaitu Kelurahan Palmerah, Jakarta Barat dan Kelurahan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Bangunan tersebut adalah bantuan CSR Yayasan Buddha Tzu Chi untuk sejumlah keluarga di kawasan padat penduduk.

Ia menjelaskan KTV adalah hamparan tanah milik sejumlah warga dengan rumah-rumah dalam kondisi kurang layak dan tidak tertata yang kemudian diubah menjadi rumah susun.

"Konsolidasi tanah vertikal itu dalam satu hamparan site itu terdiri dari beberapa pemilik kemudian tanahnya bangunan rumahnya sempit terus nggak beraturan juga terus kondisinya buruk pencahayaan kurang. Nah di situ lokasi tanah yang sama rumah padat itu rumah susun melalui KTV," terangnya.

Berdasarkan bangunan KTV yang sudah terealisasi, Sapto mengatakan KTV di Tanah Tinggi berupa bangunan empat lantai berisi 12 unit di atas lahan 104 meter persegi. Sementara KTV di Palmerah ada 9 unit biasa dan 1 unit untuk difabel di atas lahan 90 meter persegi.

Namun, program ini tidak mudah untuk direalisasikan. Sebab, program ini membutuhkan persetujuan dari sejumlah pemilik rumah yang tinggal dalam satu area tanah.

"Palmerah dan Tanah Tinggi bisa dilaksanakan karena kemudahan tanah (yang akan dibangun) nggak terlalu luas. (Lalu) yang mengikuti program itu masih satu kerabat (atau) satu keluarga, jadi untuk musyawarahnya (persetujuan mengubah rumah menjadi bangunan KTV) lebih mudah," katanya.

Selain itu, Pemprov masih mengandalkan dana dari swasta untuk membangun KTV untuk masyarakat. Pasalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) lebih diperuntukkan untuk mengelola fasilitas umum.

"Sebenarnya diharapkan CSR-CSR lain (untuk menjalankan program) konsolidasi tanah vertikal," ungkapnya.

Sebelumnya, masih ada banyak warga yang tinggal di permukiman padat yang rumahnya tidak layak huni, seperti yang pernah dialami oleh Nenek Hasna (62). Ia mempunyai rumah dua tingkat berukuran 2x3 meter yang sempat dihuni bersama 12 anggota keluarganya.

"Dulu masih 5 orang, sekarang ada buyut malah jadi 13 (orang)," ujar Nenek Hasna di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (5/11) lalu.

Rumah Nenek Hasna tidak layak huni karena terlalu sempit dan ada banyak kerusakan. Ia mengeluh kesempitan, belum lagi sering terjadi kebocoran ketika hujan.

"Sempit, pusing kepala. Lihat aja kasurnya begini," imbuhnya.

(dhw/dhw)

#dinas-perumahan #yayasan-buddha-tzu-chi #apbd #responsibility #keluarganya #sub-koordinator-peningkatan-kualitas-permukiman-dinas-perumahan-rakyat-dan-permukiman-provinsi-dki-jakarta #pemda #hasna #jurus-pemp

https://www.detik.com/properti/berita/d-7637524/jurus-pemprov-atasi-permukiman-padat-di-jakarta-butuh-csr-swasta