Biaya Makan Bergizi Gratis Rp 10 Ribu Per Porsi, Ahli Gizi Unair Beri Saran Ini

Biaya Makan Bergizi Gratis Rp 10 Ribu Per Porsi, Ahli Gizi Unair Beri Saran Ini

Dosen dan ahli gizi Unair tanggapi biaya makan bergizi gratis sebesar RP 10 ribu per porsi. Beri saran pakai bahan pangan lokal.

(detikFinance) 21/12/24 08:00 10725

Jakarta -

Dosen sekaligus ahli gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair) Mahmud Aditya Rifqi S Gz MSi PhD soroti biaya program makan bergizi gratis (MBG). Apa katanya?

Sebagai informasi, pemerintah Indonesia mencanangkan biaya MBG sebesar Rp 10 ribu per porsi. Kebijakan ini kemudian menuai kontroversi di masyarakat.

Menurut Mahmud kebijakan ini pasti sudah melewati berbagai pertimbangan. Alih-alih menyalahkan, besaran biaya ini harus dilihat sebagai tantangan.

"Perubahan itu justru akan memberikan tantangan terutama pada ahli gizi untuk dapat memberikan menu yang memiliki nilai gizi baik dengan biaya yang terbatas," katanya dikutip dari rilis di laman Unair, Jumat (20/12/2024).

Bahan Pangan Lokal Bisa Jadi Solusi

Untuk menjawab tantangan ini, Mahmud memberikan saran agar pemerintah menggunakan bahan pangan lokal. Bahan pangan lokal menurutnya lebih terjangkau namun kandungan gizinya tidak kalah dengan bahan pangan konvensional.

Meski gratis, MBG harus menjadi makanan komplit yang bergizi seimbang. Sehingga diperlukan perhatian terhadap pembagian porsi, zat gizi, dan komposisi.

"Umumnya dalam satu piring yang paling mahal adalah protein. Hal ini dapat disiasati dengan menggunakan bahan pangan lokal contohnya seperti menggunakan protein dari ikan," jelasnya.

Banyak ikan air tawar lokal memiliki potensi menjadi sumber protein yang nilainya tidak kalah dengan ayam dan daging. Seperti ikan nila, gurami, dan lele.

"Nila, gurami dan lele menjadi opsi yang bagus dengan melimpahnya komoditas tersebut di masyarakat, sehingga memiliki harga yang terjangkau serta mudah didapatkan," imbuhnya.

Selanjutnya dari bahan nabati, Mahmud menyarankan penggunaan kacang-kacangan. Contohnya kacang hijau dan kacang merah beserta produk olahannya.

Mahmud menyatakan kini Indoensia sudah banyak mengembangkan kacang edamame hingga penggunaan kedelai lokal sebagai bahan dasar tempe dan tahu. Kedua kacang itu memiliki kandungan protein yang baik.

Pengembangan Bahan Pangan Lokal Masih Minim

Perbedaan yang mencolok antara bahan pangan konvensional dan lokal memang berada di nilai ekonomis. Sebagai ahli gizi, Mahmud justru memberikan perhatian pada perlakuan bahan selama proses pengolahan.

Bahan pangan lokal pada dasarnya mudah didapatkan. Sehingga tidak perlu diawetkan dan lebih aman untuk dikonsumsi.

"Semakin panjang prosesnya maka butuh banyak perlakukan dan pengawetan. Sedangkan pangan lokal yang ada di sekitar kita masih segar dan tidak perlu banyak perlakuan dan pengawetan sehingga dapat meminimalisir penggunaan pengawet dan penurunan zat gizi," ungkap Mahmud.

Sayangnya dalam hal pengembangan hingga saat ini masyarakat masih awam terkait bahan pangan lokal. Untuk itu diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan akademisi dalam meningkatkan penggunaan bahan pangan lokal.

Mengingat ini juga bisa digunakan dalam program makan bergizi gratis. Tetapi bergizi walaupun dananya terjangkau.

Diperlukan promosi masif untuk dapat menjangkau berbagai kalangan masyarakat. Dari sisinya sebagai akademisi, Mahmud menilai diperlukan proses penyampaian hasil penelitian kepada masyarakat.

"Kelanjutan dari paper, artikel dan jurnal ini perlu diperhatikan, tidak hanya menjadi tulisan belaka namun perlu direalisasikan untuk dapat menjadi suatu produk di masyarakat," tutupnya.




(det/nwk)

#ahli-gizi #universitas-airlangga #bahan-pangan-lokal #makan-bergizi-gratis #unair #gurami #mbg #soroti-biaya #makan-bergizi #indoensia #akademisi #bergizi #tempe #besaran-biaya #bergizi-gratis #ahli-gizi-unair #mahmu

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7696572/biaya-makan-bergizi-gratis-rp-10-ribu-per-porsi-ahli-gizi-unair-beri-saran-ini