Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah dilaksanakan serentak di 26 provinsi di Indonesia sejak Senin (9/1/2025). Tak sedikit masyarakat yang mempertanyakan soal menu dalam MBG.
Apakah menu MBG sudah sesuai dengan kebutuhan gizi siswa? Menurut dosen gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Universitas Airlangga (Unair), Lailatul Muniroh SK MKes beberapa di antaranya belum sesuai dengan pedoman Isi Piringku.
Isi Piringku adalah pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengkampanyekan konsumsi makanan yang sesuai gizi seimbang. Isi Piringku juga memuat ajakan konsumsi delapan gelas air sehari, aktivitas fisik hingga mencuci tangan dengan sabun.
"Kemarin saya dapat kiriman contoh menu Makan Bergizi Gratis di Sidoarjo. Jika dilihat sekilas, nampak belum memenuhi Isi Piringku. Tidak ada sayuran, lauk meski dengan protein hewani pun, secara kuantitas terlalu sedikit, begitupun buahnya. Secara kuantitas belum memenuhi 40 persen total kalori sehari, dan secara kualitas pun masih belum sesuai," ujarnya dilansir dari laman Unair, Kamis (9/1/2025).
MBG Harusnya Beragam, Seimbang dan Aman
Lebih lanjut Lailatul mengatakan makan bergizi harus punya prinsip beragam, seimbang, aman dan sesuai kebutuhan. Isi menu MBG harus mencakup protein, lemak, vitamin, mineral hingga serat.
"Makan bergizi yang baik seharusnya memenuhi kebutuhan gizi secara seimbang. Baik karbohidrat, protein, lemak, dan terpenuhinya kebutuhan vitamin, mineral, serat, dan air," katanya.
Mengapa Tak Ada Susu dalam Menu MBG?
Selain soal keseimbangan gizi dalam makanan di menu MBG, masyarakat juga mempertanyakan ketidakhadiran susu. Padahal susu punya kandungan kalsium, vitamin D, vitamin A, zat besi, dan protein.
Namun, Lailatul menilai fungsi susu bisa digantikan oleh makanan lain. Misalnya yogurt, keju, telur, dan lain-lain.
"Sebagai alternatif lain, perlu disiapkan misalnya produk olahan susu seperti yogurt atau keju, sumber nabati yang kaya kalsium. Seperti tempe, sayuran hijau, ataupun sumber hewani seperti ikan teri, sarden, telur, dan daging ayam," tuturnya.
Program MBG Perlu Dievaluasi secara Berkelanjutan
Lailatul berpendapat perlu adanya evaluasi dan perbaikan secara berkala terhadap MBG. Evaluasi bisa melihat proses, input, output, dampak dan evaluasi keberlanjutan.
"Mulai dari jumlah siswa yang mendapatkan makanan apakah sudah sesuai dengan sasaran, kandungan gizi pada menu berdasarkan pedoman Isi Piringku. Kemudian tingkat penerimaan siswa terhadap rasa dan variasi makanan, kepuasaan guru, siswa, dan orang tua, dan tingkat keluhan terkait dengan distribusi makanan," urainya.
Lalu hal yang tak kalah penting adalah evaluasi mengenai kuantitas MBG. Perlu didata juga jumlah makanan termakan, terbuang, dan jumlah siswa yang makan.
Untuk melihat dampak MBG, menurut Lailatul ada tiga aspek yang bisa jadi komponen pengukuran yakni status gizi pada anak, prestasi akademik dan kesehatan serta kesadaran gizi.