KOMPAS.com – Meskipun banyak siswa kini telah memiliki akses ke makanan di sekolah, perhatian terhadap nilai gizi bahan makanan yang digunakan dinilai masih kurang.
Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mengimbau agar bahan makanan yang lebih sehat dan bergizi diterapkan di sekolah, sekaligus mengajak untuk memasukkan pendidikan gizi dalam kurikulum.
Dalam laporan terbaru bertajuk Education and Nutrition: Learn to Eat Well, yang dirilis pada akhir Maret 2025, UNESCO menyoroti hubungan erat antara pendidikan dan gizi.
Laporan ini mengusulkan pendekatan yang utuh dan berkelanjutan untuk meningkatkan sistem pangan global, agar generasi mendatang dapat mengakses makanan yang lebih bergizi dan sehat.
Makanan di sekolah harus bergizi
Manos Antoninis, Direktur dari Global Education Monitoring Report UNESCO, menyatakan dalam laman resmi yang diakses pada Rabu (2/4/2025), bahwa makanan olahan yang kurang bergizi tidak seharusnya ada dalam lingkungan sekolah.
Makanan yang tidak bergizi dianggap dapat mengganggu proses pembelajaran dan memengaruhi kesehatan serta potensi anak-anak di masa depan.
Menurutnya, pendidikan berkualitas harus didukung oleh pola makan yang sehat, karena keduanya saling memengaruhi.
“(Di lingkungan pendidikan) kita berusaha mengajarkan pelajaran yang akan mempersiapkan anak-anak untuk kehidupan mereka. Apa yang kita makan secara langsung memengaruhi potensi kita, mulai dari prestasi akademis hingga kesejahteraan sepanjang hidup," kata Antoninis.
Akses terhadap makanan bergizi bukan sekadar kebutuhan, melainkan hak asasi manusia. Namun, malanutrisi memengaruhi miliaran orang dengan dampak serius pada kesehatan dan kesejahteraan mereka.
Malanutrisi memiliki empat bentuk, yaitu tengkes atau stunting (terlalu pendek untuk usianya), wasting (terlalu kurus untuk tinggi badannya), berat badan kurang, dan kekurangan vitamin dan mineral.
Meski banyak negara berfokus pada penanggulangan malanutrisi, jumlah individu terdampak masih terlalu tinggi.
Pada 2022, hanya 93 dari 187 negara yang memiliki undang-undang, standar wajib, atau panduan tentang makanan dan minuman sekolah.
Secara global, 27 persen program makanan sekolah tidak mempekerjakan ahli gizi untuk memberi saran tentang desain dan implementasinya.
Ketidakadaan standar dan pemantauan terhadap kandungan makanan yang disajikan kepada siswa menjadi perhatian besar.
Mengingat tingkat obesitas di kalangan anak-anak usia sekolah telah lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1990, dan ketidakamanan pangan terus meningkat di seluruh dunia.
Pendidikan dan gizi memiliki relasi ketergantungan
Gizi yang memadai di usia dini sangat penting untuk mendukung pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif anak.
Ketika anak-anak tidak mendapatkan gizi yang baik, konsentrasi dan kemampuan belajar mereka terganggu, yang akan memengaruhi prestasi mereka di sekolah.
Pendidikan di sisi lain juga memengaruhi peningkatkan status gizi. Dengan mengajarkan anak-anak tentang pentingnya pola makan seimbang.
"Kita membekali mereka dengan pengetahuan yang dapat membentuk kebiasaan makan sehat yang akan berdampak panjang di masa depan," imbuhnya.
Selain itu, orang dewasa yang teredukasi dengan baik tentang gizi dan pola makan sehat lebih mampu membuat pilihan yang bijak untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka.
Pendidikan yang mengajarkan keterampilan hidup, seperti pola makan sehat dan kebiasaan fisik yang baik, berperan dalam membangun kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Di lingkungan sekolah, pendidikan gizi yang diberikan, bersama dengan penyediaan makanan bergizi dan layanan kesehatan yang lebih luas, memperkuat status gizi siswa secara keseluruhan, yang pada gilirannya mendukung prestasi akademis mereka.
Pendidikan jasmani dan pembiasaan kebiasaan sehat sejak dini juga memainkan peran penting dalam membentuk pola hidup sehat yang berkelanjutan.
Secara keseluruhan, pendidikan tidak hanya memberi pengetahuan tentang gizi, tetapi juga membangun kapasitas individu dan masyarakat untuk memengaruhi sistem pangan yang lebih luas, yang akhirnya menentukan kualitas gizi dan kesehatan jangka panjang.
Begitu pula, status gizi yang baik memungkinkan pendidikan yang lebih efektif, menciptakan siklus yang saling mendukung antara keduanya.
Sajian di piring siswa menentukan
Chef Bintang Tiga Michelin dan Duta UNESCO untuk Pendidikan Pangan Daniel Humm, percaya sekolah harus jadi tempat anak-anak belajar kebiasaan makan sehat. Menurutnya, menyajikan makanan segar dan lokal di sekolah sama pentingnya dengan pelajaran di kelas.
Dari pengalaman makan di sekolah inilah anak-anak belajar memilih makanan yang baik untuk kesehatan mereka dan juga untuk lingkungan.
“Seperti halnya seorang koki yang dengan teliti memilih dan menggabungkan bahan-bahan untuk menciptakan sebuah karya seni, kita juga harus dengan hati-hati mempertimbangkan bahan-bahan untuk masa depan yang sehat dan berkelanjutan pendidikan, gizi, dan rasa hormat yang mendalam terhadap planet kita serta seluruh penghuninya,” ujar Humm.
Senada dengan itu, Pemimpin UNESCO Audrey Azoulay juga menekankan pentingnya memperhatikan apa yang dimakan anak-anak di sekolah.
Dia menyarankan agar makanan di sekolah harus seimbang, segar, dan menjadi sarana untuk mengajarkan kebiasaan makan yang sehat. Baginya, ini bukan masalah sepele, tapi sangat penting untuk kesehatan dan pendidikan anak.
"Kita perlu melangkah lebih jauh dan melihat apa yang ada di piring mereka. Fokusnya harus pada makanan seimbang yang terbuat dari bahan segar, serta mengajarkan anak-anak kebiasaan makan yang baik untuk memastikan mereka tumbuh sehat," pungkas Azoulay.