JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lembaga Riset Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan, program makan bergizi gratis bakal punya efek berganda lebih besar apabila memasukkan susu pada menu makan bergizi.
Bhima beralasan, pemerintah dapat menggandeng peternak lokal untuk memenuhi kebutuhan susu pada program makan bergizi gratis.
“Tentu dampak berganda-nya akan jauh lebih besar dibandingkan tidak ada susu, atau susunya impor,” kata Bhima kepada Kompas.com, Selasa (7/1/2025).
Bhima menilai, saat ini ada kegamangan di internal pemerintah untuk menggunakan susu peternak lokal atau susu bubuk impor dalam program makan bergizi gratis.
Ia pun menyayangkan langkah pemerintah yang mengambil opsi untuk tidak wajib menyertakan susu dalam menu program makan bergisi gratis.
Padahal, ada 900.000 ton susu yang dihasilkan peternak lokal setiap tahunnya dan 25 persennya dapat digunakan pada program makan bergizi gratis.
“Padahal preferensi susu ini penting, terutama di daerah yang berdekatan dengan peternak lokal,” ujar Bhima.
Bhima menduga, pertimbangan utama pemerintah tidak mewajibkan susu masuk menu program makan bergizi gratis adalah harga beli susu dan faktor biaya logistik.
“Dari awal angka Rp 10.000 per porsi sudah menimbulkan tanda tanya, apa bisa dimasukkan komponen susu? Kalau Rp 15.000 per porsi masih masuk akal,” kata dia.
Bhima menilai, anggaran yang minim menyebabkan penyedia MBG khawatir biaya produksi akan terlalu mahal.
“Karena anggarannya juga dibatasi per porsi, maka beberapa dapur umum penyedia MBG juga khawatir biaya produksinya terlalu mahal,” ujarnya.
Namun demikian, ada lokasi-lokasi lain yang dekat dengan peternak susu, tentu tidak menjadi masalah karena biaya produksinya masih bisa tercukupi.
“Ini tidak jadi soal sebenarnya, contohnya di Boyolali dan sekitarnya masih penting adanya susu di porsi MBG karena biaya logistik tidak terlalu jadi persoalan,” kata Bhima.
Diberitakan, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan/PCO, Hasan Nasbi, mengungkapkan bahwa menu susu dalam program makan bergizi gratis tidak disediakan setiap hari.
Menurutnya, penyediaan susu diatur minimal seminggu sekali atau bahkan hingga tiga kali dalam seminggu, tergantung pada kecukupan daerah masing-masing.
Hasan telah mengonfirmasi informasi ini kepada Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG yang dikunjunginya, pada Senin (6/1/2025).
"Susu kan tidak diwajibkan setiap hari. Jadi itu tergantung daerahnya. Tapi minimal, kalau berdasarkan yang saya tanya tadi ke Kepala SPPG, mereka itu sekali seminggu susunya," kata Hasan, Senin.
Sementara itu, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengungkapkan, penyediaan susu untuk program makan bergizi gratis di Jakarta masih terkendala.
Ketersediaan susu sapi yang belum merata menjadi penyebab utama masalah ini.
Namun, daerah dengan produksi susu sapi yang mencukupi, seperti Jawa Timur, sudah bisa menyalurkan susu dalam menu MBG.
"Jawa Timur sudah bisa, kooperasi susu kita kuat di sana, seperti di Malang. Kalau Jakarta masih susah," ujar Budi Arie saat memberikan keterangan pers setelah kunjungan ke SD Negeri Angkasa 5, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (6/1/2025).
Adapun program makan gratis yang dilaksanakan perdana pada Senin (6/1/2025) diberikan kepada penerima manfaat sebanyak 600.000 orang di 26 provinsi.
Sementara untuk satu porsi makanan, pemerintah telah menetapkan harga acuan sebesar Rp 10.000.
Dalam nilai itu, pemerintah memastikan bahwa makanan tersebut sudah memenuhi gizi yang diperlukan penerima berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).