Polisi menggerebek laboratorium narkoba di Uluwatu, Bali, yang memproduksi hasis. Empat orang ditangkap, pabrik beroperasi di tengah permukiman. [1,179] url asal
Polisi menggerebek sebuah vila di Jalan Cempaka Gading, Unggasan, Uluwatu, Bali. Vila itu digerebek polisi karena dijadikan laboatorium pembuatan alias produksi narkotika jenis hasis dan pil happy five. Pabrik narkoba itu sengaja beroperasi di tengah permukiman penduduk untuk menyamarkan kejahatan tersebut.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan, baru kali pertama ada laboratorium narkoba yang memproduksi hasis di Indonesia. Laboratorium serupa yang sudah digerebek di sejumlah daerah di Indonesia, rerata hanya memproduksi ganja sintetis.
"Kami melakukan joint operation pengungkapan clandestine laboratory hasis pertama di Indonesia, di daerah Uluwatu, Bali," kata Wahyu di lokasi, Sabtu (19/11/2024).
Empat Orang Ditangkap
Polisi menyita sejumlah peralatan laboratorium dan mesin produksi yang digunakan untuk mengolah hasis, ganja, dan pil happy five. Ada juga bahan kimia dan lainnya yang digunakan untuk meracik hasis dan pil happy five hingga siap diedarkan.
"Dari informasi pengiriman mesin cetak, pods system, dan precursor atau bahan kimia, dapat diprediksi bahwa mesin tersebut digunakan untuk produksi besar," kata Wahyu.
Tak hanya barang bukti berupa hasis dan pil happy five siap edar, serta peralatan produksinya. Sebanyak empat orang turut diamankan dalam pengungkapan kasus itu.
Mereka adalah MR (30), RR (25), NP (27), dan Denny Akbar Hidayat alias DA (28). Selain mereka, ada lagi mpat rang lagi berinsial DOM, MAN, RMD, dan IC. Polisi masih memburu mereka hingga kini.
Bahan Baku dan Peralatan Dibeli dari China
Pabrik narkoba di vila Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Bali, yang digerebek polidi mendapatkan bahan baku dan alat dari China. Bahan baku dan peralatan itu dipakai untuk memproduksi hasis 1.000 kilogram (kg) lebih dan 3,2 juta butir pil koplo happy five.
Bahan kimia serta alat-alat laboratorium lainnya yang sebagian besar didatangkan dari Cina dikirim dari luar negeri melalui cargo Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan sebagian lainnya dari dalam negeri," kata Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada di lokasi, Selasa (19/11/2024).
Dengan bahan baku dan peralatan itu, pabrik tersebut mampu memproduksi memproduksi narkoba dengan total nilai Rp 1,5 triliun. Namun, Wahyu menduga kapasitas pabrik narkotika itu lebih tinggi.
Sebab, karena masih ada peralatan yang tidak sempat terpakai karena keburu digerebek. Beberapa mesin pengolah atau pencacah daun ganja menjadi bubuk ganja yang bahkan masih dibuka segelnya karena belum digunakan.
"Masih ada segelnya. Maka, daripada mesin yang belum dipakai, akan memproduksi yang lebih besar lagi, kami lakukan preventive strike," kata Wahyu.
Mampu Hasilkan 4.000 Pil Happy Five per Jam
Wahyu mengungkapkan laboratorium narkoba rahasia (clandestine drugs laboratory) di vila Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Bali, mampu memproduksi 4.000 pil happy five per jam. Ribuan pil haram itu dihasilkan dari dua alat cetak yang mampu mencetak 0,3 gram bahan baku menjadi pil happy five.
"Ada dua unit alat pencetak tablet happy five. Dengan kemampuan satu alat itu, bisa mencetak 4.000 butir per jam," kata Wahyu.
Dengan kapasitas produksi tersebut, lab narkoba itu mampu memproduksi sebanyak 3,2 juta butir happy five. Ekstasi itu diproduksi dari 107 kilogram (kg) bahan baku. Selain itu, juga mampu memproduksi 1.063,9 kg hasis dan 29 kg ganja sebagai bahan baku hasis.
Semua narkotika yang diproduksi di pabrik itu akan diedarkan di kafe-kafe di Bali, Jawa, dan luar negeri. Rencananya juga akan diedarkan saat malam Tahun Baru 2025.
"Rencananya akan diedarkan di Bali, beberapa tempat di Jawa, termasuk dikirim ke luar negeri. Ada indikasi mereka berencana memproduksi (narkotika) dengan jumlah yang besar, untuk menghadapi perayaan tahun baru," ungkapnya.
Ada Hasis Cair Dicampur ke Rokok Elektrik
Wahyu menjelaskan Mr dan kawan-kawan mengesktraksi setiap 1.000 gram atau 1 kg ganja menjadi 200 gram hasis. Tiap 1 gram hasis dibanderol US$ 220 atau Rp 3,5 juta.
Hasis murni dan pil happy five itu rencananya akan diedarkan di sejumlah kafe di Bali. Barang haram itu juga akan diedarkan ke sejumlah tempat di Jawa dan di luar negeri.
Namun, ada juga hasil olahan berupa hasis cair yang dicampur ke dalam cairan rokok elektrik atau vape liquid.
"Yang menarik di sini adalah pengisian cartridge pods (untuk rokok elektrik atau vape)," kata Wahyu.
Dia tidak menjelaskan berapa harga liquid vape yang dijual setelah dicampur hasis cair. Yang pasti, harga liquid vape yang sudah dicampur hasis harganya lebih mahal ketimbang liquid biasa di pasaran.
Para pengedar sengaja memanfaatkan liquid vape untuk menyamarkan peredaran hasis itu sendiri. Menurut mereka, penggunaan vape di Indonesia tidak dilarang.
Sehingga, cara mencampurkan hasis cair ke dalam liquid vape itu menjadi cara aman pengedar dalam mengedarkan narkobanya. Mereka menyasar para pemuda melalui modus itu.
"Pods system yang biasanya digunakan sebagai lat untuk vaping dengan tampilan yang modern dan praktis, seringkali dianggap sebagai barang biasa yang tidak mencurigakan. Tapi justru ada yang sudah dimodifikasi menjadi media untuk mengkonsumsi narkoba," katanya.
Karenanya, dia mengimbau masyarakat agar berhati-hati dengan produk liquid vape yang beredar. Konsumsi narkoba dalam bentuk apapaun akan tetap terdeteksi dengan alat tes urine.
Diintai Selama Dua Bulan
Wahyu menuturkan, penggerebekan laboratorium narkotika di Uluwatu, Bali, itu berawal dari pengungkapan kasus serupa di Yogjakarta pada September 2024. Hasil dari penggerebekan itu diperoleh informasi bahan baku yang dipakai untuk memproduksi 25 kg hasis, salah satunya didapat dari Bali.
Berbekal informasi itu, polisi lalu bergerak ke Bali. Tak lama, korps baju hijau menemukan lokasi laboratorium rahasia yang berada di sebuah tempat di Jalan Gatot Subroto, Denpasar Utara.
"Namun, belum sempat digerebek, MR dan kawan-kawan sudah memindahkan laboratoriumnya ke Kelurahan Padangsambian, Denpasar Barat," ungkapnya.
Hingga ketika MR dan kawan-kawan Kembali memindahkan laboratoriumnya di Uluwatu, saat itulah polisi akhirnya bergerak menggerebek mereka, setelah dua bulan beroperasi di Bali.
"Modus operandi produksi narkoba dengan membangun clandestine lab di tengah pemukiman penduduk, bertujuan menyamarkan perbuatannya," katanya.