Jakarta -
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) baru dilaksanakan 2025, ternyata Badan Gizi Nasional (BGN) menemukan adanya oknum yang sudah mencari peluang jadi broker. Begini kata staf khusus BGN.
Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku Staf Khusus Badan Gizi Nasional membagikan kabar terbaru persiapan MBG kepada detikfood (6/11/2024) dalam rangkaian Jelajah Gizi 2024. Pihaknya mengatakan sudah melakukan kerja sama dengan Komando Distrik Militer (Kodim) yang ada di tingkat kabupaten untuk menyediakan makanan bagi siswa sekolah.
Di Pulau Jawa saat ini sudah ada 50 titik pelayanan, sedangkan di luar Pulau Jawa sekitar 32 titik pelayanan. Di tiap titik pelayanan targetnya dapat melayani 2.500-3.000 siswa.
Meski MBG belum berjalan, ternyata sudah ada oknum-oknum yang ingin menyalahgunakannya. Disebut Prof. Ikeu ia mendapat laporan kalau ada oknum yang menawarkan masyarakat untuk mengambil peluang jadi pengelola dapur MBG.
Program Makan Bergizi Gratis masih terus diujicoba sebelum dilaksanakan Januari 2025. Foto: Andhika Prasetia |
"Ada beberapa yang saya dengar ya. Jadi oknum ini menawarkan mau nggak bikin dapur? 'Nanti boleh sama saya ke BGN, tapi kamu bayar dulu'. Nah, ada yang begitu dijadikan proyek lagi," kata Prof. Ikeu.
Karenanya sampai sekarang BGN masih menjaga data sebaran titik unit pelayanan MBG agar tidak disalahgunakan. "Jadi ada yang seperti broker gitu lah ya, padahal BGN tidak butuh broker," ujar Prof. Ikeu.
Artinya mereka yang berminat bisa mengajukan sendiri jika ingin jadi dapur pengelola MBG. Nantinya BGN akan memeriksa apakah lokasi dapur itu sama dengan titik yang ada di BGN.
"Jadi BGN itu kan sudah melihat secara geospasial ya. Jadi dapur itu tuh ada di titik-titik yang sudah ditentukan Jadi gak sembarangan, oh saya mau bikin dapur di sini gak bisa. Ada perhitungannya. Karena ada perhitungan harus melayani 3.000 anak gitu kan," jelas Prof. Ikeu.
Susu belum tentu dimasukkan dalam program MBG. Foto: Hilalia Kani Juliana |
Program MBG juga sempat disebut-sebut bakal menyertakan susu. Menurut Prof. Ikeu, susu belum pasti ada di menu MBG karena konsepnya masih terus dikaji agar susu terjamin pasokannya tanpa perlu impor dan nantinya bakal membebani negara.
Pengkajian ini menurut Prof. Ikeu harus melibatkan lintas sektoral, seperti misalnya ke Dirjen Peternakan, Bappenas, Kementerian Koperasi, dan lembaga-lembaga lain yang terkait.
Nantinya kalaupun tidak ada susu dalam MBG, angka kecukupan gizi dalam MBG tetap dijamin. "Maju mundur itu sebenarnya apakah mau dikasih susu atau tidak. Tapi kalau makanan harus memenuhi yang tadi, 20-30%. Jadi kalau misalnya tidak ada susu berarti proteinnya dialihkan ke yang lain," tutup Prof. Ikeu.
(adr/odi)