Jakarta -
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana merespons berbagai persoalan terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG). Salah satu yang disoroti adalah kasus keracunan yang menimpa sejumlah anak suai mengonsumsi MBG.
Dadan menjelaskan, terjadinya keracunan disebabkan oleh masalah teknis yang disebutnya perlu dimaklumi. Menurutnya beberapa orang yang terlibat dalam pengolahan makanan belum terbiasa menyediakan makanan dalam jumlah besar, ditambah kurangnya pelatihan yang memadai.
"Itu memang hal-hal yang teknis, yang ini harus dimaklumi. Kenapa? Karena waktu kami melakukan uji coba, ibu-ibu yang biasa masak di rumah untuk 5 orang, begitu masak untuk 1.000 orang dan 3.000 orang, butuh waktu tiga bulan sampai dia betul-betul bisa dengan kematangan yang benar, dengan rasa yang pas, karena itu tidak mudah," katanya dalam Agrinnovation Conference dan Rakernas Pemuda Tani di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (22/2/2025).
Oleh karena itu, Dadan menyarankan pihak yang ingin terlibat dalam program MBG dan menjadi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk mulai secara bertahap dari skala kecil terlebih. Hal ini demi memastikan penyediaan makanan untuk MBG terlaksana dengan baik.
Dadan juga menyebut banyaknya katering yang menemukan hal-hal tidak terbiasa usai bergabung sebagai mitra program MBG. Beberapa katering disebut kewalahan dalam menjalankan tugasnya.
"Karena mereka tidak pernah mencuci ompreng, jadi mereka akhirnya mencuci sampai 14 jam. Kami yang sudah pengalaman, tahu tips and triknya, sehingga mereka yang sudah biasa di katering pun, harus kita kasih tahu bahwa mencuci omprengnya seperti itu," tambahnya.
Dadan mengakui program MBG memang masih perlu dievaluasi oleh pemerintah. Ia lalu menyebut setiap kali ada kejadian berkaitan dengan MBG maka pihaknya langsung berupaya mencarikan solusi.
Isu lain yang direspons Dadan adalah penemuan ulat pada menu MBG di Sumatera Selatan. Menurut Dadan, hal itu tidak seharusnya terjadi karena ulat tersebut sampai keluar ke ompreng atau wadah tempat makanan.
"Ya, contoh kemarin ada misalnya kasus belatung di Palembang. Saya ahli entomologi, paham betul. Tidak mungkin belatung hidup di luar omprengnya," imbuh Dadan.
Atas kejadian ini, BGN memerintahkan untuk meningkatkan SOP demi memastikan pengawasan terhadap MGB. Saat ini setiap kali makanan akan dikirim maka harus ada dokumentasi berupa foto dan video.
"Nah, sekarang ditambah lagi SOP-nya. Setiap kali mau mengirim makanan, divideokan semuanya, foto semuanya. Karena kok tiba-tiba begitu sampai di sekolah, kenapa ada ompreng yang ada belatungnya," tambah dia.
"Itu hal yang tidak normal yang sudah mulai terjadi. Itu meningkatkan SOP kami setiap hari, dan kami selalu pagi hari melakukan pelayanan, sorenya langsung rapat bersama seluruh Indonesia. Jadi ini program yang sangat terkontrol," tegas Dadan.
Menurutnya, BGN telah memeriksa sampel makanan di SPPG dan memastikan tidak ada ulat. Kalau pun ada maka seharusnya ulat tersebut mati.
Sebelumnya, dikutip dari detikSumbagsel, menu MBG di SDN 7 Tebing Tinggi, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan, diduga basi dan berulat. Hal ini membuat 8 siswa mengalami pusing, sakit perut, mual serta muntah.
Ketua DPD Perkumpulan Penyelenggara Jasaboga Indonesia (PPJI) Sumsel sekaligus penanggung jawab dapur umum MBG Evie Hadenli mengatakan terkait adanya makanan yang diduga basi dan ada ulat masih menunggu hasil laboratorium.
"Sampel sudah dibawa ke BPOM untuk diperiksa dan kami masih menunggu hasil lab," ujar Evie, Rabu (19/2/2025).
(ily/ara)