Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengungkapkan 73.432 hektare lahan terlantar siap untuk perumahan. Namun, tidak akan memakai lahan pertanian. [747] url asal
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyampaikan terdapat 73.432 hektare lahan indikasi tanah terlantar yang bisa digunakan untuk perumahan. Hal ini tentu bisa membantu realisasi Program 3 Juta Rumah.
"Saya akan menyampaikan peta tanah yang telah kami tetapkan menjadi tanah terlantar yang bisa dipakai untuk menunjang program perumahan," kata Nusron saat hadir di acara Halal Bihalal Keluarga Besar Realestate Indonesia di Hotel Sheraton, Jakarta, Senin (21/4/2025).
Ia menyadari apabila ingin mendukung Program 3 Juta Rumah, maka pemerintah perlu menyediakan lahan dengan harga yang murah. Lahan tersebut, kata Nusron, tidak lain dan tidak bukan adalah lahan pertanian.
Namun, negara menentang keras penggunaan lahan pertanian seperti sawah untuk dipakai sebagai perumahan. Sebab, pemakaian lahan sawah menjadi perumahan atau fungsi lain berseberangan dengan tujuan pemerintah yang tengah mengusahakan ketahanan pangan.
"Tanah di bawah Rp 500 ribu per meter, apa? Sawah. Maka mau tidak mau harus minta LSD (Lahan Sawah Dilindungi). Maka saya katakan, demi ketahanan pangan, maka lawannya 3 Juta Rumah," ujarnya.
Kementerian ATR/BPN akhirnya membuat rumusan untuk melindungi lahan persawahan tersebut agar tidak cepat menyusut imbas permintaan perumahan yang semakin tinggi.
Pihaknya memiliki peta data Lahan Baku Sawah (LBS) yakni lahan baru, sama dengan lahan eksisting yang sudah terpetakan dari awal yakni sekitar 8,5 juta hektare. LBS ini merupakan data yang belum ter-update dengan kondisi di lapangan.
Kenyataannya banyak lahan sawah telah beralih fungsi menjadi tempat berdirinya bangunan, jalan, dan lainnya. Tanah-tanah yang sudah berubah fungsi tersebut akan masuk dalam data yang mereka sebut sebagai Lahan Sawah Dilindungi (LSD).
"Hasil verifikasi ulang secara fisik menunjukkan adanya perubahan. Biasanya LSD menyisakan sekitar 92-93 persen dari LBS, jadi sekitar 7 persen sudah hilang," jelasnya.
Setelah itu, ada lagi sebutannya Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yakni sawah yang sudah direkomendasikan oleh Bupati sebagai lahan pertanian permanen, atau akan menjadi lokasi persawahan selamanya.
"Namun, apakah sawah permanen ini bisa berubah? Bisa, jika ada program prioritas nasional seperti program pembangunan 3 juta rumah. Namun, pemohon harus mengganti dengan mencetak sawah baru dengan tingkat produktivitas yang sama. Bukan luas yang sama lho, ingat," ujarnya.
Dari pemetaan ini didapatkan bahwa LBS nilainya adalah 100 persen lahan untuk sawah yakni 8,5 juta. Lalu jumlah LSD sudah berkurang karena adanya peralihan fungsi menjadi 93 persen. Ada pun nilai sawah yang harus dipertahankan atau LP2B adalah 87 persen dari LSD. Maka, dari itu, selisih antara LSD dengan LP2B adalah 13 persen yang bisa digunakan sebagai lahan 'kosong' yang bisa dimanfaatkan.
Kata Nusron, nilai lahan sebesar 13 persen tersebut tidak bisa digunakan semua untuk perumahan. Sebab, banyak permintaan pasti berdatangan dari berbagai kalangan, seperti ada yang ingin menggunakan lahan tersebut sebagai sekolah, rumah sakit, dan hal-hal yang diklaim bermanfaat untuk masyarakat luas. Melihat permintaan yang tinggi, Kementerian ATR/BPN akan memilih yang paling bermanfaat.
"Untuk perumahan yang bisa kita pakai ada sekitar 73.432 hektare. Yang sudah ditetapkan dan bisa bapak-bapak bisa tengok ada itu ada 14.490 hektare," sebut Nusron.
Nusron menampilkan daftar provinsi yang sudah menyerahkan tanah terlantar yang bisa digunakan untuk program 3 Juta Rumah yakni ada di 33 provinsi.
Selanjutnya, tanah terlantar yang sudah dikumpulkan akan diserahkan kepada Badan Bank Tanah. Masyarakat yang ingin membeli tanah tersebut bisa membeli melalui Badan Bank Tanah. Ada pun untuk penentuan harga tanahnya akan melihat dari zona nilai tanah (ZNT).
"Tanah ini nantinya akan diserahkan kepada Bank Tanah. Sekalian transaksinya dengan Bank Tanah kecuali fasum dan fasosnya karena sebelum diserahkan sama Bank Tanah harus diambil dahulu 30 persen untuk kepentingan reforma agraria agar tidak terjadi konflik," ungkap Nusron.
Pemerintah mendalami hilangnya 32 situ di Bekasi-Bogor, sebagian telah menjadi perumahan. Menteri PU menjelaskan kondisi dan penyebabnya. [376] url asal
Pemerintah masih melakukan pendalaman terhadap kasus 32 situ di kawasan Bekasi dan Bogor, Jawa Barat, yang menghilang. Sebagian di antaranya kini sudah berubah menjadi perumahan.
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, saat ini kondisi 32 situ tersebut cukup beragam. Beberapa di antaranya ada yang berubah menjadi perumahan.
"Sebagian perumahan, sebagian jadi apa yang lain. Karena sedimentasi juga jadi tidak semuanya perumahan," kata Dody, ditemui di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Dody menjelaskan, pada mulanya kondisi 32 situ yang lenyap ini ditemukan dari hasil komparasi data Google Maps. Pihaknya membandingkan kondisi dari Google Maps beberapa tahun lalu dengan yang eksisting.
Hingga saat ini, kondisi menghilangnya situ di kawasan DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten masih dalam pembahasan bersama dengan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dan pemerintah daerah (Pemda) terkait.
"Itu kan sesuatu yang lagi kita bahas terus-terusan sama Menteri ATR, sama gubernur, kemarin kan sama Gubernur DKI Jakarta (Pramono Anung), Gubernur Jawa Barat (Dedk Mulyadi), sekarang sama Gubernur Banten Andra Soni banten hari ini," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid juga sempat menyinggung tentang hilangnya 32 situ tersebut. Data itu dibahas bersama saat Rapat Koordinasi (Rakor) tanah dan pengendalian banjir beberapa waktu lalu.
"Kemarin sudah ada 32 situ di kawasan Jawa Barat, Wetan Jakarta ini, Timur Jakarta Yang hilang," kata Nusron, dalam media gathering di Kantor ATR/BPN, Jakarta Selatan, Rabu (19/3/2025).
Nusron mengaku belum mengetahui secara detail penyebab dari hilangnya situ-situ tersebut karena belum melakukan pengecekan satu per satu. Dalam waktu dekat, ia akan kembali melangsungkan rapat bersama Gubernur Banten dalam rangka pengecekan.
"Hari Jumat nanti saya rapat dengan Gubernur Banten (Andra Soni), saya mau hitung lagi yang Banten ada berapa, baru kita lihat detailnya satu per satu," ujar dia.
"Ya kan lokasinya, karena situnya udah nggak ada, kita nggak tahu dulunya di mana. Saya kan baru juga di sini. Nanti akan saya tanya ini dulu di mana sih letak situnya, sekarang jadi apa. Nanti akan saya pelajari satu per satu," sambungnya.
Ia juga belum dapat memastikan bagaimana alih fungsi lahan di kawasan tersebut sehingga situ-situ tersebut bisa menghilang. Sebab dalam rapat kemarin, pihaknya berfokus pada persoalan sungai dan sempadan sungai di kawasan Kali Bekasi.
Kuota untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan ditetapkan sebanyak 220.000 unit untuk tahun depan. Hal ini berdasarkan dana eksisting yang tersedia. [429] url asal
Kuota untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ditetapkan sebanyak 220.000 unit untuk tahun depan. Hal ini berdasarkan dana eksisting yang tersedia.
Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 28,2 triliun untuk disalurkan 220.000 unit rumah melalui skema FLPP.
"Di tahun 2025 pemerintah melalui BP Tapera telah mengalokasikan dana Rp 28,2 triliun yang ditargetkan dapat disalurkan untuk 220 ribu unit rumah dengan skema saat ini 75% APBN, 25% perbankan," kata Heru dalam acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama KPR Sejahtera FLPP dengan Bank Penyalur dan Asosiasi Pengembang Perumahan 2025 di Auditorium Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta Selatan, Senin, (23/12/2024).
Menurutnya, kuota FLPP bisa didapat lebih banyak lagi apabila skema pendanaan yang ada diubah menjadi 50% dari APBN dan 50% dari perbankan. Dengan skema tersebut ditargetkan kuota FLPP yang disalurkan bisa menjadi lebih dari 300.000 unit. Namun, skema tersebut masih terus digodok oleh pihaknya dan perbankan.
Heru berharap, penyaluran FLPP sudah bisa dilakukan pada awal Januari 2025. Hal ini sebagai langkah untuk mendukung Program 3 Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Awal Januari 2025 mendatang, perbankan sudah dapat melaksanakan akad FLPP. Untuk itu mohon kesiapan dari para stakeholder terutama perbankan dan pengembang untuk memastikan bahwa rumah sudah ready stock. Upaya ini merupakan terobosan nyata arahan bapak menteri dalam rangka mempercepat realisasi flpp untuk mendukung program 3 juta rumah," ungkapnya.
Dalam acara ini hadir juga Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait; Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban; Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi; para pengembang perumahan; dan 39 bank penyalur.