Jakarta - Wakil Presiden Gibran Rakabuming meninjau pelaksanaan makan bergizi gratis (MBG) di SMP Negeri 174 dan SMA Negeri 58 Jakarta yang berlokasi di Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, pada Rabu (19/02/2025). Ia ingin memastikan kelayakan menu makanan yang tersedia untuk anak-anak sekolah.
Nampak sejumlah makanan yang disediakan pada SMP Negeri 174 meliputi nasi, ayam goreng, tahu semur, sayur sawi, dan buah salak, dengan sekotak susu. Sementara pada SMAN 58 Jakarta, menu yang disajikan adalah nasi, ayam katsu, tahu, sayur buncis, dan buah pisang.
"Apabila tidak habis dimakan, makanan dapat dibungkus dan dibawa pulang," pesan Wapres Gibran, mengimbau untuk tidak memiliki kebiasaan gemar membuang makanan.
BACA JUGA:
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama sisa makanan di sekolah sebaiknya diproses menjadi limbah yang bisa kembali dimanfaatkan. Ia meminta pemerintah agar berhati-hati untuk menyarankan membawa sisa makanan MBG.
Pasalnya, dalam beberapa kasus, kondisi sisa pangan yang dibawa pulang sudah tidak lagi higiene dan bahkan bisa memicu keracunan. Kebiasaan untuk tidak membawa sisa makanan juga diterapkan di beberapa negara, salah satunya Jepang.
"Kita biasa kalau makan di restoran dan tidak habis, maka kita akan minta dibungkus untuk dibawa pulang. Di beberapa restoran di Jepang berbeda hal nya. Di salah satu restoran di kota Otaru, daerah Hokaido yang penuh bersalju tinggi di bulan Februari ini maka besar-besar tertulis, mengizinkan makanan yang tidak habis untuk dibawa pulang. Ini untuk mencegah keracunan makanan," sorot Prof Tjandra, dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Jumat (21/2/2025).
"Kita ingat bahwa pernah juga diberitakan kejadian pada jatah makan Jamaah Haji kita yang disimpan beberapa waktu dan waktu dimakan sudah agak basi dan menimbulkan sakit perut dan lain-lain."
Prof Tjandra berharap, program baik MBG bisa diberikan tepat sasaran secara berhati-hati dengan tetap memastikan keamanan pangan atau food security. Bila kasus keracunan pangan terjadi, pemberian MBG malah membahayakan siswa.
"Dari sekarang baik kalau kita berhati-hati, ingatkan bahwa makanan harus dihabiskan saja di tempat pembagiannya, jangan disimpan untuk dibawa pulang. Ingat, ini program makanan bergizi, perlu antisipasi agar jangan jadi masalah kemungkinan yang tidak diinginkan dan malam jadi kontra produktif," sambung dia.
"Harus dijaga ketat oleh pengelola Makan Bergizi Gratis, sesuai konsep from farm to plate, mulai dari penyediaan bahan pangannya sampai tersaji ke depan yang akan memakannya, dan bahkan juga pengelolaan limbahnya," pungkasnya.
Dosen Pangan dan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Widjaja Lukito menyarankan Progran Makan Bergizi Gratis (MBG) diintegrasikan dengan ... [342] url asal
Program MBG ini bagus sekali, tetapi untuk efektivitas alangkah baiknya kalau terintegrasi dengan UKS misalnya, ada penyakit-penyakit apa yang menyertai siswa...
Jakarta (ANTARA) - Dosen Pangan dan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Widjaja Lukito menyarankan Progran Makan Bergizi Gratis (MBG) diintegrasikan dengan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
"Program MBG ini bagus sekali, tetapi untuk efektivitas alangkah baiknya kalau terintegrasi dengan UKS misalnya, ada penyakit-penyakit apa yang menyertai siswa, sehingga intervensinya tepat," katanya ditemui usai Simposium Pangan Nasional di Jakarta, Senin.
Ia juga menegaskan Program MBG mesti memperhatikan kebutuhan kalori masyarakat yakni 30-50 persen per hari.
"Makan bergizi gratis ini kan one shot, kalau kalori tinggi maka kebutuhan biayanya juga semakin tinggi, tetapi kalau itu bisa memenuhi kebutuhan kalori harian masyarakat maka lebih baik," ucapnya.
Kebutuhan kalori tersebut, lanjut dia, dapat dipenuhi dengan memperhatikan keragaman pangan yang berbasis kearifan lokal, karena setiap daerah tentu memiliki keunikan pangannya masing-masing.
"Program MBG juga mesti memperhatikan keragaman pangan, sekaligus menghidupkan kembali keragaman hayati kita, kita selalu menganggap makan beras atau makan nasi itu harus, padahal sumber karbohidrat lain misalnya umbi-umbian itu lebih baik untuk kesehatan usus," paparnya.
Sementara itu Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengungkapkan 4,78 persen anggota rumah tangga menurut kelas pengeluaran tahun 2024 masuk ke dalam kategori miskin, sehingga Program MBG dapat mencegah bencana demografi.
"Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi 2045. Tetapi berdasarkan data, rata-rata yang lahir adalah anak-anak dari keluarga miskin, rata-rata lama sekolah juga hanya sampai SMP, jadi kalau populasi Indonesia tidak menyiapkan MBG, maka akan menghasilkan bencana demografi," katanya.
Ia menegaskan Program MBG bukan sekadar memberikan makanan agar masuk ke dalam tubuh lalu dibuang menjadi kotoran, melainkan upaya masif pemerintah melalui BGN untuk terus menyiapkan menu bergizi seimbang sebagai investasi sumber daya manusia ke depan.
"Jadi ini adalah investasi besar-besaran Pemerintah Indonesia terhadap sumber daya manusia, nah ini mengapa kita memberikan makan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak balita sampai SMA," tuturnya.