Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) telah resmi dibentuk di era Presiden Prabowo Subianto, terpisah dengan Kementerian Pekerjaan Umum. Pengembang Realestat Indonesia (REI) menyambut baik hadirnya Kementerian PKP dan menyebut ini sebagai perhatian yang positif dari pemerintah terhadap sektor perumahan di Indonesia.
Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto mengatakan kehadiran kementerian yang mengurusi sektor perumahan merupakan bentuk keseriusan dan keberpihakan pemerintah dalam mendorong percepatan pembangunan rumah rakyat dari kota hingga desa, serta memberikan kepastian bagi pelaku usaha di sektor perumahan.
"Adanya kementerian sendiri ini patut kita syukuri, karena berarti ada keseriusan dan perhatian pemerintah terhadap industri perumahan nasional setelah melihat bahwa sektor perumahan ternyata memiliki daya ungkit terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, menyerap banyak tenaga kerja, menekan stunting pada anak dan efektif mendukung pengentasan kemiskinan. Itu semua inline dengan semangat propertinomic REI," kata Joko seperti yang dikutip pada Jumat (24/10/2024).
Menurut Joko, adanya kementerian khusus perumahan mendorong akselerasi pembiayaan dan perbaikan regulasi menjadi lebih baik. Termasuk ada kepastian mengenai prosedur perizinan yang mudah dan cepat.
"Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman diharapkan dapat memperbaiki kekurangan dari cara-cara yang dilakukan sebelumnya agar hasil yang dicapai dapat berbeda. Kita harus sadar ada angka backlog (kekurangan pasokan rumah) sebesar 12,7 juta unit yang dalam satu dekade hanya turun di bawah 10% saja. Jadi, cara tata kelolanya jelas harus diubah," ungkapnya.
Untuk itu, dibutuhkan pula peran dari anggota Satgas Perumahan untuk mendorong kementerian yang saat ini telah terbentuk menyiapkan ekosistem pasokan (supply) dan permintaan (demand) perumahan agar bisa berjalan lebih cepat, lebih terukur, dan lebih akomodatif. Ekosistem perizinan yang selama ini masih tersebar di beberapa kementerian/instansi pemerintah juga dapat segera direlaksasi, dilakukan simplifikasi, dan diharmonisasi.
Nantinya REI berencana ingin mengatur agenda duduk bersama dengan setidaknya 5 kementerian yang berhubungan dengan sektor perumahan. Kelima kementerian itu antara lain Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM sebagai pengelola Online Single Submission (OSS) atau Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
"Perlu ada kesamaan dalam membaca data dan fakta. Karena selama ini untuk mengurus perizinan Amdal saja bisa lebih dari enam bulan, sehingga kalau paralel seluruh perizinan selesainya paling cepat setahun. Kami sudah sering memitigasi problem mendasar terkait perizinan, dan ini harus dituntaskan dulu," ujar Joko Suranto.
Selain itu, REI juga akan memberikan program coaching dan mentoring sebagai bentuk partisipasi dalam realisasi program 3 juta rumah. Lewat program ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kelompok komunitas desa dalam membangun rumah sesuai standar pemerintah.
Sebelumnya, Satgas Perumahan sempat mengungkapkan pembangunan rumah di pedesaan akan diprioritaskan bagi masyarakat yang sudah memiliki tanah tetapi belum bisa membangun. Nantinya akan ada mekanisme subsidi angsuran dari pemerintah termasuk untuk masyarakat yang bekerja di sektor informal (berpenghasilan tidak tetap). Selain itu, program ini akan menyasar pembangunan rumah tidak layak huni (RTLH) yang menurut data mencapai 26 juta rumah.
REI juga akan mendukung pembangunan 1 juta rumah di perkotaan yang diarahkan ke hunian vertikal (high rise). Rencananya pembangunan apartemen ini akan dilakukan di atas lahan milik pemerintah, BUMN maupun BUMD yang sudah diinventarisasi.
"Data Satgas Perumahan, di DKI Jakarta saja ada 140-an pasar yang di atas lahan tersebut bisa didorong untuk lahan pembangunan hunian. Tanah sitaan dari Kejaksaan Agung pun memungkinkan, namun legalitasnya harus sudah clear and clean dulu," jelas Joko Suranto.
Permintaan hunian di perkotaan dinilai sangat besar. Pasalnya, ke depan hampir 70% masyarakat Indonesia akan tinggal di perkotaan, namun lahannya semakin terbatas. Oleh karena itu, arah pembangunan hunian harus tegas diarahkan ke penyediaan apartemen terjangkau agar masyarakat lebih dekat ke lokasi bekerja.