Dahulu, tempat ini adalah perumahan elite milik karyawan bengkel kereta zaman Belanda di Medan. Namun kini, kondisinya sangat sepi dan mencekam. [885] url asal
Dahulu, tempat ini adalah perumahan elite milik karyawan bengkel kereta zaman Belanda di Medan. Namun kini, kondisinya sangat sepi dan mencekam.
Sepi dan mencekam adalah kesan pertama yang terlintas saat menapaki kaki di Jalan Bundaran, Kelurahan Pulo Brayan Bengkel, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.
Padahal saat itu matahari baru sedikit condong ke arah Barat. Sejumlah rumah besar berlantai 2 tegak berdiri di areal Jalan Bundar tersebut. Rumah-rumah bernuansa kolonial Belanda itu terlihat kusam dan tidak terawat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada juga rumah yang sudah hancur, tinggal dindingnya saja. Kondisi jalan yang tidak diaspal dan becek, ternyata sudah tidak bisa dilalui kendaraan lagi karena tertutup semak belukar.
Sesuai namanya, Jalan Bundar berbentuk bundar. Jika ingin menyusuri semua sisi, kita harus masuk dari Jalan Pertahanan dan dari Jalan Bengkel/Jalan Lampu.
Kondisi rumah mewah di masanya itu sudah seperti tidak terurus. Di sekitar rumah yang tidak habis dihitung dengan jari itu terlihat banyak tumbuh rumput maupun pohon yang menambah kesan horor.
Selain itu, terdapat juga rumah-rumah yang berukuran kecil yang dari kondisinya juga sudah berumur. Rumah-rumah kecil itu seperti komplek perumahan yang tersusun seperti satu blok.
Perumahan Elit Bengkel Kereta Api Kolonial Belanda di Medan (Nizar Aldi/detikcom)
Dari rumah yang ada, PT KAI terlihat memiliki satu bangunan di lokasi itu yang diberi Mes Bundar. Mes itu berada di antara Jalan Bundar dengan Jalan Bengkel dan dirawat dengan baik.
Di sekitar lokasi, terdapat menara air yang cukup besar. Konon menara air tersebut digunakan sebagai penampungan air bagi perumahan karyawan bengkel kereta api di masa lalu dan saat ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Wali Kota Medan Bobby Nasution.
Menurut warga sekitar, Yusuf (63), rumah-rumah di sana sudah lapuk dan kemudian ambruk. Yusuf sendiri telah tinggal selama 40 tahun di salah satu pintu masuk ke Jalan Bundar.
"Iya hancur, lapuk tumbang," kata Yusuf.
Banyak rumah di lokasi itu sudah tidak ditempati lagi. Yusuf tidak tahu pasti berapa jumlah rumah peninggalan kolonial Belanda di areal itu.
"Kera (hitung) aja, yang besar-besar itu, di depan ada, di sana ada," ucapnya.
Penjelasan Sejarawan
Sejarawan Universitas Sumatera Utara (USU) M Azis Rizky Lubis mengatakan jika keberadaan perumahan elit itu awalnya diperuntukkan bagi karyawan bengkel kereta api yang ada di sekitar lokasi pada zaman kolonial Belanda.
Namun, pembangunannya tidak bersamaan dengan perusahaan kereta Deli Spoorweg Matschappij terbentuk di tahun 1886.
"Jadi memang keberadaan komplek perumahan itu tidak terlepas dari pembangunan kereta api di Kota Medan, tetapi bukan berarti ketika saat Deli Maatschappij kemudian membentuk anak perusahaan namanya Deli Spoorweg Matschappij itu (perumahan) langsung di bangun," kata M Azis Rizky Lubis.
Rel kereta api yang menghubungkan Medan dengan Labuhan sendiri dibangun 1886. Namun komplek perumahan di Jalan Bundar baru dibangun pada 1919 saat pembentukan werkplaats atau bengkel kereta api di sekitar lokasi.
"Ketika pembangunan jalan kereta api pertama dari Medan ke Labuhan, itu pun belum ada lokasi, itu dia dibangun seiring dengan pembentukan bengkel kereta api di tahun 1919 atau dalam bahasa Belanda itu werkplaats," ucapnya.
Bengkel kereta api tersebut hingga saat ini masih beroperasi dan diberi nama Balai Yasa KAI Pulubrayan. Keberhasilan komplek perumahan bengkel itu disebut juga diperuntukkan bagi sekolah yang ingin mengunjungi bengkel kereta api di lokasi di masa lampau.
Perumahan Elit Bengkel Kereta Api Kolonial Belanda di Medan (Nizar Aldi/detikcom)
"Sehingga perumahan itu dibangun untuk karyawan-karyawan termasuk juga mess bagi sekolah perkeretaapian yang mau berkunjung ke situ," ujarnya.
Di sekitar komplek perumahan bagi karyawan bengkel kereta api, ada juga beberapa komplek elit bagi orang Eropa. Sebab daerah itu disebut berdekatan dengan perkebunan Helvetia.
"Di sekeliling itu juga ada komplek-komplek perumahan lain yang pada umumnya didiami oleh orang Eropa, sehingga dapat dikatakan jugalah Brayan itu termasuk kawasan yang cukup elit, karena tidak jauh dari situ kan ada perkebunan Helvetia," ujarnya.
Saat Jepang menduduki Indonesia, orang Eropa menjadi areal perumahan itu sebagai camp mengungsi. Alasannya selain karena daerah perumahan orang Eropa, lokasi itu juga dengan pelabuhan di Belawan.
"Kenapa mereka memilih basecamp-nya di situ karena di situ memang salah satu populasi orang Eropa selain yang di Polonia, karena aksesnya juga lebih dekat ke Belawan," tuturnya.
Di awal pembangunan rel kereta api Medan-Labuhan tahun 1886, belum ada stasiun di Pulo Brayan. Saat itu masih ada semacam halte bukan stasiun seperti saat ini.
Tenny Tap kembali menghadirkan cerita menyeramkan di kanal YouTube DI LUAR NALAR. Kali ini, kisah gadis bernama Tia, yang mengalami kejadian di luar akal sehat.... | Halaman Lengkap [328] url asal
Tenny Tap kembali menghadirkan cerita menyeramkan di kanal YouTube dalam episode kedua ?DILUAR NALAR?. Kali ini, kisah yang diangkat berfokus pada seorang gadis bernama Tia, yang mengalami kejadian di luar akal sehat setelah keluarganya pindah ke sebuah perumahan.
Pada awalnya, kehidupan berjalan normal. Namun, keanehan mulai terjadi ketika Daffa, adik Tia yang berusia 10 tahun, mengaku memiliki teman baru. Anehnya, tak ada satu pun anak seusianya di sekitar rumah mereka. Tia pun mulai curiga, terutama karena ia sering melihat Daffa berbicara sendiri.
Hal aneh mulai sering terjadi, ketika menjelang maghrib keluarga Tia kerap mendengar suara anak-anak bermain di taman depan rumah mereka. Namun, saat dicek, tak ada seorang pun di sana. Yang lebih menyeramkan, ayunan dan jungkat-jungkit di taman itu bergerak sendiri seolah ada yang menaikinya.
Keadaan semakin mencekam ketika pada suatu malam, Tia terbangun dan melihat sosok tinggi kurus berdiri di samping tempat tidur Daffa. Dalam kepanikan, ia memberitahukan ibunya, tetapi ibunya tidak percaya. Sejak saat itu, gangguan semakin intens terjadi. Daffa menjadi semakin aneh, sering berbicara sendiri dan melamun, hingga suatu hari Daffa hilang.
Tidak hanya Daffa, Tia mulai menyadari bahwa perumahan mereka menyimpan banyak tragedi. Warga sekitar sering dikejutkan dengan peristiwa ?mengakhiri hidup sendiri? yang berulang kali terjadi. Dari seorang kakek yang kesepian, sahabatnya, hingga tetangga yang hanya berjarak dua rumah.
Seakan ada kekuatan misterius yang mendorong orang-orang untuk mengakhiri hidup mereka. Puncaknya terjadi saat Tia mulai mendengar bisikan di telinganya yang mengajak Tia untuk melakukan hal tragis. Tia menyadari ada godaan besar di perumahan ini.
Melalui episode ini, Tenny TAP TV memberikan pesan penting bahwa kita harus menjaga kesehatan mental dan tidak menyerah dalam menghadapi masalah. Tidak ada masalah yang tidak memiliki jalan keluar, dan meminta bantuan kepada orang terdekat adalah langkah yang bisa dilakukan.
Ada apa dengan perumahan ini? Saksikan cerita lengkapnya di episode ?AKIBAT NURUTIN BISIKAN TEMAN IMAJINASI? hanya di YouTube TENNY TAP TV. Jangan lupa like, komen, dan subscribe agar tidak ketinggalan cerita-cerita ?DILUAR NALAR? berikutnya!
Melihat perumahan elit karyawan kereta api di Medan, peninggalan Belanda yang kini terabaikan. Temukan sejarah dan kondisi bangunan yang memprihatinkan. [674] url asal
Di Kota Medan, banyak sekali bangunan peninggalan Belanda yang masih bisa dikunjungi hingga saat ini. Salah satunya adalah perumahan elite karyawan kereta api di Jalan Bundaran, Kelurahan Pulo Brayan Bengkel, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.
Namun, saat ini perumahan tersebut jauh dari kata mewah, apalagi modern. Bahkan perumahan ini terkesan mencekam dan horor. Dilansir detikSumut, akses menuju ke lokasi tidak beraspal, becek, dan banyak semak belukar. Bahkan untuk dilalui kendaraan cukup sulit.
Kamu bisa memasuki perumahan elite karyawan kereta api ini dengan berjalan kaki. Di sana kamu dapat melihat beberapa bangunan termasuk perumahan yang dimaksud.
Terdapat sejumlah rumah besar berlantai 2 di area Jalan Bundar. Rumah-rumah tersebut seperti rumah pada masa kolonial Belanda. Sayangnya pada bagian fasad terlihat kusam dan tidak terawat.
Ada pula rumah-rumah yang berukuran kecil. Rumah-rumah ini tersusun seperti komplek perumahan yang jumlah membentuk satu blok. Sayangnya, kondisinya sama dengan rumah tadi, tidak terawat dan berjamur.
Meskipun kebanyakan bangunan bekas kolonial Belanda di area tersebut sudah tidak terurus, tapi masih ada kehidupan di sana. PT KAI masih memelihara salah satu bangunan di lokasi tersebut yang diberi Mes Bundar. Mes itu berada di antara Jalan Bundar dengan Jalan Bengkel.
Perumahan Elit Bengkel Kereta Api Kolonial Belanda di Medan (Nizar Aldi/detikcom) Foto: Perumahan Elit Bengkel Kereta Api Kolonial Belanda di Medan (Nizar Aldi/detikcom)
Tidak jauh dari sana, terdapat menara air yang cukup besar. Dahulunya, menara tersebut berfungsi sebagai penampungan air bagi perumahan karyawan bengkel kereta api. Saat ini, menara tersebut dipertahankan dan ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Wali Kota Medan Bobby Nasution.
Bangunan-bangunan bersejarah ini bisa kamu temukan di Jalan Bundar. Ngomong-ngomong soal Jalan Bundar, ternyata seperti namanya, jalanan ini berbentuk bundar lho. Jika ingin menyusuri semua sisi, kamu bisa masuk dari Jalan Pertahanan atau dari Jalan Bengkel/Jalan Lampu.
Lantas, apakah bangunan bekas kolonial di Jalan Bundar masih ditempati?
Menurut salah satu warga, Yusuf (63), banyak rumah di lokasi tersebut yang sudah tidak ditempati lagi. Ia sendiri tinggal di dekat Jalan Bundar selama 40 tahun.
Yusuf tidak tahu pasti berapa jumlah rumah peninggalan kolonial Belanda di area tersebut, tetapi kondisinya memang sudah tak layak. Banyak yang sudah lapuk dan beberapa ambruk.
"Iya hancur, lapuk tumbang," kata Yusuf saat ditemui, seperti yang dikutip Senin (27/1/2025).
Perumahan Elit Bengkel Kereta Api Kolonial Belanda di Medan (Nizar Aldi/detikcom) Foto: Perumahan Elit Bengkel Kereta Api Kolonial Belanda di Medan (Nizar Aldi/detikcom)
Sejarah Perumahan Elit di Jalan Bundar
Menurut Sejarawan Universitas Sumatera Utara (USU) M Azis Rizky Lubis keberadaan perumahan elit itu awalnya dibangun sebagai tempat tinggal bagi karyawan bengkel kereta api yang ada di sekitar lokasi pada masa kolonial Belanda.
Komplek ini dibangun pada 1919, jauh setelah werkplaats atau bengkel kereta api di sekitar lokasi dibangun.
"Sehingga perumahan itu dibangun untuk karyawan-karyawan termasuk juga mess bagi sekolah perkeretaapian yang mau berkunjung ke situ," kata M Azis Rizky Lubis, Kamis (23/1/2025) lalu.
Bengkel ini dibangun untuk mendukung perusahaan kereta Deli Spoorweg Matschappij yang dibentuk pada 1886. Hingga saat ini, bengkel kereta api tersebut hingga saat ini masih beroperasi dan diberi nama Balai Yasa KAI Pulubrayan.
"Jadi memang keberadaan komplek perumahan itu tidak terlepas dari pembangunan kereta api di Kota Medan, tetapi bukan berarti ketika saat Deli Maatschappij kemudian membentuk anak perusahaan namanya Deli Spoorweg Matschappij itu (perumahan) langsung di bangun," ujarnya.
Aziz menambahkan, di sekitar komplek perumahan tersebut dulunya juga terdapat beberapa komplek elit bagi orang Eropa. Sebab daerah itu disebut berdekatan dengan perkebunan Helvetia.
"Di sekeliling itu juga ada komplek-komplek perumahan lain yang pada umumnya didiami oleh orang Eropa, sehingga dapat dikatakan jugalah Brayan itu termasuk kawasan yang cukup elit, karena tidak jauh dari situ kan ada perkebunan Helvetia," ujarnya.
Kemudian, pada saat Jepang menduduki Indonesia, area perumahan itu dijadikan sebagai camp pengungsian oleh orang-orang Eropa. Alasannya selain karena dekat dengan perumahan mereka, lokasinya juga dekat dengan pelabuhan di Belawan.
"Kenapa mereka memilih basecamp-nya di situ karena di situ memang salah satu populasi orang Eropa selain yang di Polonia, karena aksesnya juga lebih dekat ke Belawan," tuturnya.