KOMPAS.com - Badan Gizi Nasional (BGN) mengumumkan rencana menghadirkan asuransi untuk para karyawan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan juga penerima manfaat Makan Bergizi Gratis (MBG).
BGN mengaku telah berkoordinasi dengan beberapa pihak untuk mematangkan rencana ini, mulai dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Terkait pemberian asuransi untuk karyawan SPPG, Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengatakan pihaknya akan bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan.
“Untuk karyawan, kami sudah bekerja sama dengan BPJS TK,” ujar Dadan, dikutip dari Kompas.com, Selasa (13/5/2025).
Ia menyebut, jumlah karyawan SPPG saat ini mencapai 52.346 orang dan skema program asuransi akan diberikan kepada semua karyawan.
Petugas SPPG diketahui memiliki tugas utama dalam memastikan kualitas dan kelancaran distribusi MBG.
Menurut Dadan, skema pembayaran premi asuransi tersebut akan dilakukan di masing-masing SPPG. Dikatakan, untuk nilai premi per orang sebulannya sudah melalui perhitungan bersama BPJS Ketenagakerjaan, yakni Rp 16.000.
Lantas, bagaimana tanggapan pengamat kebijakan publik terkait rencana pemberian asuransi bagi pekerja SPPG?
"Pekerja memang harus dilindungi"
Pengamat Kebijakan Politik UGM, Bayu Dardias Kurniadi, menyatakan dukungan terhadap rencana BGN memberikan asuransi kerja terhadap para karyawan SPPG karena pemerintah memang harus melindungi setiap pekerja.
Ia menegaskan bahwa asuransi ketenagakerjaan merupakan hak pekerja.
"Pemerintah memang wajib memberi asuransi kepada pekerjanya. Asuransi ketenagakerjaan adalah hak pekerja dan pemerintah melakukannya dengan bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan," terang Bayu saat diwawancarai Kompas.com pada Selasa (13/5/2025).
Menurut dia, angka premi yang direncanakan untuk jaminan ketenagakerjaan para karyawan SPPG senilai Rp 16.000 per bulan juga terbilang cukup kecil jika dibandingkan dengan yang dibayarkan pekerja swasta pada umumnya kepada BPJS Ketenagakerjaan.
"Preminya cukup kecil dibanding BPJS Ketenagakerjaan yang dibayarkan oleh pekerja swasta," ujar dia.
"Perjelas sumber anggaran"
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari PH&H Public Policy Interest Group, Agus Pambagio, menilai perlu diperjelas dulu mekanisme yang bakal diberlakukan dalam pemberian asuransi ketenagakerjaan bagi pekerja SPPG.
"Apakah staf SPPG itu ASN atau pegawai BGN yang punya hak dan kewajiban dengan BPJS Ketenagakerjaan? Kalau bukan pegawai BGN atau ASN, apa status pekerja SPPG sehingga mereka mendapat asuransi BPJS Ketenagakerjaan?" sambungnya.
Agus mengatakan, jika SPPG bukan ASN atau karyawan BGN, maka alasan yang mendasari mereka untuk mendapat asuransi juga perlu diperjelas.
"Kalau SPPG bukan ASN atau karyawan BGN, apa underlying-nya sehingga mereka bisa mendapatkan dukungan asuransi?" kata Agus.
Lebih lanjut, Bayu menyinggung soal anggaran yang bakal dikeluarkan untuk membentuk program asuransi MBG ini.
"Lalu siapa yang harus membayar? Di sistem asuransi, karyawan mempunyai kewajiban tertentu per bulannya. Lalu apa saja yang akan di-cover? Kalau dari APBN juga harus ada underlying peraturannya," tuturnya.