KOMPAS.com-Program makan bergizi gratis (MBG) berpotensi besar meningkatkan kemampuan fungsi kognitif siswa jika dikelola dengan baik. Namun, hal itu juga perlu diimbangi dengan pengolahan gizi dari menu makanan.
“Konsumsi makanan bergizi, seperti protein dari telur, sangat penting untuk mendukung perkembangan otak. Namun, penyajiannya juga harus diperhatikan agar anak-anak tertarik untuk mengkonsumsinya,” kata Dosen Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Toto Sudargo, M.Kes, seperti dilansir laman UGM, beberapa waktu lalu.
Ia mencontohkan, menu telur yang diolah dengan baik, seperti dadar atau orak-arik, akan memberikan manfaat lebih karena tambahan kalorinya.
Toto menekankan kualitas gizi makanan lebih diutamakan daripada kuantitas makanan saja.
“Yang penting anak-anak mau makan dan makanan tidak terbuang. Jangan sampai makanan hanya diacak-acak dan menjadi sampah,” ungkapnya.
Sementara Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Prof. Subejo menyoroti pentingnya memanfaatkan bahan pangan lokal dalam pelaksanaan program MBG.
Ia menyebut ketergantungan pada bahan impor seperti gandum menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi.
“Indonesia memiliki banyak sumber karbohidrat lokal seperti singkong, jagung, dan sagu. Jika bahan-bahan ini dimanfaatkan, kita tidak hanya mendukung ketahanan pangan tetapi juga memberdayakan petani lokal,” ujarnya.
Subejo juga menyarankan pemberdayaan desa sebagai basis distribusi makanan bergizi. Menurutnya, jika desa diberi otoritas untuk mengelola dana dan menyusun menu berbasis bahan lokal, distribusi akan lebih efisien dan dekat dengan kebutuhan masyarakat setempat.
“Mekanisme ini juga dapat mengurangi risiko makanan basi karena perjalanan distribusi yang terlalu jauh,” tambahnya.
KOMPAS.com-Program makan bergizi gratis (MBG) berpotensi besar meningkatkan kemampuan fungsi kognitif siswa jika dikelola dengan baik. Namun, hal itu juga perlu diimbangi dengan pengolahan gizi dari menu makanan.
“Konsumsi makanan bergizi, seperti protein dari telur, sangat penting untuk mendukung perkembangan otak. Namun, penyajiannya juga harus diperhatikan agar anak-anak tertarik untuk mengkonsumsinya,” kata Dosen Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Toto Sudargo, M.Kes, seperti dilansir laman UGM, beberapa waktu lalu.
Ia mencontohkan, menu telur yang diolah dengan baik, seperti dadar atau orak-arik, akan memberikan manfaat lebih karena tambahan kalorinya.
Toto menekankan kualitas gizi makanan lebih diutamakan daripada kuantitas makanan saja.
“Yang penting anak-anak mau makan dan makanan tidak terbuang. Jangan sampai makanan hanya diacak-acak dan menjadi sampah,” ungkapnya.
Sementara Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Prof. Subejo menyoroti pentingnya memanfaatkan bahan pangan lokal dalam pelaksanaan program MBG.
Ia menyebut ketergantungan pada bahan impor seperti gandum menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi.
“Indonesia memiliki banyak sumber karbohidrat lokal seperti singkong, jagung, dan sagu. Jika bahan-bahan ini dimanfaatkan, kita tidak hanya mendukung ketahanan pangan tetapi juga memberdayakan petani lokal,” ujarnya.
Subejo juga menyarankan pemberdayaan desa sebagai basis distribusi makanan bergizi. Menurutnya, jika desa diberi otoritas untuk mengelola dana dan menyusun menu berbasis bahan lokal, distribusi akan lebih efisien dan dekat dengan kebutuhan masyarakat setempat.
“Mekanisme ini juga dapat mengurangi risiko makanan basi karena perjalanan distribusi yang terlalu jauh,” tambahnya.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah berjalan hampir dua pekan. Program ini menuai banyak respons positif maupun negatif dari warga, juga komentar dari para pakar.
Dalam diskusi Pojok Bulaksumur yang bertajuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Tinjauan Perspektif Gizi, Kebijakan, dan Supply Chain Bahan Pangan, pakar-pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan beberapa sorotan atas MBG ini.
Dosen Manajemen Kebijakan Publik UGM Prof Wahyudi Kumorotomo menyoroti soal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana MBG. Ia mengatakan dana MBG harus benar-benar tepat sasaran.
Jika tidak, maka potensi korupsi bisa muncul. Untuk menghindarinya, semua pihak harus melakukan pengawasan.
"Dana sebesar Rp 71 triliun per tahun yang ditargetkan untuk 19,4 juta anak ini harus dipantau penggunaannya. Jangan sampai ada korupsi atau dana yang dialihkan untuk kepentingan lain," katanya, dikutip dari laman UGM, Jumat (17/1/2025).
Makan Bergizi Gratis adalah Investasi Masa Depan
Menurut pakar lain yang sekaligus Dosen Departemen Gizi Kesehatan UGM Dr Toto Sudargo MKes, MBG harus berjalan berkesinambungan. Sekalipun terjadi pergantian presiden, program ini harus tetap ada.
Pasalnya MBG dapat menjadi investasi baik dalam jangka panjang. Menurut Toto, Indonesia harus berkaca pada India yang telah menjalankan program ini selama lebih dari satu dekade.
"Program ini harus berjalan terus-menerus dan tidak boleh berhenti hanya karena berganti pemerintahan. Jika konsisten, Indonesia bisa mencapai hasil yang signifikan, baik dalam hal kesehatan, kemampuan, maupun prestasi generasi mendatang," tegasnya.
MBG Bisa Tingkatkan Fungsi Kognitif Siswa
Toto juga menyampaikan dampak positif yang besar bagi siswa dengan adanya MBG. Jika pengolahan gizi dalam menu MBG baik, maka nutrisinya dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa.
"Konsumsi makanan bergizi, seperti protein dari telur, sangat penting untuk mendukung perkembangan otak. Namun, penyajiannya juga harus diperhatikan agar anak-anak tertarik untuk mengkonsumsinya," katanya.
Oleh karena itu, Toto menekankan agar MBG memerhatikan kualitas makanan. Ia juga mengingatkan pengolahan makanan harus dilakukan dengan baik.
"Yang penting anak-anak mau makan dan makanan tidak terbuang. Jangan sampai makanan hanya diacak-acak dan menjadi sampah," ungkapnya.
MBG Bisa Memaksimalkan Pangan Lokal
Pakar lainnya, Prof Subejo yang merupakan Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian UGM, menyorot sumber bahan MBG. Menurut Subejo, pemerintah bisa menggunakan pangan lokal.
"Indonesia memiliki banyak sumber karbohidrat lokal seperti singkong, jagung, dan sagu. Jika bahan-bahan ini dimanfaatkan, kita tidak hanya mendukung ketahanan pangan, tetapi juga memberdayakan petani lokal," ujarnya.
ia menyarankan pemerintah agar memberdayakan desa sebagai distributor makanan. Proses distribusi bahan pangan menurutnya akan lebih efisien karena tak lewat impor.
"Mekanisme ini juga dapat mengurangi risiko makanan basi karena perjalanan distribusi yang terlalu jauh," tambahnya.
Indonesia Emas 2045 adalah visi besar untuk mewujudkan negara Indonesia yang maju, sejahtera, dan berdaya saing tinggi. Di tahun 2045, juga bertepatan dengan 100 tahun dengan kemerdekaan Republik Indonesia.
Co-founder & Direktur Eksekutif Indonesia Food Security Review (IFSR) I Dewa Made Agung Kertha Nugraha mengungkapkan untuk mencapai Indonesia emas tersebut perlu adanya pondasi yang kuat. Dalam hal ini perut-perut anak Indonesia harus sudah terisi ketika ia beraktivitas.
Dewa mengatakan bahwa 6 atau 4 dari 10 anak Indonesia yang berangkat ke sekolah kondisi perutnya kosong. Dalam artinya mereka tidak sarapan pagi ketika memulai aktivitas. Ini membuat anak-anak Indonesia sulit untuk konsentrasi dalam menyerap ilmu yang ada di sekolah.
"Dengan begitu banyak pembelajaran yang ada di sekolah. Tapi dituntut mencapai prestasi. Nah itu sangat sulit. Jadi kita membahas prasyarat yang sangat amat fundamental untuk mencapai Indonesia emas 2045. Tidak ada anak pintar yang lapar perutnya," katanya dalam detikcom Leaders Forum di Habitate Jakarta, Selasa, (24/12/2024).
Oleh karenanya, Dewa mengatakan bahwa program yang direncanakan oleh pemerintah terkait dengan Makan Bergizi Gratis ini akan menyelesaikan permasalahan fundamental yang ada.
Ia mengatakan, ketika fundamental terpenuhi maka perlu dibarengi dengan adanya gizi yang cukup. Hal ini bisa memasukkan susu ke dalam komponen Makan Bergizi Gratis. Pasalnya sejumlah negara juga sudah memasukkan susu sebagai komponen dalam Makan Bergizi Gratis di negara tersebut, dan terdapat cerita sukses dalam upaya pemenuhan gizi mendukung perkembangan fisik dan kognitif anak.
Ia mengatakan program ini dapat meningkatkan kualitas hidup anak-anak dengan harapan setiap anak memiliki akses terhadap makanan sehat dan bergizi pada tahun 2030.
"Jadi yang mau kita selesaikan dulu syaratnya, perutnya kenyang makan bergizi baru nanti pendidikan bisa masuk, infrastruktur masuk dan seterusnya," katanya.
Misalnya, di Amerika Serikat, program ini menyediakan makanan gratis atau dengan biaya rendah bagi siswa dari keluarga berpenghasilan rendah
Di Finlandia, menu makanan sekolah dirancang untuk memenuhi standar gizi yang ketat dan menggunakan bahan lokal. Di India, program Mid-Day Meal menyediakan makanan bergizi kepada siswa untuk meningkatkan konsentrasi dan mengurangi angka putus sekolah.
Menurut Dewa, menu akan disesuaikan dengan ketersediaan masing-masing atau local wisdom. "Yang dikunci itu angka kecukupan gizinya. Ibu hamil butuh protein berapa, zat besi berapa, karbohidrat berapa dan lemak, serat berapa dan kebutuhan untuk anak, balita itu yang kita kunci. Tapi menu akan kembali ke masing-masing. Ini soal terkait dengan menunya disesuaikan dengan kondisi ketersediaan bahan masing-masing daerah", katanya.
Simak Video: Rencana BGN Impor Tepung Susu Buat Program Makan Bergizi Gratis