Jakarta -
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah menyampaikan Presiden Prabowo Subianto melarang pembangunan rumah di atas lahan sawah. Hal ini dikarenakan sawah merupakan lahan produktif yang kaya akan unsur hara.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengapresiasi kebijakan tersebut. Namun, ia juga memberikan beberapa catatan kepada pemerintah.
"Saya pikir dalam konteks pembangunan perumahan rakyat yang ditargetkan Prabowo itu, pertama dari sisi kebijakan positif. Tetapi tentu yang menjadi pertanyaan besarnya adalah tanah-tanah mana yang akan dijadikan target untuk pembangunan perumahan rakyat tersebut," katanya saat ditemui di Pasar Minggu, Rabu (22/1/2025).
Lebih lanjut, ia melihat beberapa masalah yang ditemui adalah tidak ada perencanaan matang perihal pemilihan lokasi pembangunan perumahan. Hal ini sering menjadi salah satu penyebab konflik agraria karena beberapa perumahan di bangun di tanah adat atau perkebunan.
Menurutnya daripada mencari dan membuka lahan baru untuk perumahan, lebih baik melakukan revitalisasi permukiman yang terbengkalai dan mengubahnya menjadi kawasan baru yang lebih layak.
"Kalau pun tidak membangun dari nol, sebenarnya upaya revitalisasi permukiman komunitas miskin di kota, kemudian juga masyarakat-masyarakat miskin di pedesaan yang permukimannya belum diberikan haknya, diberikan jaminan hukumnya, penyelesaian konfliknya. Justru seharusnya diarahkan ke sana," ujarnya.
Banyak ia dapati masalah yang sebenarnya ada di masyarakat adalah mereka tidak mendapatkan bukti atas kepemilikan tanah yang mereka beli. Bahkan beberapa di antaranya telah menunggu bertahun-tahun. Risikonya pada saat ada proyek pembebasan lahan, mereka tidak dapat berbuat apa-apa karena tidak memiliki sertifikat lahan tersebut.
"Padahal sebenarnya tadi konflik-konflik agraria yang ribuan dari sejak 10 tahun terakhir itu, banyak termasuk kawasan pemukiman yang sebenarnya mereka itu tanahnya sudah dibangun, tetapi jaminan kepastian hukum dan hak atas tanahnya itu belum ada," ungkapnya.
Dewi mendesak agar pemerintah juga memperhatikan hal ini. Sebab, permukiman juga termasuk dalam agenda reforma agraria yang akan dijalankan oleh pemerintah ke depannya.
"Jangan melihatnya secara parsial seolah-olah itu program yang berdiri sendiri. Agenda reforma agraria juga tidak hanya bicara soal pertanian dan seterusnya. Tapi juga bicara soal pemukiman, fasum (fasilitas umum), fasos (fasilitas sosial), kampung, dan pedesaan," tekannya.
Sebelumnya diberitakan, Fahri Hamzah mengungkapkan alasan Prabowo melarang masyarakat membangun rumah di atas lahan sawah.
"Kami tidak akan menggunakan tanah produktif. Presiden sudah melarang kita untuk memakai persawahan untuk rumah," ucap Fahri saat menghadiri seminar internasional bertajuk Sustainable Housing, Building, and Cities di Fairmont Jakarta pada Selasa (14/1/2025) lalu.
Fahri menjelaskan rumah yang dibangun di atas bekas lahan sawah berisiko tidak kokoh, terutama saat terjadi gempa bumi. Fahri pernah menyaksikan sendiri kejadiannya. Maka dari itu, ia menentang pembangunan rumah atau bangunan lain di atas lahan bekas sawah.
"Padahal sawah itu selutut kita ini adalah tanah unsur hara, itu lembek sekali. Saya pernah memimpin tim untuk perawatan rekonstruksi gempa di Lombok Utara, 7 skala richter, hilang hampir semua rumah. Tanah konstruksinya tidak kuat dan tidak dibangun di atas tanah yang kuat," jelasnya.
(aqi/das)