Warga Perumahan Lavida di Lombok Barat mengadu ke DPRD terkait banjir yang merendam rumah mereka. Mereka mendesak pengembang bertanggung jawab atas kerugian. [740] url asal
Sekitar 20 warga Perumahan Lavida di Desa Telaga Waru, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengadu ke kantor DPRD Lombok Barat, Rabu (12/3/2025). Mereka mengadukan soal perumahan mereka yang kerap dilanda banjir. Komisi III DPRD Lombok Barat juga menghadirkan perwakilan PT Meka Asia Property selaku pengembang perumahan hingga lembaga perlindungan konsumen.
Apipudin, warga perumahan Lavida milik PT Meka Asia mendesak perusahaan bertanggung jawab atas musibah yang telah dialami 230 kepala keluarga (KK). Perumahan Lavida terendam banjir pada Senin, 10 Februari 2025 lalu.
"Kami adalah korban banjir beberapa waktu lalu. Ketika hujan dengan intensitas tinggi sekitar 5 jam, perumahan kami tergenang dan membuat perabotan kami terendam," ucap Apipudin.
Dia berharap ada solusi dari pengembang perumahan. "Banjir telah meluluhlantahkkan perabotan rumah tangga kami. Lumayan kerugian yang kami hadapi," ungkap dosen UIN Mataram itu.
Bersama 230 kepala keluarga, Apipudin mendesak pengembang mengganti kerugian materi yang dialami warga. "Kami juga meminta perbaikan fasilitas, drainase, hingga jalur evakuasi agar banjir tidak terulang," ungkapnya.
Menanggapi hal itu, Operasional Legal PT Meka Asia Property, Diegas Bulan Pradhana, menyampaikan kompensasi tidak bisa diberikan sebelum adanya pengecekan.
"Tidak mungkin langsung kami berikan kompensasi sebelum dilakukan pengecekan. Kami saat ini sedang fokus terhadap perbaikan persoalan teknis penyebab banjir," ucapnya.
Diegas menegaskan pengembang saat ini tengah mengerjakan saluran sebagai upaya mencegah luapan air masih ke Perumahan Lavida.
"Kami sudah membangun banyak perumahan, hanya satu ini (yang terdampak banjir)," ucapnya.
Menurut Diegas, dari sejarahnya, lokasi kawasan Desa Telagawaru, Labuapi, memang rentan terjadi banjir. Sebab, wilayah ini dilintasi oleh Kokok atau Sungai Babak. Ketika belum dibangun tanggul di kawasan sungai tersebut oleh Balai Wilayah Sungai (BWS), air pasti akan meluap.
"Satu yang harus digarisbawahi, bukan hanya Perumahan Lavida yang terdampak banjir kemarin, hampir semua perumahan di Labuapi mulai dari Desa Telagawaru hingga Perampuan juga terdampak," urainya.
Namun pihaknya di perumahan juga mengaku siap bertanggungjawab. Sebagai bentuk tanggung awab, pihak perumahan, semua warga yang mau mengungsi saat terjadi banjir, mereka menyiapkan lokasi mengungsi di Hotel Mataram Square.
"Ini sebagai bentuk tanggungjawab pengembang perumahan," tegasnya.
Sementara, Ketua Komisi III DPRD Lombok Barat Fauzi menduga banjir yang terjadi di perumahan tersebut bukan hanya karena curah hujan yang tinggi, tetapi ada pil banjir atau konstruksi teknis yang tidak dipenuhi pihak perumahan.
"Senin pekan depan kami akan turun kembali sidak ke perumahan untuk mengecek langsung pil banjir yang ditandatangani pengembang tahun 2023 apakah sudah dijalankan atau tidak?" ujar Fauzi mempertanyakan.
Dalam sidak yang direncanakan, DPRD akan memeriksa seluruh dokumen pie banjir semua perumahan dalam tahap konstruksi satu per satu apakah dilaksanakan sesuai rekomendasi teknis Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) atau tidak.
"Terutama yang sedang dalam proses pembangunan. Agar tidak terjadi hal yang sama di perumahan lain," katanya.
"Mungkin ini juga kesalahan dari PUPR dan Dinas Perumahan dan Permukiman yang lemah. Maka fungsi pengawasan ini jadi perhatian kami," lanjut Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Nanti, Fauzi melanjutkan staf di komisi III DPRD Lombok Barat akan minta semua dokumen pil banjir perumahan yang sedang dibangun di Dinas PUPR.
"Jadi dokumen itu dasar kami untuk turun sidak nanti," katanya.
Setali tiga uang dengan Fauzi, Lalu Irwan, Anggota Komisi III DPRD Lombok Barat mengatakan pihaknya tidak antipati terhadap pengembang. Pemerintah siap bekerja sama dengan pengembang untuk membangun perumahan bagi warga.
"Tolong pengembang melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana mestinya sesuai aturan," pintanya.
Jika dalam hasil sidak ditemukan ada sejumlah pengembang nakal yang tidak taat aturan, dewan siap memberikan sanksi kartu merah.
"Sesuai arahan ketua dewan, kami Komisi III akan membuatkan rekomendasi diberikan rapor merah ke pengembang nakal yang tidak taat aturan. Perusahaan tersebut nanti tidak boleh lagi membangun perumahan di Lombok Barat," tandasnya.
REI NTB klaim pembangunan perumahan di lahan pertanian Lombok Barat sesuai izin. Ketua REI, Heri Susanto, tanggapi wacana Wamen PKP terkait dampak pembangunan. [512] url asal
Real Estat Indonesia (REI) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengeklaim maraknya pembangunan perumahan di lahan pertanian di Lombok Barat sudah sesuai izin pemerintah daerah. Hal itu ditegaskan Ketua REI NTB, Heri Susanto, Kamis (2/1/2025).
Menurut Heri, pernyataan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP), Fahri Hamzah, soal maraknya pembangunan perumahan di lahan sawah bukan barang baru di Pulau Lombok.
"Wamen sedih karena banyak lahan sawah jadi perumahan. Itu kan yang membuat tata ruang itu kan pemerintah. Sementara pengembang mengikuti aturan pemerintah," tegas Heri.
Heri mengatakan pembangunan perumahan di daerah penyangga Kota Mataram, seperti di Kecamatan Labuapi, Gunungsari, dan Kediri tidak bisa terelakkan. Karena ketiga daerah itu menjadi penyangga pengembangan Kota Mataram.
"Kalau mau buat rumah di gunung siapa yang mau? Artinya, pengembang menunggu solusi tata ruang dari pemerintah," ujar Heri.
Heri juga menanggapi soal wacana Fahri Hamzah soal pembangunan rumah susun di Kota Mataram. Dari survei yang dilakukan REI, banyak masyarakat di NTB trauma gempa 2018.
"Saya pikir itu ide bagus, tetapi harus lihat history. Lombok itu belum hilang dari ingatan orang soal gempa. Belum berani tinggal di rumah susun," ungkap Heri.
Sejauh ini, Heri berujar, semua pengembang tidak pernah berbicara permodalan kepada kredit pemilik rumah (KPR). Sebab, modal pembangunan berasal perbankan.
"Jadi ada dua masalah yang harus segera diatasi. Pertama soal waktu akad pengajuan serta meminta perbankan memberi solusi agar semua masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) layak dapat bantuan di perbankan," ujar Heri.
Selain itu, REI NTB juga mendesak pemerintahan Prabowo Subianto untuk segera memutihkan pinjaman petani dan nelayan agar bisa mengajukan perumahan subsidi demi suksesi program 3 juta rumah di NTB.
"Dari 10 MBR itu ada 6 tidak memenuhi syarat pengajuan di perbankan. Ini juga menjadi masalah bagi calon KPR kita," jelas Heri.
Sebelumnya, Wamen PKP, Fahri Hamzah, mengaku sedih melihat banyak sawah di Lombok Barat mulai dibangun perumahan oleh pengembang. Hal itu disinyalir akan berdampak pada swasembada beras.
"Saya sedang berkeliling untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam program pengadaan perumahan rakyat. Kita ingin ke depan rumah itu tambah murah. Tidak saja murah, tetapi memenuhi persyaratan sebagai tempat yang layak bagi seluruh masyarakat," kata Fahri saat berkunjung di Perumahan Nata Alam Mavila 3 di Desa Kuranji, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, Jumat sore (27/12/2024).
Pemkab Lombok Barat menetapkan 12.331 Ha lahan pertanian berkelanjutan. Lahan ini dilindungi dari pembangunan perumahan untuk mendukung ketahanan pangan. [537] url asal
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), menetapkan 12.331 hektare (Ha) lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di 10 kecamatan. Lahan yang berstatus LP2B tak bisa dipakai untuk mendirikan perumahan dan industri.
Asisten II Sekretariat Daerah (Setda) Lombok Barat, Lalu Najamuddin, mengatakan pemerintah akan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) LP2B untuk menyelamatkan 12.331 Ha lahan pertanian di 10 kecamatan Lombok Barat pada 2025.
"Kami Pemda Lombok Barat sudah menetapkan lahan pertanian 12.331 hektare. Itu lahan tidak boleh lagi dibangun perumahan. Jadi perumahan dibangun di luar lahan yang itu," ujar Najamuddin, Minggu (29/12/2024).
Sehingga, jelas Najamuddin, Pemkab Lombok Barat akan mempertahankan lahan persawahan untuk mendukung program ketahanan pangan dan ketahanan swasembada Presiden Prabowo Subianto.
"Sekarang juga kami akan cetak sawah baru. Data itu ada di pertanian. Lokasinya di wilayah selatan Lombok Barat," ujar Najamuddin.
Di samping menyelamatkan lahan pertanian, Pemkab Lombok Barat juga menyiapkan lahan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan perumahan bersubsidi dan non subsidi sebagai daerah penyangga Mataram.
"Harus kami siapkan. Untuk di lahan sawah kami kunci tidak boleh dibangun perumahan. Tersebar ada di Kecamatan Labuapi, Gerung Gunungsari, di 10 kecamatan di luar area persawahan," kata Najamuddin.
Oleh karena itu, program Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang ingin mencetak 3 juta rumah subsidi di NTB tetap didukung. Namun, dukungan itu diberikan di luar lahan LP2B.
"Lombok Barat jadi daerah penyangga Kota Mataram tentu harus kami lihat titik lokasi pembangunan. Kami berikan izin. Pangan kami pertahankan. Program 3 juta rumah harus kita siapkan sehingga semuanya oke," jelas Najamuddin.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah, sedih melihat banyak sawah di Lombok Barat dan Mataram, NTB, mulai dibangun perumahan oleh pengembang. Hal itu disinyalir akan berdampak pada swasembada beras NTB.
"Saya sedang berkeliling untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam program pengadaan perumahan rakyat. Kami ingin ke depan rumah itu tambah murah. Tidak saja murah, tetapi memenuhi persyaratan sebagai tempat yang layak bagi seluruh masyarakat," kata Fahri saat berkunjung di Perumahan Nata Alam Mavila 3 di Desa Kuranji, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, Jumat (27/12/2024) sore.
Itu sebabnya, kata Fahri, Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menambah satu kementerian, yaitu Perumahan dan Kawasan Permukiman yang bertanggung jawab menuntaskan masalah kawasan dan perumahan.
"Tanggung jawabnya bukan saja perumahannya, tetapi juga kawasan pemukimannya. Sekarang kami punya masalah di sini," tegas Waketum Partai Gelora ini.
Wakil Menteri Fahri Hamzah menyoroti pembangunan perumahan di sawah Lombok yang dapat mengancam swasembada beras. Ia minta data untuk mengatasi masalah ini. [509] url asal
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah sedih melihat banyak sawah di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), mulai dibangun perumahan oleh pengembang. Hal itu disinyalir akan berdampak pada swasembada beras NTB.
"Saya sedang berkeliling untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam program pengadaan perumahan rakyat. Kami ingin ke depan rumah itu tambah murah. Tidak saja murah tapi memenuhi persyaratan sebagai tempat yang layak bagi seluruh masyarakat," kata Fahri saat berkunjung di Perumahan Nata Alam Mavila 3 di Desa Kuranji, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, Jumat (27/12/2024) sore.
Itu sebabnya, kata Fahri, Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menambah satu kementerian yaitu Perumahan dan Kawasan Permukiman yang bertanggung jawab menuntaskan masalah kawasan dan perumahan.
"Tanggung jawabnya bukan saja perumahannya. Tapi juga kawasan pemukimannya. Sekarang kami punya masalah di sini," tegas Waketum Partai Gelora ini.
Alumni Universitas Mataram itu mengatakan masalah inti dari perumahan adalah ketersediaan tanah atau lahan. Khusus di Pulau Lombok, banyak perumahan mulai menghabisi lahan sawah untuk memenuhi kebutuhan papan.
"Di Lombok ini gegara harga tanah dianggap mahal dan sudah beberapa perumahan yang saya datangi rata-rata menggunakan sawah. Saya tidak tahu apa yang terjadi, saya belum mendapatkan laporan. Ini sedih saya melihat," sesal Fahri.
Dia akan meminta data ke pemerintah daerah dan dinas terkait luas sawah, khususnya di Kota Mataram dan Lombok Barat, yang sudah dibangun perumahan rakyat. "Kalau trennya dibangun rumah di atas sawah. Itu artinya kita akan impor beras tidak ada habisnya," geram Fahri di hadapan para pengembang.
Menurut mantan Politikus PKS ini, pengadaan lahan untuk membangun rumah tentu akan merugikan masyarakat itu sendiri. Sebab, karena keterbatasan lahan banyak pengembang mulai menguruk sawah dijadikan perumahan.
"Jadi jangan ada alasan pengadaan tanah sulit, di satu sisi, di sisi lain gara-gara itu kita membangun rumah di atas sawah. Kalau kita membangun rumah di atas sawah ini akan merugikan kita," katanya.
Dia pun beranggapan jika situasi ini terus terjadi di Lombok, maka bukan tidak mungkin pemerintah akan terus melakukan impor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. "Kalau ini terjadi terus kita akan jadi pengimpor beras. Bisa jadi Pulau Lombok menjadi penyebab impor beras tambah banyak," tandas Fahri.