MADIUN, KOMPAS.com - Tim penyidik Kejaksaan Negeri Kota Madiun menahan mantan Kepala Kantor ATR/BPN Kota Madiun, Sudarmadi (64), dan dua pimpinan pegembang perumahan, Sutrisno (58) dan Tomy Iswahyudi (48) pada Senin (9/12/2024) sore.
Ketiganya ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus mafia tanah bermodus penyalahgunaan sarana, prasarana dan utilitas perumahan di Kota Madiun, Jawa Timur.
Kepala Kejaksaan Negeri Kota Madiun, Dede Sutisna yang dikonfirmasi Kompas.com menyatakan, penahanan ketiganya dilakukan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus mafia tanah dengan modus penyalahgunaan prasarana, sarana dan utililtas perumahan.
“Kami melakukan upaya paksa (penahanan) terhadap tiga tersangka perkara penyalahgunaan PSU atau pasu pasos selama 20 hari ke depan. Penetapan tersangka setelah melakukan pemeriksaan saksi dari BPN Kota Madiun dan pegawai Pemkot Madiun. Totalnya sekitar puluhan orang,” ujar Dede.
Dede mengatakan, BPKP Jatim telah menghitung jumlah kerugian negara dalam kasus tersebut. Total kerugian negara dalam kasus itu mencapai Rp 2,4 miliar.
Menurut Dede, penyidik menemukan bukti adanya kongkalingkong antara pengembang dan mantan Kepala BPN Kota Madiun, Sudarmadi. Dari alat bukti itu, penyidik menetapkan mantan kepala BPN Kota Madiun dan dua pengembang jadi tersangka.
Awal mula kasus
Dede mengatakan, kasus ini bermula dari adanya laporan pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan mafia tanah dengan menyalahgunakan tanah-tanah yang seharusnya menjadi prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) atau fasos dan fasum yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Madiun. Namun pada kenyataannya kemudian dikomersilkan untuk memperoleh keuntungan pengembang.
Menurut Dede, pada saat itu PT. PLP selaku pengembang mengajukan permohonan pengembangan perumahan di Jalan Pilang AMD, Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun. Perencanaan site plan awal yang diajukan oleh pihak pengembang yakni untuk membangun 38 unit rumah.
Namun, dari pengajuan itu, Pemkot Madiun hanya menetapkan 35 unit rumah yang diperbolehkan untuk dibangun sesuai izin perencanaan yang dikeluarkan oleh Pemkot Madiun.
Namun dalam perjalanannya, pihak pengembang mengajukan permohonan pemisahan atau pemecahan sertifikat tanah di Kantor BPN Kota Madiun dan mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Hal itu dilakukan pengembang untuk memanipulasi data dokumen perizinan yakni dengan sengaja tetap menggunakan site plan versi pengembang yakni untuk 38 unit rumah. Sedangkan Kantor BPN Kota Madiun menyutujui permohonan dari pengembang untuk menerbitkan 38 SHGB tersebut,” kata Dede.
Dari fakta itu, kata Dede, tim Penyidik Kejaksaan Negeri Kota Madiun mengungkap oknum ATR/BPN Kota Madiun tersebut dan pengembang PT. PLP terlibat memanipulasi izin yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Tak sediakan RTH
Menurut Dede, pengembang berusaha menyerahkan fasos atau fasum beberapa kali dari tahun 2016-2021, namun tidak diterima Pemkot Madiun karena tidak sesuai dengan advice planning atau site plan yang ditetapkan pemerintah. Salah satunya pengembang harus menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
“Justru pihak pengembang telah membangun tiga unit rumah di atas lahan yang seharusnya dialokasikan untuk RTH sehingga menyebabkan kekurangan fasilitas untuk masyarakat. Pengembang bahkan mengkomersilkan dengan menjual tiga unit rumah tersebut kepada konsumen dengan total nilai jual mencapai lebih dari Rp 1 miliar,” jelas Dede.
Rugikan negara Rp 2,4 miliar
Dede menuturkan, hasil audit kerugian negara yang dilakukan BPKP Jawa Timur menyebutkan kerugian negara yang diakibatkan penyalahgunaan PSU di Perumahan PAL oleh para tersangka diperkirakan mencapai Rp 2,4 miliar.
Kerugian itu terjadi lantaran aset berupa ruang terbuka hijau yang seharusnya menjadi hak negara telah dialihkan untuk kepentingan komersial, sehingga merugikan Pemerintah Kota Madiun.
"Niat jahat pengembang perumahan yang melakukan manipulasi terhadap fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) bisa merugikan banyak pihak, baik penghuni perumahan hingga negara (Pemkot). Warga yang ada diperumahan seharusnya mendapatkan hak-haknya, kemudian pemerintah bisa menunaikan kewajibannya untuk membangun dan mensejahterakan masyarakat perumahan tersebut,” kata Dede.
Jadi perhatian KPK
Menurut Dede, KPK pada rakor monitoring dan evaluasi MCP menekankan pentingnya program penyelamatan keuangan dan aset daerah. Salah satunya yang menjadi atensi adalah penyelesaian aset bermasalah dan penertiban fasos atau fasum. Bahkan saat itu tim KPK mengunjungi Perumahan PAL tersebut.
“Total perumahan yang ada di Kota Madiun sebanyak 118 perumahan. Dan yang sudah menyerahkan PSU perumahan baru sebanyak 27 perumahan. Sehingga diperlukan ketegasan dalam menegakkan aturan yang berlaku agar serah terima PSU perumahan bisa berjalan secara optimal,” jelas Dede.
Dalam kasus ini, tiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sesuai pasal itu ancaman hukuman maksimal seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun.