Seekor orangutan ditranslokasi ke Hutan Lindung Gunung Tarak cegah konflik dengan manusia. Proses ini melibatkan kolaborasi masyarakat dan lembaga konservasi. [936] url asal
Seekor orangutan yang muncul di permukiman warga di Ketapang ditranslokasi ke hutan lindung. Hal ini untuk mengantisipasi konflik antara manusia dan orangutan serta menjaga keamanan orangutan itu sendiri dari potensi kecelakaan di jalan lintas Ketapang-Pontianak.
Diketahui seekor orangutan jantan dewasa sempat masuk ke pemukiman warga di Dusun Sumber Priangan, Desa Simpang Tiga Sembelangaan, Ketapang. Warga setempat mengaku sempat panik saat melihat orangutan tersebut muncul di pekarangan rumah mereka.
Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ketapang Selatan mengambil langkah translokasi orangutan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, kita melakukan translokasi satu individu orangutan jantan dewasa di Dusun Sumber Priangan, Desa Simpang Tiga Sembelangaan ke habitat yang lebih aman. Keputusan ini merupakan langkah paling masuk akal dan menguntungkan semua pihak," ujar Ketua Umum YIARI Silverius Oscar Unggul, Senin (12/5/2025).
Ia menjelaskan, proses translokasi ini dimulai sejak tim gabungan bergerak ke lokasi. Evakuasi dilakukan mulai dari lokasi munculnya orangutan tersebut pada 8 Mei 2025, sekitar pukul 04.30 WIB.
Tim YIARI menggunakan senjata bius untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan, baik bagi satwa maupun tim di lapangan. Dosis obat bius dihitung secara cermat oleh dokter hewan YIARI berdasarkan ukuran dan perkiraan berat badan orangutan.
"Proses penembakan bius ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan dan dilakukan oleh petugas yang telah memiliki surat izin resmi untuk menggunakan senjata bius dalam penanganan satwa liar. Setelah orangutan terbius dan jatuh ke jaring, tim medis melakukan pemeriksaan kondisi fisik orangutan ini," jelas Silverius.
Kondisi Orangutan
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa orangutan yang memiliki berat badan sekitar 60-65 kilogram ini mempunyai luka lama di punggung tangan kiri yang sudah membentuk jaringan ikat namun masih mengeluarkan sedikit nanah dan darah. Luka tersebut telah dibersihkan dan di-flushing.
Pemeriksaan gigi juga menunjukkan adanya beberapa kerusakan, seperti gigi fraktur, lubang, dan gigi yang hilang. Kondisi ini diperkirakan terjadi karena usia orangutan yang sudah cukup tua. Meskipun demikian, kondisi umum orangutan cukup baik untuk kembali ke alam.
"Setelah melakukan pemeriksaan, tim langsung berangkat menuju kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak untuk proses translokasi. Lokasi tersebut telah melalui survei kelayakan dan dinyatakan cocok sebagai habitat baru," bebernya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 7 jam, orangutan ini berhasil ditranslokasikan di dalam kawasan dengan melibatkan masyarakat setempat untuk membantu membawa orangutan masuk lebih jauh ke dalam hutan.
Ketika dilepaskan, orangutan ini menunjukkan respons positif, bergegas bergerak menjauh, dan menunjukkan perilaku liar, menandakan kesiapannya untuk kembali hidup bebas di alam. Hutan Lindung Gunung Tarak dipilih sebagai lokasi translokasi karena memiliki kondisi ekologi yang sangat mendukung bagi kelangsungan hidup orangutan.
"Berdasarkan hasil survei, populasi orangutan di kawasan ini masih relatif rendah, sehingga kehadiran individu baru tidak akan memicu kompetisi berlebih," kata Silverius.
Ia menegaskan pelepasliaran ini merupakan bukti nyata pentingnya kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga konservasi dalam menjaga kelangsungan hidup satwa liar, khususnya orangutan.
"Kami mengapresiasi keterlibatan aktif masyarakat yang membantu proses pelepasan hingga ke dalam kawasan hutan. Ini adalah langkah kecil yang membawa dampak besar bagi pelestarian hutan dan masa depan keanekaragaman hayati Indonesia," ujar Silverius.
Hutan yang menjadi tempat translokasi ini berada di bawah pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ketapang Selatan dan secara lanskap masih terhubung langsung dengan Taman Nasional Gunung Palung, yang merupakan salah satu habitat orangutan terpenting di Kalimantan. Di dalam kawasan ini juga terdapat stasiun monitoring yang berfungsi untuk mengamati perilaku orangutan dan menjaga kondisi hutan tetap lestari.
"Dari sinilah tim YIARI bersama KPH Ketapang Selatan secara rutin melakukan pemantauan kawasan," sambung Silverius.
Kepala KPH Ketapang Selatan Kuswadi menyampaikan terima kasih kepada BKSDA Kalbar, YIARI dan masyarakat Dusun Sumber Priangan atas kolaborasi dan kepedulian terhadap translokasi orangutan ini. Hutan Lindung Gunung Tarak yang menjadi lokasi translokasi ini merupakan wilayah kelola UPT KPH Wilayah Ketapang Selatan seluas kurang lebih 21 ribu hektare.
"Kami juga mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat yang berada di sekitar kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak untuk terus berperan aktif menjaga kelestariannya agar fungsi lindung sebagai sumber air, oksigen, plasma nutfah, dan habitat satwa langka tetap terjaga," imbaunya.
Kepala Balai KSDA Kalbar Murlan Dameria Pane menambahkan bahwa translokasi ini merupakan bagian dari komitmen pihaknya dalam merespon cepat setiap potensi konflik antara satwa liar dan manusia.
"Ini juga sejalan dengan upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Kalimantan Barat. Kami mengajak semua pihak untuk terus menjaga habitat alami agar tidak ada lagi satwa yang kehilangan tempat hidupnya," pesannya.
Orangutan muncul di permukiman Ketapang, Kalbar, menimbulkan keresahan. Tim OPU melakukan translokasi untuk menghindari konflik manusia-satwa. [667] url asal
Orangutan muncul di permukiman warga di beberapa wilayah di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar). Keberadaan orangutan di permukiman ini sempat menimbulkan keresahan, karena dikhawatirkan terjadi konflik antara manusia dan orangutan.
Terakhir, ada orangutan jantan dewasa yang masuk ke pemukiman warga di Dusun Sumber Priangan, Desa Simpang Tiga Sembelangaan, Ketapang. Warga setempat mengaku sempat panik saat melihat orangutan tersebut muncul di pekarangan rumah mereka.
"Awalnya kami kira hanya monyet biasa. Tapi setelah dilihat lebih dekat, ternyata orangutan," ujar Bude Marti, salah satu warga, kepada detikKalimantan beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orangutan ini sebelumnya beberapa kali dilaporkan memasuki area perkebunan warga dan memakan buah-buahan seperti jambu, kelapa, nanas.
"Kami takut, tapi juga kasihan. Mungkin dia tersesat atau habitatnya terganggu," tambah warga lainnya bernama Desi.
Orangutan yang ditakutkan warga ini pertama kali terlihat berjalan di antara pepohonan dekat pemukiman, sebelum akhirnya mendekati rumah warga. Video orangutan di permukiman ini juga sempat viral di media sosial lokal.
Lokasi kemunculan orangutan berada sangat dekat dengan jalan raya utama yang menghubungkan Kabupaten Ketapang dan Kota Pontianak. Hal ini bisa memicu kecelakaan lalu lintas dan meningkatkan bahaya bagi manusia dan satwa.
Penyebab Orangutan ke Permukiman Warga
Menindaklanjuti situasi genting ini, tim Orangutan Protection Unit (OPU) Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) segera melakukan verifikasi lapangan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa konflik manusia-orangutan di lokasi tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan serius antara manusia dan satwa liar.
Selain itu, hasil pengamatan tim menunjukkan bahwa kawasan asli orangutan ini sudah mengalami degradasi dan fragmentasi habitat yang parah akibat konversi lahan hutan ke kebun sawit dan encroachment di kawasan hutan. Akibatnya tidak ada lagi hutan yang cukup luas dan layak sebagai tempat hidup orangutan tersebut.
Upaya Translokasi
YIARI bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ketapang Selatan mengambil langkah translokasi orangutan tersebut.
"Jadi, kita melakukan translokasi satu individu orangutan jantan dewasa di Dusun Sumber Priangan, Desa Simpang Tiga Sembelangaan ke habitat yang lebih aman. Keputusan ini merupakan langkah paling masuk akal dan menguntungkan semua pihak," ujar Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul, Senin (12/5/2025).
Proses translokasi ini dimulai dari tim gabungan bergerak ke lokasi untuk melakukan evakuasi sejak dini hari dan tiba lokasi munculnya orangutan pada 8 Mei 2025, sekitar pukul 04.30 WIB.
Tim YIARI menggunakan senjata bius untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan, baik bagi satwa maupun tim di lapangan. Dosis obat bius dihitung secara cermat oleh dokter hewan YIARI berdasarkan ukuran dan perkiraan berat badan orangutan.
"Proses penembakan bius ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan dan dilakukan oleh petugas yang telah memiliki surat izin resmi untuk menggunakan senjata bius dalam penanganan satwa liar. Setelah orangutan terbius dan jatuh ke jaring, tim medis melakukan pemeriksaan kondisi fisik orangutan ini," jelas Silverius.