JAKARTA, investor.id - Rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar satu persen dari 11% ke 12% mulai 1 Januari 2025 dinilai berpotensi menghambat realisasi program 3 juta rumah per tahun yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Ketua Program Studi Manajemen Universitas Paramadina Adrian A. Wijanarko menyampaikan, kenaikan tarif PPN dikhawatirkan akan semakin menekan kemampuan masyarakat membeli rumah.
"Saat ini saja Generasi Z sudah kesulitan dalam membeli rumah. Terkait program pemerintah yang membuat 3 juta rumah dalam 1 tahun, jangan sampai terjadi bubble. Artinya banyak yang tidak bisa terjual. Ini kan berkaitan dengan financing, kredit perumahan rakyat (KPR), dan sebagainya," ungkapnya, dalam webinar, Senin (2/12/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menambahkan, apabila program 3 juta rumah terlaksana, seharusnya masyakarat pembeli terbebas dari PPN 12%. Pemerintah dinilai perlu melanjutkan kebijakan Pajak Ditanggung Pemerintah (PDTP).
"Kebijakan pemerintah terkait PDTP itu dilanjutkan. Jadi sekarang ini, kalau ingin membeli rumah, itu bebas PPN. Bebas pajak untuk rumah yang menengah bawah. Kecuali rumah mewah. Sampai harga Rp 2 miliar rupiah. Kenapa? Karena pajaknya ditanggung oleh pemerintah," jelasnya.
Wija menekankan, untuk mendorong daya beli masyarakat terhadap sektor perumahan, pemerintah harus memberikan berbagai insentif bagi masyarakat kelas menengah dan bawah.
"Ini merupakan salah satu cara pemerintah memberikan insentif agar pembangunan rumah jalan terus. Transaksi terjadi dengan pajak yang ditanggung oleh pemerintah itu. Makanya kalau pemerintah ingin menaikkan PPN, insentif pajak seperti ini jangan diakhiri, harus terus dilanjutkan," tuturnya.
Di samping itu, Wija mengungkapkan, angka backlog hunian di Indonesia masih sangat tinggi. Merujuk data Kementerian PUPR, saat ini masih dibutuhkan 12,7 juta unit rumah demi mewujudkan Indonesia zero backlog.
"Nah saya melihat 3 juta rumah per tahun itu kebanyakan, itu kan 4 tahun aja sudah 12 juta. Nah saya tidak yakin apakah angka 3 juta ini sudah melalui proses teknokratik yang memadai," ujarnya.
Wija lalu menceritakan pengalamannya sebagai staf khusus bidang ekonomi era Jokowi periode 2014-2019 untuk membantu mengawal program satu juta rumah setahun. Dalam pengalaman tersebut, dia mengatakan satu juta rumah setahun saja mustahil dilaksanakan.
"Sejuta saja tidak pernah tercapai itu. Apalagi 3 juta. Kenapa tidak pernah tercapai? Ada beberapa hal, seperti regulasi yang kompleks," pungkasnya.
Editor: Maswin (maswin.investorID@gmail.com)
Follow Channel Telegram Official kami untuk update artikel-artikel investor.id
Baca Berita Lainnya di Google News