Jakarta -
Program 3 juta rumah besutan Presiden Prabowo Subianto kabarnya telah dilirik oleh investor asing. Agar dapat berjalan lancar, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah ditugaskan untuk memastikan investor asing ikut andil dalam program tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Menteri PKP, Maruara Sirait di Rusun Pasar Rumput, Kamis (28/11/2024). Pria yang akrab disapa Ara ini menuturkan, ia memberikan tugas itu agar nantinya kesepakatan tidak hanya berhenti sampai tanda tangan Memorandum of Understanding (MoU) saja tetapi hingga benar-benar deal ikut dalam program 3 juta rumah.
"Karena namanya MoU itu ya, baru kesepakatan itu ya, saling pengertian. Untuk menjadi suatu kerja sama berbasis hukum, detail membantu apa, kapan, berapa, di mana, hak kewajiban kan itu mesti didetailkan. Makanya saya minta Pak Wamen saya. Harusnya saya yang dua kali diminta Presiden ke luar negeri untuk menandatangani, tapi saya minta Pak Wamen, Pak Fahri yang ke luar negeri," tutur ara.
Beberapa waktu lalu, Fahri memang pergi ke luar negeri seperti China dan Abu Dhabi untuk membicarakan salah satunya terkait program 3 juta rumah. Sebab, kedua negara itu disebutkan berminat dengan program 3 juta rumah.
"Pertama ke RRC, yang kedua ke Abu Dhabi, untuk bisa fokus. Karena saya tahu, sebagai swasta kan saya juga punya partner asing. Jadi saya ngerti bahwa tidak terlalu mudah dan tidak boleh berhenti di MoU. Jadi itu mengawalnya masih banyak. Makanya saya tugaskan Wamen untuk bisa mengawal itu," paparnya.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat investor asing tertarik menanamkan modalnya untuk pembangunan rumah di Indonesia. Pertama, karena adanya kepastian hukum. Kedua, market yang besar, dan ketiga kepercayaan terhadap pemimpin negara yang besar.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PKP, Iwan Suprijanto mengatakan investor dari China, Dubai, dan Qatar tertarik untuk ikut program 3 juta rumah. Namun, ia belum tahu pasti kerja sama dalam bentuk apa yang akan dilakukan nantinya.
"Yang pertama saya dengar pertama ada Tiongkok, kedua Dubai, ada Qatar. Minat sudah disampaikan, ada rencana untuk menekan MoU, tetapi kami sebagai birokrat ingin memastikan itu clear, jangan sampai menjadi investasi tapi kemudian beban negara atau beban rakyat di kemudian hari," katanya di kantor Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Jakarta, Rabu (6/11/2024).
(abr/das)