Menteri PKP Maruarar Sirait bertemu dengan Menteri Sosial dan Kepala BPS untuk penyocokan data bantuan perumahan. Fokus pada akurasi dan tepat sasaran. [525] url asal
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) bertemu dengan Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti. Pertemuan tersebut membahas soal penyocokan data terpadu sosial ekonomi nasional (DTSEN) untuk penyaluran bantuan di sektor perumahan.
Ara mengatakan, penyelarasan data ini dilakukan agar penyaluran bantuan di sektor perumahan tepat sasaran. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto.
"Tepat sasaran kenapa? Karena selama ini misalnya dapat arahan dari Kepala BPKP cukup banyak yang tidak tepat sasaran. Makanya program ini kita mulai dengan benar, dengan berdiskusi secara mendalam dengan Kepala BPS dan juga Bapak Menteri Sosial," tutur Ara di Kantor Kementerian PKP, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Program perumahan yang membutuhkan DTSEN salah satunya adalah Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau yang dikenal dengan bedah rumah. Bantuan ini akan diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin meningkatkan kualitas rumah, baik dari sisi kesehatan, sanitasi, air bersih, maupun kekuatan bangunan.
"Ya itu tadi salah satu program yang beririsan dengan kami. Sebab, umumnya yang masuk miskin ekstrim atau miskin itu tidak punya rumah. Atau punya rumah tapi tidak layak huni," kata Gus Ipul.
Nantinya, masyarakat yang diutamakan untuk mendapat bantuan perumahan tersebut adalah mereka yang berada di desil satu atau miskin ekstrem (pengeluaran tidak sampai Rp 400 ribu/bulan), desil dua atau miskin (pengeluaran tidak sampai Rp 600 ribu/bulan), desil tiga atau rentan (pengeluaran tidak sampai Rp 900 ribu/bulan), serta sebagian desil empat.
Selain bantuan bedah rumah, data tersebut juga bisa digunakan untuk bantuan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) agar penerimanya lebih tepat sasaran.
"Dan kita perlu sampaikan memang data ini menjadi sangat penting. Karena ini menentukan sasaran kita. Tiga bulan terakhir ini kita semua bareng-bareng untuk membuat data ini lebih akurat. Meskipun kita harus akui bahwa data ini dinamis sekali. Tiap hari Pak ada yang wafat, tiap hari ada yang wafat. Tiap hari juga ada yang pindah tempat gitu," ujar Gus Ipul.
Maka dari itu, nanti dari pihak BPS akan melakukan pemutakhiran data setiap tiga bulan. Hal itu agar data yang ada tetap akurat.
"Kami sudah merencanakan dengan Pak Mensos juga melakukan updating yang saat ini juga ground check sedang ada di lapangan. Dan setiap 3 bulan nanti akan dilakukan pemutakhiran," ujar Amalia.
Pemerintah rencanakan program 3 juta rumah mulai 2025, Ini sederet catatan dari pengembang terkait material dan perizinan, terutama di perdesaan. [658] url asal
Pemerintah memiliki program 3 juta rumah per tahun yang akan mulai dilakukan pada awal 2025. Akan tetapi, ada sederet catatan dari pengembang untuk program tersebut.
Dalam program 3 juta rumah, nantinya ada 1 juta yang dibangun di perkotaan dan 2 juta dibangun di perdesaan. Untuk pembangunan rumah di perdesaan, pengembang mengatakan perlu diperhatikan beberapa hal, salah satunya material bangunan.
Ketua Umum Appernas Jaya, Andriliwan Muhamad menuturkan untuk membangun rumah di perdesaan masih sulit mendapatkan material bangunan, contohnya pasir dan semen. Ia mengatakan, hal itu berdasarkan pengalamannya membangun rumah subsidi di beberapa wilayah perdesaan, seperti di NTT, Papua, maupun di Serang.
"Sangat sulit kalau di desa. Apalagi kalau kita di Papua, di NTT, kita susah sekali kalau mau cari pasir. Mau cari semen itu sangat mahal di sana," katanya saat ditemui di sela-sela acara Diskusi Program 3 Juta Rumah di Auditorium Kementerian Pekerjaan Umum, Senin (28/10/2024).
Walau demikian, pihaknya akan tetap mendukung program 3 juta rumah. Namun, ia meminta pemerintah untuk memperhatikan dari sisi material bangunan dan juga perizinan bangunan agar lebih dipermudah.
"Cuma kami menegaskan tolong yang diutamakan itu adalah bagaimana pemerintah bisa mengontrol material dan kemudian perizinan. Itu dua saja, kalau masalah SDM bisa kita bantu teman-temannya," ujarnya.
Terpisah, Ketua Umum Apersi, Junaidi Abdilah menuturkan pihaknya mendukung program pembangunan 3 juta rumah. Akan tetapi, ia membeberkan sejumlah catatan, salah satunya kejelasan penerima bantuan pembangunan rumah di desa.
Junaidi mengungkapkan, saat ini masih belum jelas siapa saja target sasaran dari pembangunan 2 juta rumah di perdesaan maupun rumah seperti apa yang akan dibangun di sana. Ditambah lagi, kriteria calon penerima bantuan juga masih belum jelas hingga saat ini.
"Saya punya pertanyaan, di desa konsumennya siapa? Dan siapa yang bangun? Terus gimana logistik untuk ke desa-desa? Tidaklah gampang, medannya itu tidaklah gampang," katanya kepada wartawan.
Di sisi lain, pemerintah juga akan menggunakan lahan sitaan untuk dibangun rumah maupun rumah susun. Namun, menurut Junaidi hal tersebut masih harus dipastikan lagi legalitas lahan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Kan kalau developer tidak akan tertarik (bangun rumah) kalau tidak ada pembiayaan dari perbankan, perbankan akan tertarik (memberi pembiayaan bangun rumah) kalau jaminannya jelas, legalitasnya. Kalau tanah sitaan, apakah nanti bisa jadi gugatan lagi? Terus tanah negara apakah nanti bisa terus jadi pemiliknya? Yang pasti kan nggak bisa dimiliki," paparnya.
"Akan lebih cocok kalau tanah negara, tanah sitaan, untuk rumah sewa. Tanah negara lebih cocok penghuninya sewa, realistis. Tapi kalau untuk transaksi jual beli saya yakin tidak bisa," tambahnya.
Maka dari itu, ia menyarankan agar pemerintah, khususnya Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) bisa mengajak diskusi para pengembang perumahan terutama pengembang rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini supaya pemerintah bisa mendapatkan masukan terkait pembangunan hunian.
"Karena pengembang ini sudah paham benar kondisi lapangan, birokrasi, suplier, konsumen, dan lainnya. Tentunya kalau hal-hal teknis begini (kalau) kami tidak diajak bicara, sangat disayangkan nanti programnya kurang tersupport," ujar Junaidi.
"Artinya sampai sekarang asosiasi belum pernah diajak bicara. Jadi karena kami yang tahu persis seperti apa di lapangan, selayaknya Bapak Menteri melibatkan kami untuk berdiskusi," pungkasnya.