JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Tata KotaNirwono Yoga menyoroti lokasi pembangunan 1 juta rumah di Qatar.

Rencananya, rumah hasil investasi Qatar akan dibangun di perkotaan berupa hunian vertikal.

Menurut Nirwono, pembangunannya tersebut harus dipikirkan dengan matang peruntukannya untuk apa.

"Perlu dipastikan adalah tujuannya untuk apa? Untuk orang kerja atau untuk orang tinggal? Beda itu pendekatannya," tegas Nirwono kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Kedua, mengenai status lahan yang dinilai tidak kalah penting.

Apabila mengguna lahan di tanah stasiun PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, maka tidak boleh membangun rusunami.

"Milik tidak bisa, beli tidak boleh, apalagi gratis mungkin, karena ada lahannya, yang punya jelas. Maka yang bisa dilakukan adalah pemerintah harus jelas bahwa yang dibangun adalah rusunawa (rumah susun sewa)," sambung dia.

Namun, hal yang membedakan adalah rusunawa tersebut diberikan subsidi. Sehingga, harga sewanya jauh lebih murah.

Sementara hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah kepastian hukum dalam jangka panjang.

Sebab, kebijakan yang nantinya akan diambil Pemerintah harus diperhitungkan apakah hanya berlaku selama masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saja, atau untuk masa pemerintahan selanjutnya.

"Itu hanya bisa kalau undang-undang mengatakan bahwa mereka tinggal di situ dalam tanda petik, nyewa gitu ya, setiap lima tahun dan bisa diperpanjang. Karena apa? Kalau kita kejadiannya ganti pemerintahan, besok Menteri BUMN-nya ngomong gitu, yang beda, gimana?," lanjut Nirwono.

Dia mewanti-wanti Pemerintah agar tidak menjanjikan kepada masyarakat bahwa rumah tersebut dibangun secara gratis.

"Karena, tidak mungkin negara membangun di tanahnya sendiri, kemudian digratiskan, tentu nanti itu akan jadi temuan. Karena, warga kan tidak boleh memiliki sertifikat hak milik di tanah negara. Itu yang menurut saya harus, meskipun bicara dengan rakyat miskin loh ya, yang bilangnya rakyat miskin, rakyat MBR, tapi itu harus tegas di awal," tuntasnya.

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait atau Ara diminta tidak asal tunjuk lahan buat bangun 3 juta rumah.

Ara didesak untuk memikirkan cara membangun dan mengintegrasikannya dengan transportasi publik.

Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga mengungkapkan hal ini dalam konferensi pers bersama Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) di Jakarta, Kamis (23/1/2025).

“Ya, jadi tidak asal, seperti bukannya, misalnya Menteri Perumahan bilang, tanahnya disana, gitu ya. Disana tuh ada transportasinya, ada infrastrukturnya, atau tidak, misalnya,” tegas Nirwono.

Sebab, ini merupakan langkah untuk mengantisipasi ketidakterisian rumah yang akan dibangun oleh Pemerintah nanti dalam program tersebut.

Hal ini berlaku baik pembangunan 1 juta rumah di perkotaan maupun dua juta rumah di perdesaan.

Apabila tidak terkoneksi dengan transportasi publik, maka dapat dipastikan pembangunan rumah tersebut tidak dihuni masyarakat.

“Jadi, kita harus ingatkan kembali, bahwa dalam rencana ini, pengembangan rumah 3 juta tadi, harus memasukkan, sistem transportasi, sebagai, salah satu syarat, penentuan lokasi, terutama,” tambah Nirwono.

Selain transportasi publik, pembangunan infrastruktur untuk program pembangunan 3 Juta Rumah tersebut pun perlu diperhitungkan.

“Tapi, tolong perhatikan, apakah ada infrastrukturnya, apakah ini terhubung dengan, transportasi massal, gitu ya. Sehingga, nanti penduduk, bisa didorong, untuk naik transportasi masal,” tuntas Nirwono.