Jakarta -
Pengembang menyayangkan mencuatnya stigma developer nakal dari pemerintah. Hal ini dinilai mengganggu iklim usaha di sektor perumahan.
Ketua Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Ari Tri Priyono mengatakan kondisi tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan dari masyarakat. Pengembang pun merasa serba salah dalam memberikan penjelasan.
"Kita bingung menjawabnya, dijawab dianggap kita membela yang salah, yaitu tentang developer nakal, rumahnya tidak berkualitas dan seterusnya. Itu pasti ada Bapak Ibu sekalian, tapi kita menggaransi itu pasti sedikit, lebih banyak yang dengan baik melaksanakan program pemerintah," ujar Ari dalam Konferensi Pers 5 Asosiasi Pengembang Perumahan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (18/2/2025).
Ari mengaku sudah dikonfirmasi dari data BP Tapera, bahwa jumlah pengembang nakal sangat sedikit. Namun, tidak disebutkan berapa pengembang nakal dari data tersebut.
Di sisi lain, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto menyampaikan tentu ada pengembang yang performanya kurang baik. Namun, adanya stigma tersebut justru membuat persoalan internal bagi pengembang.
"Pengembang itu sudah menyediakan perumahan, sudah memberikan lapangan pekerjaan, sudah membayar pajak tanpa ada bimbingan kita berjalan, kok masih kurang?" katanya.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan klasifikasi dan klarifikasi dengan data yang terukur. Lalu, harus ada pendekatan untuk melihat masalah yang dihadapi oleh pengembang.
Joko mengatakan butuh identifikasi masalah dengan jelas. Lalu, ia menyebutkan yang dihadapi pengembang, di antaranya bisa terkait kewajiban kredit, infrastruktur, kewajiban legalitas, dan cash flow.
Selain itu, pengembang juga bisa saja berhadapan dengan mafia tanah. Hal itu mengakibatkan sertifikat tanah terblokir, sehingga tidak bisa menyelesaikan pembangunan rumah.
"Kita mesti tegas bahwa kita harus bank sehat itu kita support, masyarakat membeli atau konsumen mendapatkan haknya, kita support. Yang ketiga kita juga men-support pengembang yang profesional, yang proper. Kita tidak men-support pengembang yang aneh-aneh, yang main-main, kita juga nggak suka karena satu itu akan membuat mengintimidasi posisi kami," tuturnya.
Ia pun menambahkan pengembang merasa gusar dengan ajakan pemerintah kepada organisasi advokat untuk mengadvokasi pengembang. Langkah ini dinilai aneh dalam dunia usaha. Sebab, pengusaha tentu menginginkan usahanya berjalan dengan baik dan 'clear and clean'.
Sebelumnya, Inspektur Jenderal PKP Heri Jerman menyebut pengembang nakal tersebar di seluruh Indonesia. Ada pun untuk wilayah Jabodetabek, saat ini mereka baru menemukan 14 pengembang nakal.
"Berdasarkan data yang saya sampaikan ke BPK, untuk di daerah Jabodetabek saja ini sekitar ada 14 (pengembang). Ini belum (keseluruhan), masih sebagian yang baru kita kelilingi. Rata-rata sudah ada yang (membangun) 1.000 unit, ada yang 1.200 unit," kata Heri di Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Hingga saat ini, PKP masih berusaha mengumpulkan daftar lengkap pengembang nakal tersebut. Bukan hanya di wilayah Jabodetabek, melainkan seluruh Indonesia. Data tersebut akan menjadi acuan mereka untuk menindak tegas pengembang nakal.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/das)