Belum lama ini, sempat ada kasus seorang warga yang jadi korban penusukan di salah satu perumahan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dalam video yang viral, dinarasikan penusukan tersebut terjadi karena pembangunan polisi tidur.
Penusukan terjadi diduga karena polisi tidur itu dibuat tanpa izin warga setempat.
Apakah warga bebas membuat polisi tidur di perumahan? Bagaimana aturannya?
Aturan pembuatan polisi tidur tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2023 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan. Dalam aturan itu, disebutkan bahwa alat pengendali pengguna jalan ada uang berupa alat pembatas kecepatan dan alat pembatas tinggi dan lebar.
Pada pasal 3 aturan tersebut, alat pembatas kecepatan digunakan untuk memperlambat kecepatan kendaraan berupa peninggian sebagian badan jalan dengan lebar dan kelandaian tertentu yang posisinya melintang terhadap badan jalan. Nah, alat pembatas kecepatan ini dibagi menjadi speed bump, speed hump, dan speed table. Berikut ini informasinya.
a. Speed Bump
Speed bump ini merupakan alat pembatas kecepatan yang digunakan hanya pada area parkir, jalan privat, atau jalan lingkungan terbatas dengan kecepatan operasional di bawah 10 km/jam.
b. Speed Hump
Speed Hump merupakan alat pembatas kecepatan yang digunakan hanya pada jalan lokal dan jalan lingkungan dengan kecepatan operasional di bawah 20 km/jam.
c. Speed Table
Speed Table ini merupakan alat pembatas kecepatan yang digunakan pada jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan serta tempat penyeberangan jalan dengan kecepatan operasional di bawah 40 km/jam.
Pada pasal 14 (2) disebutkan bahwa penyelenggara alat pengendali dan pengaman pengguna jalan dilakukan oleh:
a. Menteri, untuk jalan nasional; b. gubernur, untuk jalan provinsi; c. bupati, untuk jalan kabupaten dan jalan desa; dan d. wali kota untuk jalan kota.
Tidak disebutkan secara khusus pembuatan polisi tidur di jalan perumahan harus dilakukan oleh siapa. Meski demikian, menurut Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, untuk pembuatan polisi tidur di jalan komplek perumahan bisa dilakukan asalkan ada izin dari warga setempat dan juga RT.
"Yang jelas kalau di kampung, (polisi tidur) dipasang atas persetujuan warga dulu. Kalau memang ada, RT-nya yang menyetujui," katanya ketika dihubungi detikProperti, Selasa (18/2/2025).
Senada, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang menuturkan, tidak ada perizinan khusus untuk membuat polisi tidur di kompleks perumahan. Hal itu bisa dilakukan asalkan sudah mendapat izin dari wakil pemerintah di tingkat dasar yaitu RT atau RW.
"Sebenarnya tidak ada perizinan khusus. Umumnya hanya izin RT/RW kalau di jalan kampung atau kompleks," katanya kepada detikProperti.
Akan tetapi, pembuatan polisi tidur harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sebelumnya diberitakan, viral di media sosial seorang warga jadi korban penusukan di salah satu perumahan di Desa Cikahuripan, Klapanunggal, Kabupaten Bogor. Dinarasikan penusukan terjadi gara-gara pembangunan polisi tidur.
Dilansir detikNews, Sekertaris Desa Cikahuripan Encin mengatakan penusukan terjadi di dalam kawasan perumahan. Penusukan diduga akibat pembangunan polisi tidur tanpa izin RT.
"Bener terjadi di Desa Cikahuripan, tapi (pelaku) bukan Pak RT, bukan. (Pemicu penusukan) masalahnya itu tadi, miskomunikasi lah dengan warga. Gara-garanya itu tadi, ada yang bikin polisi tidur, tapi tidak ada konfirmasi ke Pak RT koordinasi lah," kata Encin dihubungi terpisah.
"(Kejadian penusukan) di dalam perumahan, jadi bukan di kampungnya, di perumahan. RT juga di perumahan. Itu kan di jalan perumahan, itu warga di situ (yang bangun polisi tidur)," imbuhnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Ramai di media sosial yang menyebut makan seblak dan bakso bisa memicu risiko anemia. Anemia terjadi saat tubuh seseorang mengalami penurunan atau jumlah sel darah merah yang ada di dalam tubuh berada di bawah batas normal.
Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan kurangnya hemoglobin di dalam tubuh, sehingga memengaruhi jumlah produksi sel darah merah.
Dokter spesialis gizi dr Johanes Chandrawinata, SpGK, mengatakan seblak dan bakso memang berisiko memicu anemia dan kekurangan gizi. Hal tersebut disebabkan karena kandungan pada bakso dan seblak tak cukup menutrisi tubuh.
Menurut dr Johanes, bakso terbuat dari tepung, daging, sapi, dan lain-lain. Akan tetapi kandungan daging sapinya terbilang cukup sedikit pada bakso.
"Sebenarnya daging sapi merupakan sumber zat besi yang bagus. Namun bila jumlahnya sedikit ya tidak akan mencukupi," imbuhnya saat dihubungi detikcom, Sabtu(18/1/2025).
Seblak juga lebih dominan karbohidrat, lemak, minim protein, dan tanpa daging merah. Terlebih, kata dr Johanes, makanan seblak terbilang minim zat besi nabati seperti sayuran hijau.
"Lebih dominan kandungan karbohidratnya, zat besi juga tidak ada," tuturnya.
Meski begitu, selain dari sisi makanan, kemungkinan ada faktor lainnya yang turut berkontribusi. Misalnya, lanjut dr Johanes, kedua makanan tersebut terkontaminasi cacing tambang lantaran tak diolah dengan higienis.
Karena hal tersebut, dr Johanes menyarankan untuk merebus makanan dengan air mendidih, agar mampu membunuh telur cacing tambang yang berpotensi menyebabkan anemia. Dia juga merekomendasikan masyarakat untuk makan makanan yang bersih dan rutin mengonsumsi obat cacing selama satu sampai dua kali dalam setahun.