Jakarta -
Program prioritas pemerintah, makan bergizi gratis (MBG) akan mulai dijalankan pada Januari 2025 mendatang. Sejalan dengan itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga berperan dalam program tersebut.
Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP), Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan KKP berperan dalam menyuplai kebutuhan protein di menu MBG. Pria yang akrab disapa Trenggono ini menjelaskan pihaknya telah menggandeng Kementerian Desa, Pembangunan, dan Daerah Tertinggal untuk mengoptimalkan potensi desa-desa di bidang kelautan dan perikanan.
"Kalau itu kemudian kita mendorong untuk membangun, kemarin kita dengan Menteri Desa salah satunya adalah membangun misalnya desa perikanan. Jadi misalnya desa gurame, desa lele, desa patin, desa nila, misalnya begitu," kata Trenggono dalam wawancara khusus dengan detikcom, dikutip Senin (9/12/2024).
Trenggono menyebut hasil kelautan dan perikanan dari desa-desa ini nantinya dapat diserap oleh unit dapur di bawah naungan Badan Gizi Nasional di daerah setempat. Menurut dia, Badan Gizi Nasional berencana menyiapkan 30 ribu unit dapur yang tersebar di seluruh Indonesia untuk menjalankan program MBG. Setiap dapur dapat melayani 3.000 siswa.
Dia pun menilai program tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah setempat. Sebab, Badan Gizi telah mengalokasikan dana sebesar Rp 1,2 triliun per hari untuk belanja menu MBG.
"Belanjanya menurut Kepala Badan Gizi yang disampaikan ke saya, satu hari itu Rp 1,2 triliun. Jadi kalau Senin-Jumat berarti kan Rp 6 triliun itu uang yang di-spending. Nah, kalau ini kemudian beredar di seluruh masyarakat, di desa-desa. Satu desa katakan ada 3 ribu siswa di situ, ada 30 ribu desa. Itu ekonominya kebayang, 'kan?" tambah Trenggono.
Tak berhenti di situ, pihaknya juga terus mendorong kawasan budidaya komoditas kelautan dan perikanan lebih masif lagi. Rencananya, kawasan tersebut akan dikelola oleh korporasi lalu komoditasnya dapat dikembangkan menjadi berbagai macam olahan.
Dia menerangkan budidaya ini akan menjadi salah satu unggulan di Indonesia. Sebab, Indonesia sebagai negara maritim berpotensi produksi ikan lebih tinggi lagi. Saat ini, produksi perikanan budidaya baru mencapai 5 juta ton. Angka ini jauh tertinggal dari negara Vietnam yang mencapai 25 juta ton ikan budidaya.
"Nanti yang dikelola oleh korporasi, lalu produknya dalam kuantum atau dalam kuantiti yang besar, yang bisa diolah ke proses hilirisasi berikut, bisa menjadi bakso ikan, bisa menjadi fishball, dan lain sebagainya. Taste-nya dan lain sebagainya itu bisa secara umum bisa diterima, dan kandungan proteinnya tinggi," jelas Trenggono.
Trenggono pun menambahkan KKP mempunyai lima kebijakan ekonomi biru yang menjadi program prioritas. Pertama, memperluas kawasan konservasi laut hingga mencapai 30 juta hektar sampai 2045.
Kedua, penangkapan ikan terukur berbasis kuota yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur. Kebijakan ini mengatur ikan siap yang diperbolehkan ditangkap. Hal ini dilakukan untuk menjaga keberlanjutan dan ekosistem di laut.
Ketiga, mendorong budidaya perikanan air laut, air payau, dan air tawar yang berkelanjutan. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan produksi ikan budidaya Indonesia yang masih tertinggal. Keempat, pengawasan dan pengelolaan pesisir dan pulau kecil.
"Keempat itu pulau-pulau kecil, pengawasan pemanfaatan dan pengawasan pulau kecil. Kelima, pembersihan sampah plastik di laut itu yang jadi penting juga ya," imbuh Trenggono.
(eds/eds)