NUNUKAN, KOMPAS.com – Program makan bergizi gratis (MBG) di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, menghadapi masalah distribusi pada hari kedua pelaksanaannya, Selasa (14/1/2025).
Sebanyak 285 pelajar kelas VII SMPN 2 Nunukan tidak kebagian menu makanan yang seharusnya menjadi bagian dari program tersebut.
Berbagai dugaan muncul terkait penyebab kejadian ini.
Salah satu dugaan adalah keterpisahan lokasi SMPN 2 Nunukan yang memiliki dua area sekolah.
Kelas VII terletak di Jalan Pembangunan, sementara kelas VIII dan IX berada di Jalan Sei Fatimah, dengan jarak sekitar 3 kilometer.
Ketua LKSA Aisyiyah Ruhama Nunukan, Suwarni, mengakui bahwa jarak ini dapat menjadi faktor yang menyebabkan keterlambatan atau terlewatnya distribusi makanan.
"Bisa jadi karena kelasnya terpisah jauh, ini menjadi alasan mengapa terlewatkan. Namun, kami tetap menunggu penjelasan dari pengelola katering. Laporan ini sudah masuk, dan kami segera rapatkan," ujar Suwarni, Rabu (15/1/2025).
Dugaan penyebab siswa tidak kebagian makanan
Kompas.com/Ahmad Dzulviqor Cerianya pelajar SMPN 1 Nunukan saat menerima MBGSelain faktor jarak, koordinasi antara pihak katering dan sekolah juga diduga menjadi kendala.
Bidang Kesiswaan SMPN 2 Nunukan, Impun Novitasari, mengungkapkan bahwa pihak sekolah tidak mendapat informasi atau penjelasan terkait tidak adanya distribusi makanan pada hari tersebut.
"Kami tidak tahu sebabnya apa, dan anak-anak kelas VII akhirnya pulang dengan kecewa," katanya.
Suwarni menambahkan bahwa pihaknya telah meminta pengelola katering An Nisa memberikan penjelasan terkait insiden ini.
Dalam rapat evaluasi, akan dibahas kemungkinan adanya kompensasi atau penggantian makanan bagi siswa yang tidak kebagian.
"Ini jadi catatan besar untuk perbaikan distribusi ke depannya. Kami harus pastikan program MBG ini berjalan lancar tanpa ada siswa yang merasa dirugikan," kata Suwarni.
Program MBG yang dimulai sejak Senin (6/1/2025) ini bertujuan menyediakan makanan bergizi untuk ribuan pelajar di Nunukan.
Namun, kendala teknis seperti lokasi yang tersebar dan sistem distribusi yang belum optimal menjadi tantangan utama yang harus segera diatasi.
Ke depan, Suwarni berharap koordinasi antara penyedia katering, pihak sekolah, dan pengawas program dapat ditingkatkan agar insiden serupa tidak terulang.
"Kejadian ini tidak hanya merugikan siswa tetapi juga mencoreng tujuan mulia program ini, yaitu meningkatkan asupan gizi para pelajar," tutupnya.