Jakarta -
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan memberikan sebagian tanah terlantar untuk program 3 juta rumah. Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid mengatakan pihaknya akan menyiapkan 79 ribu hektare (ha) tanah yang terindikasi terlantar untuk permukiman.
"Potensi tanah telantar itu sebanyak 1,3 juta hektare. Ini dari tanah Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pengelolaan (HPL) habis, yang sudah terindikasi telantar seluas 854.662 hektare, dan ini harus dipergunakan seluas-luasnya untuk kemakmuran rakyat," kata Nusron Wahid dalam keterangannya, dikutip Jumat (6/12/2024).
Selain terkait penyediaan tanah, ia mengaku telah mengidentifikasi sedikitnya 6 aspek di bidang pertanahan yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan pelaku usaha terkait pembangunan rumah serta permukiman. Identifikasi tersebut ia lakukan juga dalam rangka mendukung program Pembangunan 3 Juta Rumah.
"Penyediaan tanah, sertifikasi tanah, PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, red), LSD (Lahan Sawah yang Dilindungi, red), Hak Tanggungan, dan Roya, ini yang berhubungan dengan pengembang dan konsumennya langsung," terangnya.
Sehubungan dengan aspek PKKPR, Nusron mengimbau agar para pelaku usaha dalam sektor properti memeriksa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di masing-masing daerah. Hal ini agar tidak terjadi ketidaksesuaian pemanfaatan ruang di setiap wilayah.
"Tolong dicek karena belum semua wilayah ada Rencana Tata Ruang (RTR)-nya. Saat ini kita baru ada 553 RDTR, padahal kita targetnya 2.000. Untuk itu, kami sudah janjian dengan Menteri Dalam Negeri supaya kepala daerah terpilih nanti menyusun RDTR karena itu akan memudahkan dunia usaha," ungkap Nusron.
Di sisi lain, sspek pengendalian dalam pemanfaatan tanah dan ruang juga sangat diperlukan. Diketahui bahwa alih fungsi lahan sawah mencapai 100-150 ribu hektare setiap tahunnya. Hal itu tidak sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto terkait swasembada pangan.
"Karena itu dalam peraturan ini Bapak boleh mengambil sawah, tapi harus mengganti dengan sawah baru. Kami juga akan menyusun Peraturan Pemerintah (PP) tentang LP2B nasional, ini untuk mengakomodir jika ketersediaan lahan di suatu provinsi tidak ada maka dapat diusulkan di provinsi lain untuk mengganti lahannya. Insyaallah Kuartal 1 di 2025 targetnya sudah jadi PP itu," jelas Nusron.
Sebaran Tanah Terindikasi Terlantar untuk Permukiman
Berdasarkan data yang diterima detikcom dari Kementerian ATR/BPN, saat ini sudah ada 854.662 ha tanah terindikasi terlantar. Dari jumlah tersebut, sebanyak 209.780 ha akan digunakan untuk tanaman pangan, 564.957 ha untuk transmigrasi dan redistribusi tanah, lalu sebanyak 79.925 ha untuk permukiman.
Berikut ini rincian tanah terindikasi terlantar yang bisa dipakai untuk permukiman yang ada di berbagai daerah.
1. Kalimantan Timur: 8.388 ha
2. Sumatera Selatan: 8.790 ha
3. Kalimantan Barat: 6.985 ha
4. Sulawesi Selatan: 5.502 ha
5. Riau: 5.453 ha
6. Kalimantan Selatan: 4.715 ha
7. Kalimantan Tengah: 4.644 ha
8. Aceh: 3.615 ha
9. Lampung: 2.977 ha
10. Jawa Barat: 5.565 ha
11. Sumatera Utara: 2.384 ha
12. Nusa Tenggara Timur: 2.163 ha
13. Bengkulu:1.962 ha
14. Jambi: 1.935 ha
15. Sulawesi Tengah: 1.893 ha
16. Papua Barat: 1.714 ha
17. Sumatera Barat: 1.688 ha
18. Kepulauan Riau: 1.469 ha
19. Nusa Tenggara Barat: 1.189 ha
20. Maluku Utara: 1.120 ha
21. Sulawesi Tenggara: 961 ha
22. Sulawesi Barat: 793 ha
23. Sulawesi Utara: 742 ha
24. Papua: 692 ha
25. Bangka Belitung: 561 ha
26. Maluku: 553 ha
27. Banten: 536 ha
28. Jawa Timur: 492 ha
29. Bali: 168 ha
30. Jawa Tengah: 136 ha
31. Gorontalo: 65 ha
32. DKI Jakarta: 71 ha
33. D.I. Yogyakarta: 5 ha
(abr/abr)