Pakar gizi komunitas memberikan evaluasi untuk program makan bergizi gratis yang sudah jalan selama satu minggu. Apa yang perlu ditingkatkan? [455] url asal
Program makan bergizi gratis (MBG) yang sudah dilaksanakan dalam waktu satu pekan terakhir ini mengundang pro dan kontra dari banyak pihak. Ada sebagian orang mempertanyakan apakah program ini bisa dilaksanakan dengan baik dan dapat memastikan kebutuhan gizi bagi yang menerimanya.
Pakar gizi komunitas Dr dr Tan Shot Yen, MHum berpendapat bahwa MBG sebagai program baru pemerintah dilaksanakan secara terburu-buru. Menurutnya program ini masih belum disosialisasikan secara matang pada masyarakat.
Padahal hal ini perlu untuk memastikan kelancaran program MBG yang lebih baik sehingga manfaat diberikan bisa diterima maksimal oleh masyarakat.
Selain itu, dr Tan menyebut bahwa program MBG ini seharusnya lebih mengutamakan orang-orang yang tinggal di daerah 3T (terluar, terdepan, dan terbelakang). Hal ini bertujuan untuk menjadikan program MBG ini bisa tepat sasaran.
"Nomor satu kita harus fokus kepada daerah yang sungguh membutuhkan, yaitu daerah 3T. Jangan sampai penggal pertama uang yang dihabiskan untuk perkotaan, yang sebetulnya anaknya saja diantar naik motor, gedung sekolahnya bagus, ayah ibunya punya handphone. Jadi kita harus betul-betul kembali pada daerah 3T," kata dr Tan dikutip dari 20detik, Minggu (12/1/2025).
Menurut dr Tan, program MBG juga bisa berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat lokal. Tidak hanya petani atau nelayan, penjual di kantin sekolah juga bisa diberdayakan.
Semenjak program MBG digulirkan, tak sedikit penjual-penjual makanan di kantin sekolah mengeluhkan adanya penurunan angka penjualan.
Oleh karena itu, dr Tan menuturkan program MBG seharusnya dilakukan dengan edukasi pra-program yang baik pada masyarakat, anak-anak, hingga sekolah. Untuk sebuah program nasional, program MBG diperlukan penilaian dan pertimbangan yang sangat panjang.
"Karena apa? Akhirnya kalau jadi food waste, ini bukan cuma sekedar dibuang ke tong sampah. Tetapi, makanan yang semestinya tidak tepat sasaran, karena anaknya nggak doyan, nggak dimakan, nggak suka, akhirnya ini menjadi mubazir. Padahal kan ini triliunan dan itu dari pajak masyarakat," tandasnya.
Program makan bergizi gratis (MBG) sudah mulai dilaksanakan di sekolah-sekolah. Ramai di media sosial testimoni anak-anak sekolah yang ternyata tidak seluruhnya menyukai makanan yang diberikan.
Ada anak yang enggan menghabiskan makanan yang diberikan, ada juga anak yang menyisihkan sayur yang ada di dalam menu. Ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen, M.Hum menuturkan ada banyak faktor yang membuat seorang anak menjadi picky eater, misalnya seperti kebiasaan yang di rumah hingga kondisi kesehatan anak.
dr Tan berpendapat pada akhirnya program MBG tidak bisa 'melayani' seluruh selera anak yang mendapatkan makanan gratis. Menurutnya, pemerintah atau pihak yang bertanggung jawab atas penentuan menu makanan bergizi harus menemukan cara untuk mengatasi masalah tersebut.
"Ini ada beberapa kejadian yang berbarengan, dan katanya anak-anak yang nggak makan sayur, sayurnya disisihkan, maka kita harus punya upaya. Tapi, tentu saja kita tidak boleh pukul mundur bahwa sayurnya kita bikin jadi keripik, biar kriuk-kriuk dan anaknya jadi doyan, ya nggak ada gunanya makan sayur," kata dr Tan dalam media briefing Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Rabu (8/1/2025).
dr Tan menuturkan ahli gizi yang terlibat di daerah-daerah harus bisa 'putar otak' mengulik berbagai jenis sayur yang bakal diberikan pada anak. Menurutnya, ada banyak kombinasi sayur lain yang bisa dipadukan agar bisa dinikmati anak-anak.
Evaluasi dengan anak menurutnya juga penting dilakukan setelah program MBG ini mulai berjalan. dr Tan mengatakan anak yang enggan menghabiskan makanan dari program MBG juga harus diajak berdialog untuk menemukan masalah yang sesungguhnya.
"Anak-anak yang makanannya tidak habis itu perlu diajak berbicara atau berdialog. 'Dek, kenapa nggak dimakan?'. Oh, misal ternyata ayamnya terlalu keras, barangkali kalau memberikan anak-anak SD jangan potongannya seperti ayam kalasan, barangkali ayamnya diolah menjadi semacam rolade, misalnya," sambungnya.
Masalah kesehatan juga bisa menjadi penyebab anak menjadi picky eater. dr Tan mencontohkan masalah karies gigi yang banyak terjadi pada anak-anak.
Menurutnya, anak-anak yang giginya tidak terawat cenderung memiliki nafsu makan yang buruk. Tidak hanya itu saja, gigi anak yang tidak terawat juga bisa menjadi sumber infeksi, yang apabila dibiarkan juga dapat memperburuk kemampuan anak dalam mengunyah makanan.
"Nah, memang banyak sekali yang kita perlu benahi dari anak-anak. Nggak bisa makanan itu disetel seperti maunya anak. Nanti modal yang keluar adalah bakso dan cireng. Edukasi ini perlu jalan beriringan," tandasnya.