Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyatakan layanan program makan bergizi gratis (MBG) di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) baru bisa dimulai pada Agustus.
Hal ini, kata dia, disebabkan pencairan anggaran yang baru akan tersedia pada akhir Juli, sehingga pembangunan satuan layanan di wilayah-wilayah tersebut masih dalam tahap perencanaan.
"Jadi untuk APBN ini akan kita targetkan di daerah-daerah yang tidak menarik untuk investor. Jadi memang banyak masukan ke kita, kenapa tidak di daerah 3T dulu?' Tidak di daerah yang terpencil dulu?. Kami harus jelaskan bahwa itu baru akan bisa dilaksanakan kalau APBN-nya sudah bisa dilaksanakan, dan baru akan selesai di akhir Juli," ujar Dadan dalam acara CNBC Indonesia Food Summit 2025 di St Regis Jakarta, Rabu (19/3).
"Jadi pelayanan-pelayanan di daerah-daerah seperti itu baru akan bisa kita laksanakan mulai Agustus," imbuhnya lebih lanjut.
Sementara itu, Dadan menyebut program andalan Presiden Prabowo Subianto itu saat ini telah berjalan di 38 provinsi dan telah melayani lebih dari 3 juta orang sejak diluncurkan pada 6 Januari 2025.
Awalnya, program ini hanya mencakup 26 provinsi dengan 190 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), tetapi kini telah berkembang menjadi lebih dari 1.000 satuan layanan di seluruh Indonesia, termasuk di Papua dan wilayah terpencil lainnya.
Namun, hingga kini, SPPG yang beroperasi masih didukung oleh mitra karena dana pemerintah belum tersedia. Dadan menjelaskan satuan layanan yang dibiayai langsung oleh BGN harus berbasis APBN, yang saat ini masih dalam tahap perencanaan dan tender.
"Dan belum satupun SPPG yang dibangun oleh BGN. Karena kalau yang dibangun oleh BGN itu kan harus berbasis APBN. Nah, sekarang baru dalam perencanaan, sebentar lagi akan tender, kemudian dibangun, diisi, dan itu kami akan targetkan ke daerah-daerah yang mungkin sulit dijangkau oleh para investor," jelasnya.
Ia mengatakan wilayah 3T seperti Kepulauan Seribu, pedalaman Papua, dan daerah dengan jumlah anak sedikit menjadi prioritas pembangunan SPPG baru. Namun, karena wilayah-wilayah tersebut dianggap kurang menarik bagi investor, BGN mengandalkan dana APBN untuk mendanai program di sana.
Saat peluncuran MBG pada Januari lalu, ia menjelaskan seluruh pembiayaan masih berasal dari mitra karena anggaran pemerintah belum tersedia.
Dengan lebih dari 1.000 satuan layanan yang sudah beroperasi, Dadan mengatakan program ini terus berkembang dan ditargetkan menjangkau lebih banyak wilayah setelah pencairan anggaran dilakukan.
"Alhamdulillah sekarang seribu satuan pelayanan sudah berdiri, dan sudah melayani lebih dari 3 juta, dan itu berkaitan dengan rantai pasok tangan," ujarnya lebih lanjut.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana bagikan proses pengelolaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, BGN memiliki target untuk membentuk sekitar 30.000 unit satuan layanan yang akan mengelola MBG di seluruh Indonesia.
Unit satuan layanan ini dibentuk berdasarkan data geospasial sekolah yang diperluas berdasarkan data real time di radius sekitar 6 kilometer. Data geospasial sekolah digunakan karena anak sekolah merupakan kelompok sasaran utama di program ini.
Sedangkan data real time dengan radius 6 kilometer digunakan untuk menjaring sasaran utama selain anak sekolah. Yakni ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita.
Setiap satu layanan dirancang mengelola anggaran senilai Rp 7-10 miliar. Anggaran ini digunakan untuk pembelian bahan baku, ongkos tenaga kerja lokal, dan pendistribusian MBG secara terstruktur berbagai kelompok sasaran.
"Setiap satu layanan akan mengelola anggaran berkisar Rp 7 hingga Rp 10 miliar tergantung pada wilayah," tutur Dadan dikutip dari Kantor Berita Antara, Kamis (5/12/2024).
Proses Pengelolaan Makan Bergizi Gratis
Lebih lanjut Dadan menjelaskan proses pengelolaan dana program MBG. Dijelaskannya bila BGN tidak membeli paket makanan, tetapi membayar bahan baku setiap bulannya.
Dari Rp 7-10 miliar anggaran yang tersedia untuk setiap unit satuan layanan, sekitar 85% dari anggaran tersebut digunakan untuk pembelian bahan baku. Menu akan ditentukan setiap satu bulan sekali.
"Menu itu akan di set 1 bulan, katakanlah kalau hari Senin kita masak ayam balado dengan sayur, dengan nasi, dengan buah. Berapa bahan baku hari itu, itu yang dibayar," katanya.
Selanjutnya, sebesar 10,5% dari anggaran akan digunakan untuk memberdayakan komunitas lokal. Atau dengan kata lain sebagai upah bagi tenaga kerja lokal.
"Seperti ibu-ibu yang memasak dan bapak-bapak yang bertugas mencuci peralatan," imbuhnya.
Sasaran Program Makan Bergizi Gratis
Setidaknya ada 4 kelompok sasaran utama program MBG tahap awal. Yakni anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita.
Setiap layanan bisa mendistribusi makan bergizi untuk 3.000 anak sekolah. Jumlah ini akan bertambah 10% usai hasil uji coba selama 11 bulan dengan target 82,9 juta penerima.
Data anak sekolah diterima BGN dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Sedangkan ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita akan dilakukan verifikasi langsung di lapangan.
"Kalau sekolah sudah ada, cuma yang ibu hamil, ibu menyusui kan nggak bisa pakai data sekarang kan," katanya.
Nantinya akan diterapkan mekanisme penghimpunan data untuk tiga kategori sasaran lainnya. Yaitu berdasarkan siklus usia, dari sejak anak itu dilahirkan, usia balita, hingga menyusui.
"Habis anak itu dilahirkan kan menyusui, habis itu anak balita, kan sudah bisa diperkirakan dari data. Basis data yang ada jumlahnya sekian," ujar dia.
Dengan basis data yang kuat dan upaya verifikasi lapangan, Dadan berharap MBG bisa memberikan manfaat dan bantuan jatuh di tangan yang tepat.
Makan Bergizi Gratis di Sekolah Mulai Dilaksanakan Januari 2025
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengungkapkan MBG akan dilaksanakan pada semester depan atau Januari 2025. Dalam pelaksanaannya, Kemendikdasmen akan memberikan edaran ke sekolah-sekolah.
"Agar program makan siang bergizi itu tidak hanya menjadi program pemenuhan gizi secara kesehatan jasmani tapi juga harus menjadi bagian dari pembentukan karakter," tuturnya dikutip dari arsip detikEdu.
Program Bergizi Gratis ini akan bersinggungan dengan Program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Sedangkan program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat akan ditujukan untuk siswa tingkat TK hingga SLTA dan dilaksanakan juga pada semester baru yakni Januari 2025.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengemukakan satuan layanan di seluruh daerah dirancang mengelola anggaran senilai Rp7-10 miliar untuk ... [338] url asal
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengemukakan satuan layanan di seluruh daerah dirancang mengelola anggaran senilai Rp7-10 miliar untuk menangani distribusi program Makan Bergizi Gratis (MBG) secara terstruktur ke berbagai kelompok sasaran.
Dadan usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, mengatakan setiap satuan layanan akan mencakup sekitar 3.000 anak sekolah sebagai basis utama.
"Setiap satuan layanan akan mengolah anggaran berkisar Rp7 hingga Rp10 miliar, tergantung pada wilayah," katanya.
Ia mengatakan, data geospasial sekolah yang statis dijadikan landasan awal untuk membangun sebanyak 30 ribu unit satuan layanan di seluruh daerah di Indonesia.
Selanjutnya, kata Dadan, cakupan layanan akan diperluas untuk melibatkan ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita berdasarkan data real time di radius sekitar 6 kilometer dari lokasi layanan.
Dadan mengemukakan, sekitar 85 persen dari anggaran yang dikelola satuan layanan akan dialokasikan untuk pembelian bahan baku makanan yang nantinya diolah menjadi menu harian.
"Badan Gizi tidak membeli paket makan, tetapi membayar bahan baku. Menu itu akan diset 1 bulan, katakanlah kalau hari Senin kita masak ayam balado dengan sayur, dengan nasi, dengan buah. Berapa bahan baku hari itu, itu yang dibayar," katanya.
Selain itu, 10,5 persen dari anggaran akan digunakan untuk memberdayakan komunitas lokal, seperti membayar tenaga kerja lokal, seperti ibu-ibu yang memasak dan bapak-bapak yang bertugas mencuci peralatan.
Target Badan Gizi Nasional adalah membentuk sekitar 30.000 satuan layanan di seluruh Indonesia, mulai dari Sabang hingga Merauke.
Pada tahap awal, kata Dadan, fokus akan diberikan pada anak sekolah, yang kemudian dilengkapi dengan kelompok rentan lainnya seperti ibu hamil dan balita.
"Dari pengalaman uji coba kita yang selama 11 bulan, itu akan bertambah 10 persen dari data anak sekolah," ujarnya.
Dadan menambahkan, pendanaan untuk pembangunan satuan layanan ini berasal dari berbagai sumber, termasuk APBN, kemitraan dengan kementerian atau lembaga lain, serta kolaborasi dengan pihak ketiga seperti koperasi, yayasan, dan UMKM.