Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perumahan dan Permukiman Maruarar Sirait atau Ara mengaku sebanyak 5.760 unit perumahan untuk TNI dan Polri sudah memasuki status peletakan batu pertama atau groundbreaking.
Menurutnya, dalam rangka mendukung ketersediaan rumah bagi personel militer dan kepolisian, Kementerian Perumahan dan Permukiman telah melakukan groundbreaking beberapa proyek perumahan bersama TNI AD dan Polri.
“Kami sudah melakukan groundbreaking dengan TNI Angkatan Darat di Serang. Totalnya ada 5.760 unit, tersebar di Brebes, Bogor, Bantul, Bekasi, dan Serang,” tuturnya di kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (19/3/2025) malam.
Selain itu, groundbreaking juga dilakukan dengan Polri bersama Kapolri di Karawang dengan total 14.389 unit rumah.
Pada 25 Maret 2025, Ara mengatakan pemerintah akan memulai penyerahan kunci rumah bagi para buruh di beberapa wilayah, termasuk Bogor, Makassar, Aceh, Medan, Pontianak, Kupang, Bangkalan Madura, dan Jayapura.
Dia menyebut total rumah yang disiapkan mencapai 20.000 unit, dengan simbolis penyerahan 250 unit pada acara tersebut.
“Totalnya kita 20.000 unit rumah dan nanti pada saat penyerahan kunci simbolis pada 25 Maret, total itu sekitar 250 rumah,” pungkas Ara.
Proyek pembangunan 20 rumah TNI/Polri di Maluku terjerat kasus korupsi, merugikan negara Rp 2,8 miliar. Kementerian PKP telah menyerahkan kasus ke kejaksaan. [601] url asal
Proyek pembangunan 20 unit rumah khusus TNI/Polri di Maluku bermasalah setelah ditemukan ada oknum ASN Balai Pelaksana Penyedia Perumahan (BP2P) Maluku yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Kasus ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,8 miliar.
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman telah menyerahkan Kasus "Pembangunan Rumah Khusus Maluku IV" pada SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi Maluku kepada Kejaksaan Tinggi Maluku di Ambon dan diterima langsung oleh Asisten Pidana Khusus.
Inspektur Jenderal PKP Heri Jerman mengungkapkan langkah ini merupakan bagian dari program Serahkan Koruptor (SeKOP) yang fungsinya untuk menegakkan integritas, transparansi, akuntibilitas, dan bebas dari korupsi, visi dari Kementerian PKP.
"Sekop mempunyai fungsi memindahkan sesuatu objek dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk memindahkan penyakit ke tempat lain atau "membersihkan diri" sendiri terlebih dahulu daripada dibersihkan oleh orang lain (APH)," jelas Heri seperti yang dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (1/3/2025).
Hadirnya SeKOP juga merupakan realisasi dari pesan Menteri PKP Maruarar Sirait untuk menindak tegas tindakan korupsi.
"Apabila menemukan terjadinya tindak pidana korupsi, ITJEN harus lebih dahulu yang menyerahkan kepada APH (Aparat Penegak Hukum)," kata Ara kepada Itjen PKP.
Kementerian PKP mengungkapkan jika kasus ini sudah dimulai sejak 2016. Terdapat 20 unit rumah khusus untuk TNI/POLRI pasca konflik di Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penyediaan Perumahan Provinsi Maluku. Pembangunan ini menelan anggaran sebesar Rp 6,1 miliar.
Setelah pembangunannya berjalan, tercatat bahwa Satuan Kerja (Satker) Perumahan Provinsi Maluku telah melakukan pembayaran kepada PT Polawes Raya sebesar Rp 5.871.251.600,00 atau 95 persen dari nilai kontrak.
Pembayaran tersebut dilakukan tidak berdasarkan progres fisik yang sebenarnya sebagai termuat dalam laporan yang dibuat oleh CV Prima Nurkele Konsultan. Diklaim adanya pemalsuan dokumen karena pembayaran yang sebenarnya baru terjadi adalah 45 persen. Pada dokumen tersebut juga dimanipulasi seakan pekerjaan sudah selesai 100 persen.
"Sehingga siapa yang dianggap paling bertanggung jawab sepenuhnya sudah kami rekomendasikan kepada Kajati Maluku untuk menerapkan tersangka," ungkapnya.
Saat menelusuri kasus ini, beberapa data yang diperoleh oleh tim Itjen adalah dokumen termin pembayaran, dokumen kontrak kontraktor pelaksana PT Polawes Raya, dokumen surat pemberitahuan dari manajemen konstruksi CV Prima Nurkele Consultant, dan dokumen persetujuan hibah. Semua dokumen tersebut telah diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Maluku.
Mereka juga menemukan bahwa Kepala SNVT secara aktif memberikan arahan kepada Bendahara Indrawati Madura untuk melakukan pembayaran kepada PT Polawes Raya. Kemudian, Direktur CV Prima Nurkele Consultant, Janes Nanulaitta, menyatakan pembayaran tersebut dilakukan tidak berdasarkan progres fisik yang sebenarnya.
Dari hasil penelusuran tersebut, tim Itjen menyimpulkan bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh beberapa oknum Pegawai SNVT Maluku bersama kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut. Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 2.804.700.047.