Ombudsman Jatim temukan masalah dalam program Makan Bergizi Gratis, termasuk buah basi dan kurangnya evaluasi. Pihaknya akan berikan masukan untuk perbaikan. [600] url asal
Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur melakukan kunjungan ke sekolah yang menerima program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dalam kunjungan tersebut, ditemukan beberapa temuan, salah satunya adanya buah yang sudah basi.
Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI Perwakilan Jatim, Ahmad Azmi mengatakan, pihaknya telah mengunjungi SMPN 13 Surabaya dan melakukan konfirmasi ke berbagai pihak, termasuk Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim dan pihak sekolah. Hasilnya, terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian.
"Pertama, terkait dengan MBG ini ada mekanisme pendataan yang dilakukan pihak Dispendik ke siswa. Masalahnya, proses pendataan itu, terutama berkaitan dengan alergi makanan, dilakukan atas inisiatif sekolah dan Dispendik, tapi tidak didorong oleh BGN (Badan Gizi Nasional) selaku penyelenggara program," kata Azmi kepada wartawan di SMPN 13 Surabaya, Selasa (25/2/2025).
Temuan kedua, menurut Azmi, pendistribusian MBG belum sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam regulasi tersebut, salah satu standar pelayanan adalah memastikan adanya evaluasi kerja. Seharusnya, menu makanan bergizi gratis diinformasikan kepada penerima manfaat sebelum didistribusikan.
"Teknisnya adalah semua siswa diperkenankan memberikan masukan terkait dengan menu yang dia makan, untuk dijadikan bahan evaluasi terhadap pembuatan menu MBG berikutnya. Kami melihat di lapangan, beberapa siswa tidak diberikan instrumen jelas dari BGN untuk mengevaluasi makanan yang mereka terima. Lebih seringnya, siswa menyampaikan umpan balik kepada sekolah, lalu sekolah baru menyampaikannya ke BGN. Inisiatif ini baru muncul dari sekolah," jelasnya.
Menu MBG di Surabaya Foto: Esti Widiyana/detikJatim
Temuan ketiga, lanjut Azmi, MBG merupakan treatment bagi anak Indonesia agar mendapatkan asupan gizi lebih baik. Seharusnya, mekanisme program ini dibarengi dengan evaluasi untuk mengukur efektivitasnya.
"MBG itu treatment, maka harus ada alat evaluasi untuk mengukur keberhasilannya. Namun, kami melihat inisiatif evaluasi ini justru muncul dari pihak sekolah, bukan dari BGN. Seharusnya, ada alat ukur yang disediakan BGN untuk mengevaluasi gizi yang diterima siswa. Saat ini, keberhasilan treatment dari MBG belum disediakan oleh BGN," ungkapnya.
Selain itu, Ombudsman Jatim juga menemukan adanya buah yang basi dalam menu MBG. Meski tidak semua buah dalam kondisi buruk, beberapa siswa melaporkan bahwa ada buah dan sayur yang tidak layak konsumsi.
"Tadi ada informasi yang kami peroleh dari siswa, ternyata menu MBG ada yang basi. Temuan ini lebih banyak menyangkut dua hal, yakni buah dan sayur. Hari ini kami mendapat informasi bahwa buah melon yang disediakan dalam keadaan basi, beberapa di antaranya sudah tidak layak konsumsi," ujar Azmi.
Ombudsman Jatim akan merumuskan temuan ini dan memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan MBG.
"Hal yang mungkin bisa kami lakukan adalah mendorong agar Dispendik dan sekolah penerima MBG menginisiasi hal-hal yang belum dilaksanakan BGN. Program ini sudah berjalan, sehingga harus dibarengi dengan peningkatan pelayanan yang lebih baik sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009. Kami akan mendorong instansi yang paling memungkinkan untuk melakukan perbaikan," pungkasnya.