JAKARTA, investor.id–Indonesia bisa merujuk tiga negara, yakni Jepang, Brasil, atau India, dalam mengimplementasikan Program Makan Bergizi Gratis (PMBG) mulai tahun depan. Brasil misalnya, memiliki Program Bolsa Familia yang cukup relevan bagi Indonesia karena program itu bertujuan memberikan bantuan langsung bersyarat dengan memastikan akses pangan sekaligus mendukung kesehatan ibu hamil dan anak-anak.
Menurut peneliti ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, Jepang memiliki program makan gratis yang terintegrasi dengan sistem pendidikan, yakni makanan yang disediakan tidak hanya bergizi tinggi tapi juga mendukung edukasi tentang kesehatan.
Sedangkan Brasil menawarkan model lain yang relevan bagi Indonesia, yaitu Program Bolsa Familia, yang memberikan bantuan langsung bersyarat dengan memastikan akses pangan sekaligus mendukung kesehatan ibu hamil dan anak-anak. Model Brasil ini cocok diterapkan di daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi dan akses pangan terbatas.
Yusuf Rendy menjelaskan, Indonesia juga dapat belajar dari India yang sukses mengimplementasikan Mid-Day Meal Scheme sebagai bagian dari upaya menekan angka kelaparan dan meningkatkan angka partisipasi sekolah.
“Pelaksanaan PMBG di Indonesia sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan lokal dan tantangan regional, namun tetap mengadopsi praktik terbaik dari negara-negara lain, seperti di Jepang, Brasil, atau India,” tutur Yusuf Rendy saat dihubungi Investor Daily pada 20 Desember 2024 dan ditulis Senin (30/12/2024).
Terkait anggaran yang diusulkan pemerintah Rp 10 ribu per anak atau ibu hamil per hari pada PMBG, Yusuf Rendy berpendapat bahwa jumlah itu terbilang minim dan mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi yang optimal. Jika dibandingkan dengan negara lain, di India melalui program Mid-Day Meal, anggaran yang dialokasikan di negara itu di kisaran Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu per anak per hari.
“Angka-angka itu menunjukkan bahwa anggaran terendah yang efektif berada di kisaran tersebut untuk memastikan bahwa program tidak hanya menyediakan makanan tetapi juga nutrisi yang seimbang dan cukup bagi penerima manfaat,” jelas dia.
Yusuf Rendy juga memaparkan, mengingat inflasi harga pangan dan kebutuhan gizi yang meningkat maka anggaran PMBG yang hanya Rp 10 ribu per anak atau ibu hamil per hari mungkin perlu ditingkatkan secara bertahap untuk mencapai efektivitas maksimal. “Selain itu, penyesuaian anggaran perlu mempertimbangkan variabilitas harga lokal dan ketersediaan bahan makanan di berbagai daerah di Indonesia,” papar dia.
Implementasi PMBG di Indonesia juga harus dilengkapi sistem monitoring dan evaluasi yang robust demi memastikan uang yang dialokasikan digunakan secara efisien dan tepat sasaran. Penggunaan teknologi digital untuk pendataan penerima manfaat serta pelacakan distribusi makanan bisa meningkatkan transparansi dan akuntabilitas program.
Selain itu, pelibatan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat sipil, sangat penting untuk membangun ekosistem yang mendukung keberlanjutan program tersebut.
Rasionalisasi Program
Dihubungi secara terpisah, pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, dalam beberapa kesempatan, Pemerintah Indonesia menyatakan mengacu ke Brasil dalam menerapkan PMBG, sampai mengatakan anggarannya hanya Rp 4.400 per porsi.
“Anggaran itu tentu sangat minimalis sekali jika diterapkan di Indonesia. Mungkin hanya mendapatkan nasi putih saja. Maka, kita tidak boleh saklek dalam melihat PMBG negara lain. Harus memperhitungkan secara purchasing power-nya juga. Jangan-jangan di sana (Brasil) Rp 4.400 per porsi tapi di sini (setara) Rp 20 ribu per porsi,” ujar dia.
Penganggaran PMBG idealnya berpatokan pada pengentasan masalah gizi buruk saja. “Saya justru melihatnya PMBG ini harus mengutamakan penyelesaian masalah, yaitu soal gizi buruk. Kita tahu gizi buruk ini bisa diselesaikan dengan makan bergizi gratis, kita berpatokannya ya untuk mengatasi gizi buruk butuh berapa rupiah per porsinya,” kata Nailul.
Nailul Huda menyatakan, hendaknya jangan sampai PMBG dengan anggaran Rp 10 ribu per porsi malah tidak tercapai tujuannya yakni makan bergizi. “Program itu yang penting tercapai tujuannya. Makanya, rasionalisasi program, jangan pukul rata. Itu yang penting,” tandas dia.
Editor: Tri Listiyarini (tri_listiyarini@investor.co.id)
Follow Channel Telegram Official kami untuk update artikel-artikel investor.id
Baca Berita Lainnya di Google News