Wacana Prabowo untuk mengubah sistem pilkada menuai pro dan kontra. Ketua KPU Bali menolak, mengusulkan penghematan anggaran pemilu melalui berbagai cara. [755] url asal
Wacana Presiden Prabowo Subianto menginginkan sistem pilkada kembali dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menuai pro dan kontra. Khususnya di Bali dan NTB.
Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan menyampaikan secara pribadi tidak sepakat jika sistem tersebut diterapkan dengan alasan anggaran pemilu dinilai boros.
"Sebagai penyelenggara 21 tahun menyelenggarakan pemilu, saya sangat sayangkan. Belum apa-apa, belum dievaluasi, sudah ngomong memindahkan atau ada rencana (menghapus pilkada langsung)," ujar Lidartawan saat media gathering KPU Bali di Denpasar, Senin (23/12/2024).
Lidartawan Tak Sepakat
Menurut Lidartawan, banyak hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi pengeluaran anggaran pilkada. Ia sempat mengusulkan ke KPU RI untuk merevisi beberapa aturan saat evaluasi pemilihan legislatif (pileg) di Jakarta.
"Satu, kita boleh menghemat dengan cara jumlah TPS ke depan dikurangi, jumlah orang per TPS diperbanyak. Waktunya diperpanjang dari jam 1 sampai jam 3 sore. Seribu (orang) per TPS itu pasti berkurang anggarannya," tegas Lidartawan.
Kemudian, ia juga menyarankan agar tidak perlu memasang baliho sosialisasi dan sebagainya.
"Pakai medsos saja pasti berkurang (anggarannya)," imbuhnya.
Upaya Menghemat Anggaran
Mantan Ketua KPU Bangli itu juga mengusulkan agar tidak ada lagi sosialisasi tatap muka. Sosialisasi dialihkan dengan pengumuman saja agar anggaran dapat berkurang.
"Tidak usah lagi memfasilitasi alat peraga kampanye untuk calon dan percayalah, untuk penyelenggara bisa diirit, bisa dimodifikasi," tegas Lidartawan. Dia menilai penyebab besarnya anggaran pilkada bukan dari penyelenggara.
"Jadi kalau saya pendapat pribadi saya nggak mau hak konstitusi saya menentukan calon yang sudah ditentukan akan diambil lagi oleh orang lain yang belum tentu mampu menyuarakan apa yang saya inginkan sebagai warga negara yang punya hak pilih. (Ini) Kalau saya pribadi ya," ungkapnya.
Namun, jika sebagai anggota KPU, Lidartawan menegaskan akan mengikuti aturan yang ditetapkan oleh KPU RI di Jakarta.
"Untuk itu saya minta teman-teman bekerja dengan baik. KPU tetap melayani, melakukan tugas-tugasnya dengan baik, karena kalau dibilang boros, kami nggak. Kami tunjukkan hampir 50 persen lho uang kembali dibandingkan pilkada yang masing-masing sebelumnya," tandasnya.
Prabowo Ingin Atur Ulang Sistem Politik
Wakil Ketua Umum DPP Gelora, Fahri Hamzah, menyebut Presiden Prabowo Subianto mau mengatur ulang sistem politik di Indonesia. Salah satu indikatornya adalah karena ongkos pemilu yang mahal.
Fahri mengungkapkan Prabowo menyadari betul kelemahan Indonesia saat ini. Salah satunya ada kesalahan struktur.
"Makanya mau ditata ulang sistem politik di Indonesia ini oleh beliau (Prabowo)," ujar Fahri saat meresmikan rumah layak huni (RLH) di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (23/12/2024).
Fahri berpendapat, selama 25 tahun setelah reformasi, Indonesia kehilangan komando. Rakyat kocar-kacir, para politikus bertengkar tak jelas. Ongkos pemilu mahal. Kemudian para politikus atau pejabat politik ikut pemilu dengan utang.
"Habis pemilu, uang negara digarong untuk bayar utang," ujarnya. "Betul apa tidak?" tanya Fahri disambut teriakan betul oleh warga.
"Tapi rakyat minta money politics. Pasti rindu serangan fajar, kan?" tambah Fahri.
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP) ini melihat karena biaya atau ongkos pemilu mahal, para politikus yang bertarung sampai menjual rumah dan tanah.
"Gaji kecil. Akibatnya apa? Uang rakyat diganggu," imbuhnya.
Seperti diketahui Prabowo Subianto mewacanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) seperti pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota kembali dipilih oleh DPRD. Adapun tujuan Prabowo yakni menekan biaya politik yang tinggi.