Lebih ideal dan futuristik jika pemerintah menaikkan cukai rokok dan menerapkan cukai MBDK pada 2025, untuk anggaran makan bergizi gratis. Halaman all [789] url asal
GENDANG program makan bergizi gratis (MBG) sudah ditabuh, sudah berjalan, sejak awal Januari, di beberapa kota besar di Indonesia. Untuk tahap awal menyasar 600.000-an siswa sekolah.
Banyak ditemukan persoalan di lapangan, misalnya, siswa ogah makan karena menunya tidak menarik, kalah dengan menu bekal dari ibunya.
Bagaimana mau menarik, jika lauknya cuma tahu tempe saja, tak ada ikan, daging ayam, daging sapi, atau protein hewani lainnya.
Yang lebih mengkhawatirkan, Badan POM menemukan adanya sayur basi yang disajikan. Bahkan, di Sukoharjo, Jawa Tengah, puluhan siswa perutnya mual-mual setelah makan ayam goreng krispi!
Persoalan lain, yang (mungkin) terlupakan adalah program MBG, mendulang sampah makanan (food waste) yang signifikan. Plus menghasilkan sampah kemasan, apalagi jika kemasan itu berupa plastik, kertas, dan bahan lainnya yang sulit didaur ulang secara alami oleh lingkungan.
Artinya, program MBG menjadi persoalan bagi lingkungan, menghasilkan sampah yang kian menggunung di berbagai daerah di Indonesia.
Sepertinya yang dibikin mual-mual bukan hanya siswa, tapi juga pemerintah, terkait alokasi dana yang dibutuhkan.
Bagaimana tidak mual-mual jika untuk 6 (enam) bulan ke depan dana yang diperlukan segede gunung anakan, yakni Rp 75 triliun. Dan sampai 5 (lima) tahun ke depan menyedot fulus Rp 450 triliun. Akan didongkel darimana fulus sebanyak itu?
Ee, tiba-tiba Sultan Najamudin, Ketua senator Indonesia, DPD RI, mengusulkan dana zakat agar dialokasikan untuk mendukung program MBG.
Usulan yang kontra produktif alias sesat pikir. Dana zakat adalah dana milik umat, yang peruntukannya sudah jelas, sudah terukur sesuai syariat Islam. Sangat wajar jika usulan ini mendulang protes publik yang sangat keras.
Pemerintah pun secara verbal juga tidak setuju, entah klise atau menolak sungguhan. DPR, MUI, ormas Islam, tokoh masyarakat; sudah pasti menolaknya.
Senyampang munculnya usulan yang kontra produktif itu, membuncah usulan, daripada menggunakan dana zakat, pemerintah bisa menggunakan dana cukai rokok. Usulan ini dilontarkan oleh anggota DPR Fraksi Nasdem, Irma Chaniago.
Dari sisi ide, ini usulan yang lumayan kreatif, patut ditimang-timang. Dana cukai rokok memang lumayan banyak, sekitar Rp 183 triliunan (2024). Lumayan kan untuk menambal program MBG agar tidak makin boncos dan menggerogoti program penting lainnya.
Sayangnya, untuk 2025 pemerintah justru menunda/membatalkan kenaikan cukai rokok. Pembatalan ini, dari sisi kebijakan pengendalian tembakau juga merupakan kemunduran.
Padahal kenaikan cukai rokok selain mandat regulasi (UU Cukai), juga bermanfaat ganda. Yakni untuk pengendalian konsumsi rokok di satu sisi (untuk menurunkan prevalensi merokok pada anak), dan di sisi lain pemerintah mendapatkan cuan signifikan untuk menambal pendapatan negara.
Plus artinya bisa digunakan pula untuk menginjeksi dana program MBG tersebut.
Selain menggali potensi cuan dari cukai rokok, pemerintah bisa menggali potensi pendapatan lain, yakni menerapkan cukai pada minuman manis dalam kemasan (MBDK).
Sayangnya, dalam hal ini pemerintah tampak ambigu, dan masuk angin, mungkin karena tekanan dari industri MBDK. Padahal wacana cukai MBDK sudah digaungkan sejak 2022, dan akan diterapkan pada 2023.
Wacana itu tertunda karena alasan pemilu. Pemerintah menjanjikan cukai MBDK akan diterapkan pada pertengahan 2025. Semoga bukan hanya pepesan kosong.
Program MBG jelas memerlukan dana yang bikin kening Presiden Prabowo Subianto pening, pusing tujuh keliling. Tersebab dana sebanyak itu, belum ada dalam skema anggaran APBN.
Akibatnya pemerintah menyunat berbagai anggaran di semua kementerian dan lembaga. Termasuk menyunat 50 persen alokasi anggaran untuk subsidi untuk angkutan umum di Indonesia. Ironis kan?
Oleh sebab itu, akan lebih ideal dan futuristik jika pemerintah menaikkan cukai rokok dan menerapkan cukai MBDK pada 2025.
Kebijakan pembatalan cukai rokok pada 2025 sebaiknya dianulir saja. Dan segera terapkan cukai MBDK untuk melindungi anak-anak dan masyarakat Indonesia.
Tingginya konsumsi rokok dan produk MBDK terbukti menjadi gaya hidup yang sangat tidak sehat, dan terbukti menjadi pencetus utama tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia. Dan menjadi pencetus defisitnya finansial BPJS Kesehatan pula.
Mimpi bahwa program MBG bisa menjadi anak tangga untuk mewujudkan generasi emas akan terwujud, asal paralel dengan kebijakan produktif lainnya, yakni pengendalian konsumsi rokok dan produk MBDK itu.
Sehingga diharapkan dengan kenaikan cukai rokok dan penerapan cukai MBDK, ada transformasi perilaku masyarakat untuk hidup lebih sehat.
Jadi kita tinggalkan usulan yang kontra produktif nan sesat pikir itu, dana zakat untuk program MBG. Kita dorong cukai rokok untuk menyokong program MBG. Segera naikkan cukai rokok dan terapkan cukai MBDK.
Lebih ideal dan futuristik jika pemerintah menaikkan cukai rokok dan menerapkan cukai MBDK pada 2025, untuk anggaran makan bergizi gratis. Halaman all?page=all [505] url asal
GENDANG program makan bergizi gratis (MBG) sudah ditabuh, sudah berjalan, sejak awal Januari, di beberapa kota besar di Indonesia. Untuk tahap awal menyasar 600.000-an siswa sekolah.
Banyak ditemukan persoalan di lapangan, misalnya, siswa ogah makan karena menunya tidak menarik, kalah dengan menu bekal dari ibunya.
Bagaimana mau menarik, jika lauknya cuma tahu tempe saja, tak ada ikan, daging ayam, daging sapi, atau protein hewani lainnya.
Yang lebih mengkhawatirkan, Badan POM menemukan adanya sayur basi yang disajikan. Bahkan, di Sukoharjo, Jawa Tengah, puluhan siswa perutnya mual-mual setelah makan ayam goreng krispi!
Persoalan lain, yang (mungkin) terlupakan adalah program MBG, mendulang sampah makanan (food waste) yang signifikan. Plus menghasilkan sampah kemasan, apalagi jika kemasan itu berupa plastik, kertas, dan bahan lainnya yang sulit didaur ulang secara alami oleh lingkungan.
Artinya, program MBG menjadi persoalan bagi lingkungan, menghasilkan sampah yang kian menggunung di berbagai daerah di Indonesia.
Sepertinya yang dibikin mual-mual bukan hanya siswa, tapi juga pemerintah, terkait alokasi dana yang dibutuhkan.
Bagaimana tidak mual-mual jika untuk 6 (enam) bulan ke depan dana yang diperlukan segede gunung anakan, yakni Rp 75 triliun. Dan sampai 5 (lima) tahun ke depan menyedot fulus Rp 450 triliun. Akan didongkel darimana fulus sebanyak itu?
Ee, tiba-tiba Sultan Najamudin, Ketua senator Indonesia, DPD RI, mengusulkan dana zakat agar dialokasikan untuk mendukung program MBG.
Usulan yang kontra produktif alias sesat pikir. Dana zakat adalah dana milik umat, yang peruntukannya sudah jelas, sudah terukur sesuai syariat Islam. Sangat wajar jika usulan ini mendulang protes publik yang sangat keras.
Pemerintah pun secara verbal juga tidak setuju, entah klise atau menolak sungguhan. DPR, MUI, ormas Islam, tokoh masyarakat; sudah pasti menolaknya.
Senyampang munculnya usulan yang kontra produktif itu, membuncah usulan, daripada menggunakan dana zakat, pemerintah bisa menggunakan dana cukai rokok. Usulan ini dilontarkan oleh anggota DPR Fraksi Nasdem, Irma Chaniago.
Dari sisi ide, ini usulan yang lumayan kreatif, patut ditimang-timang. Dana cukai rokok memang lumayan banyak, sekitar Rp 183 triliunan (2024). Lumayan kan untuk menambal program MBG agar tidak makin boncos dan menggerogoti program penting lainnya.
Sayangnya, untuk 2025 pemerintah justru menunda/membatalkan kenaikan cukai rokok. Pembatalan ini, dari sisi kebijakan pengendalian tembakau juga merupakan kemunduran.
Padahal kenaikan cukai rokok selain mandat regulasi (UU Cukai), juga bermanfaat ganda. Yakni untuk pengendalian konsumsi rokok di satu sisi (untuk menurunkan prevalensi merokok pada anak), dan di sisi lain pemerintah mendapatkan cuan signifikan untuk menambal pendapatan negara.
Pakar Kebijakan Publik UPN Jakarta Achmad Nur Hidayat memandang usulan Anggota Komisi IX DPR untuk membiayai Program Makan Bergizi Gratis akan memunculkan ... [642] url asal
Mengandalkan dana cukai rokok, pemerintah secara tidak langsung mendukung konsumsi rokok untuk membiayai program yang bertujuan meningkatkan kesehatan
Jakarta (ANTARA) - Pakar Kebijakan Publik UPN Jakarta Achmad Nur Hidayat memandang usulan Anggota Komisi IX DPR untuk membiayai Program Makan Bergizi Gratis akan memunculkan sejumlah masalah mendasar.
Achmad Nur Hidayat di Jakarta, Sabtu, mengatakan bahwa menggunakan dana cukai rokok untuk mendanai program gizi bagi anak-anak menghadirkan kontradiksi moral yang sulit diabaikan.
Pasalnya rokok, yang menjadi sumber dana dalam skema ini, merupakan salah satu penyebab utama berbagai masalah kesehatan di Indonesia, termasuk penyakit paru-paru, jantung dan kanker.
“Mengandalkan dana cukai rokok, pemerintah secara tidak langsung mendukung konsumsi rokok untuk membiayai program yang bertujuan meningkatkan kesehatan generasi muda. Hal ini dapat dianggap sebagai langkah yang inkonsisten dengan upaya pemerintah untuk menekan angka perokok, terutama di kalangan anak-anak dan remaja,” ujar Achmad kepada ANTARA.
Sebagaimana diketahui, Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengusulkan agar pembiayaan implementasi Program MBG didanai dengan cukai rokok.
"Untuk Makan Bergizi Gratis, saya usul ambil dari cukai rokok saja. Sudah, selesai. Cukai rokok per tahun Rp150 triliun," kata Irma dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (17/1).
Hal tersebut dia sampaikan untuk menanggapi usulan pembiayaan Program Makan Bergizi Gratis diambil dari zakat. Irma menyatakan tidak sepakat dengan usulan tersebut. Menurut dia, penggunaan zakat sudah diatur secara jelas peruntukannya.
Menanggapi hal itu, Achmad menjelaskan bahwa dengan pendapatan cukai rokok yang mencapai Rp150 triliun per tahun, solusi ini memang tampak sederhana dan praktis untuk menutup kekurangan anggaran program MBG yang diproyeksikan membutuhkan dana hingga Rp420 triliun. Namun, sebaiknya pemerintah mempertimbangkan ulang usulan tersebut.
Achmad juga mengingatkan bahwa ketergantungan pada cukai rokok sebagai sumber pendanaan menghadirkan risiko besar bagi keberlanjutan program MBG.
Pendapatan cukai rokok tidak stabil dan cenderung menurun seiring keberhasilan kebijakan pengendalian tembakau. Apabila pemerintah terlalu bergantung pada dana ini, keberlangsungan program MBG di masa depan bakal bisa terancam.
“Sebagai program yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi nasional, MBG membutuhkan sumber pendanaan yang stabil dan dapat diproyeksikan dengan akurat. Ketergantungan pada cukai rokok akan menciptakan ketidakpastian finansial yang berisiko menghambat pelaksanaan program, terutama di masa depan ketika beban gizi buruk dan stunting masih menjadi masalah besar di Indonesia,” jelasnya.
Lebih lanjut, Achmad juga mengkritisi usulan tersebut sebagai langkah reaktif yang hanya menutupi masalah struktural dalam pengelolaan anggaran negara.
Menurutnya, daripada mengandalkan cukai rokok, pemerintah perlu fokus pada solusi yang lebih berkelanjutan, seperti optimalisasi belanja negara dan reformasi perpajakan.
“Ini termasuk memperbaiki sistem perpajakan, meningkatkan efisiensi belanja negara, dan meminimalkan kebocoran anggaran. Pendekatan ini, pemerintah dapat memastikan bahwa program MBG memiliki landasan finansial yang kokoh tanpa perlu bergantung pada sumber pendanaan yang kontroversial seperti cukai rokok,” tuturnya.
Achmad menambahkan bahwa menggunakan cukai rokok untuk program sosial seperti MBG dapat memberikan pesan yang salah kepada masyarakat.
Sebab, pemerintah yang seharusnya mendorong gaya hidup sehat justru terkesan mendukung konsumsi rokok sebagai sumber pendanaan. Ini dapat merusak kredibilitas kebijakan kesehatan dan sosial.
Sebagai alternatif, Achmad menyarankan pemerintah untuk mencari sumber pendanaan lain yang lebih konsisten dengan visi kesehatan masyarakat.
Opsi pertama dengan optimalisasi dana APBN. Pemerintah dapat mengalokasikan kembali dana dari pos-pos anggaran yang kurang mendesak untuk mendukung MBG.
Dengan meningkatkan efisiensi belanja negara dan mencegah kebocoran anggaran, pemerintah dapat menciptakan ruang fiskal yang lebih besar untuk program ini.
Kedua, dengan peningkatan penerimaan pajak. Reformasi perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan dan memperluas basis pajak dapat memberikan tambahan penerimaan negara yang signifikan.
Dengan demikian, pemerintah dapat membiayai MBG tanpa perlu bergantung pada dana dari sektor yang kontroversial.
“Ketergantungan pada cukai rokok tidak hanya menciptakan kontradiksi dalam kebijakan kesehatan, tetapi juga mengancam keberlanjutan program dalam jangka panjang. Sebagai gantinya, pemerintah harus fokus pada solusi yang lebih holistik dan konsisten dengan visi pembangunan nasional yang sehat dan berkelanjutan,” terang Achmad.
Presiden Prabowo Subianto berencana menambah anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG). Tahun ini, anggaran MBG dari APBN 2025 Rp 71 triliun.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana.
"Masih dalam rencana Pak Presiden, masih harus sabar," kata Dadan pada detikcom, Selasa (14/1/2025).
Perbandingan Anggaran dan Target Makan Bergizi Gratis
Anggaran Makan Bergizi Gratis Rp 71 triliun menurutnya cukup untuk satu tahun jika penyelenggaraan programnya bertahap. Skemanya yakni pada tahap Januari hingga April, MBG diberikan melalui 937 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk 3 juta penerima manfaat.
MBG tahap 2, April-Agustus 2025, diterapkan melalui 2.000 SPPG untuk 6 juta penerima manfaat. Kemudian MBG tahap 3 pada akhir 2025 diperuntukkan bagi 15 juta -17,5 juta orang penerima manfaat.
Angka 15 juta-17,5 juta penerima manfaat Makan Bergizi Gratis adalah sekitar 18-21,1 persen dari target awal program Makan Bergizi Gratis, yang menyentuh 82,9 juta penerima manfaat.
Menurut Dadan, opsi penambahan anggaran memungkinkan program Makan Bergizi Gratis menyentuh lebih banyak penerima manfaat.
Usulan Dana Tambahan Makan Bergizi Gratis
Dana Zakat
Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin semula mengusulkan agar dana zakat dapat dipakai memaksimalkan program Makan Bergizi Gratis
"Contoh, bagaimana kita menstimulus agar masyarakat umum pun terlibat di program MBG ini. Di antaranya adalah saya kemarin juga berpikir kenapa enggak ya zakat kita yang luar biasa besarnya, juga kita mau libatkan ke sana, itu salah satu contoh," kata Sultan, Selasa (14/1/2025), dikutip dari laman DPR.
Cukai Rokok
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani menolak usulan penggunaan dana zakat untuk program Makan Bergizi Gratis. Ia usul agar biaya MBG diambil dari sumber lain, salah satunya dari cukai rokok.
Dikutip dari CNBC Indonesia, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) 2024 hingga Juli tahun tersebut mencapai Rp 111,3 triliun.
"Untuk MBG saya usul ambil dari cukai rokok saja sudah selesai. Cukai rokok per tahun Rp 150 T," katanya, dikutip dari laman DPR.
"Zakat itu kan fungsinya untuk kemaslahatan umat, ya fungsikan saja untuk itu. Bantuan ke fakir miskin," katanya.
APBD Provinsi, Pemkot, dan Pemkab
Gubernur Terpilih Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengusulkan pada Prabowo agar dana APBD ikut membiayai program Makan Bergizi Gratis. Ia mengatakan, Pemprov Jatim punya ruang fiskal untuk membantu biaya program MBG.
Khofifah mengatakan pemerintah kota dan pemerintah kabupaten bisa turut menyumbangkan sebagian APBD jika ada ruang fiskal yang cukup.
"Tadi saya matur ke Pak Presiden, ada juknis dari BGN. Juknis BGN itu APBN. Padahal sharing APBD menurut saya penting," katanya usai bertemu dengan Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, mewakili Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), Selasa (14/1/2025), dikutip dari detikFinance.
CSR BUMN dan Perusahaan Swasta
Alih-alih dana zakat, Ketua Bidang Keagamaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengatakan dana tanggung jawab sosial (corporate social responsibility/CSR) BUMN, maupun perusahaan swasta bisa digunakan untuk membiayai Makan Bergizi Gratis.
"Saya kira masih ada dana lainnya yang bisa dipakai, jika diperlukan tambahan selain APBN seperti CSR BUMN, perusahaan swasta nasional, royalti tambang dan perkebunan misalnya," kata Fahrur kepada wartawan, Rabu (15/1/2025), dikutip dari detiknews.
Gerakan Sedekah Nasional
Fahrur berpendapat pemerintah juga bisa mencanangkan gerakan sedekah nasional. Ia mengatakan penggunaannya lebih fleksibel daripada zakat yang sudah ditentukan dalam Al-Qur'an.
"Infak dan sedekah lebih luas jangkauannya dan fleksibel, tidak seperti zakat yang sudah jelas kelompok tertentu sebagai penerimanya," ucapnya.
Respons Prabowo
Terkait usulan dana zakat dipakai untuk membiayai Makan Bergizi Gratis, Prabowo menyatakan penggunaan zakat diurus oleh pihak bersangkutan. Sementara itu, ia menyatakan pihaknya siap memberikan makanan bagi seluruh anak-anak RI di tahun ini.
"Ya, yang ngurus zakat itu saya kira ada pengurusnya. Tapi yang jelas, dari Pemerintah Pusat, kita siap, semua anak-anak Indonesia akan kita beri makan tahun 2025 ini.
Respons Baznas
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI Noor Achmad mengatakan, dana zakat bisa saja dipakai untuk membiayai MBG asal menyasar golongan fakir dan miskin.
"Kalau memang sasarannya nanti kepada fakir miskin, ya kita akan lakukan. Artinya bahwa prioritas kita adalah untuk membantu fakir miskin. Bagaimana dengan yang tidak fakir miskin? Tentu kita akan verifikasi," kata Noor di gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2025), dikutip dari detikFinance.
Ia menjelaskan, kelompok mustahik atau yang berhak menerima zakat antara lain golongan fakir, miskin, gharimin (orang yang berutang untuk kebutuhan hidup), riqab (korban perdagangan manusia), hingga ibnu sabil (orang dalam perjalanan yang bukan maksiat).
Respons BGN
Kepala BGN Dadan Hindayana menilai, usul penggunaan APBD untuk membiayai Makan Bergizi Gratis sangat perlu dan bisa direalisasikan.
"Tentu saja (bantuan APBD) bisa direalisasikan, dan sangat perlu untuk mempercepat implementasi program," tulisnya dalam keterangan resmi, Kamis (16/1/2025) kemarin.
Dadan mengatakan, pemda juga bisa membantu MBG dengan menyiapkan infrastruktur SPPG, distribusi MBG, dan membina masyarakat untuk memasok bahan baku lokal. Kemudian, sejumlah dinas setiap pemda dapat menyalurkan bantuan MBG terutama untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita.
DPR mengusulkan anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diambil dari cukai rokok. Hal itu karena cukai rokok bisa memenuhi anggaran kebutuhan anggaran MBG.... | Halaman Lengkap [239] url asal
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengusulkan anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diambil dari cukai rokok. Menurutnya, dana cukai rokok bisa memenuhi anggaran kebutuhan anggaran Program MBG.
Usulan itu dilintarkan Irma sekaligus merespon usulan pembiayaan Program MBG diambil dari zakat. Ia pun tak sepakat dengan usulan tersebut lantaran penggunaan zakat sudah diatur secara jelas peruntukannya.
"Zakat itu kan fungsinya untuk kemaslahatan umat, ya fungsikan saja untuk itu. Bantuan ke fakir miskin," kata Irma dalam keterangan yang dikutip, Jumat (17/1/2025).
Kendati demikian, Irma mengusulkan agar anggaran Program MBG diambil dari cukai rokok. Apalagi, nilai cukai rokok terbilang besar.
"Untuk Makan Bergizi Gratis, saya usul ambil dari cukai rokok saja. Sudah, selesai. Cukai rokok per tahun Rp150 triliun," katanya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Sultan Bachtiar Najamudin mengusulkan agar warga bisa urunan untuk membantu anggaran program makan bergizi gratis.
Usulan itu didasari lantaran takyat Indonesia dermawan dan suka menyumbang, bahkan ia mengusulkan agar bisa dibiayai dana zakat.
Usulan itu dilayangkan Sultan sekaligus merespons program MBG dinilai sulit untuk berlangsung jangka panjang apabila hanya mengandalkan APBN.
"Saya melihat begini memang negara pasti di bawah Pak Prabowo, Mas Gibran ini betul-betul ingin, ya ingin program makan bergizi gratis ini maksimal. Hanya saja kan kita tahu semua bahwa anggaran kita juga tidak, tentu tidak akan semua dipakai untuk makan gizi gratis," kata Sultan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem Irma Suryani mengusulkan pembiayaan program MBG dibantu dari dana cukai rokok, ketimbang usulan pakai dana zakat. [574] url asal
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem Irma Suryani mengusulkan agar pembiayaan implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) didanai cukai rokok, ketimbang usulan pakai dana zakat masyarakat.
"Untuk Makan Bergizi Gratis, saya usul ambil dari cukai rokok saja. Sudah, selesai. Cukai rokok per tahun Rp150 triliun," kata Irma dalam keterangannya seperti dikutip dari Antara, Jumat (17/1).
Hal tersebut dia sampaikan untuk menanggapi usul dari Ketua DPD RI Sultan B Najamudin agar dana zakat bisa dipakai untuk membantu program MBG.
Irma menyatakan tidak sepakat dengan usulan dana zakat dipakai membiayai MBG tersebut. Menurut dia, penggunaan zakat sudah diatur secara jelas peruntukannya.
"Zakat itu kan fungsinya untuk kemaslahatan umat, ya fungsikan saja untuk itu. Bantuan ke fakir miskin," ujar dia.
Anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan II itu lalu meminta agar Program Makan Bergizi Gratis tidak dikait-kaitkan dengan usulan kontroversial.
"Jangan bikin oknum-oknum pembenci pemerintah menggoreng-goreng program ini dengan usulan-usulan kontroversial," kata dia.
Sebelumnya merespons usul Ketua DPD, anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP Selly Andriany Gantina malah mengusulkan pendanaan Makan Bergizi Gratis diambil dari pengoptimalan sinergi dari beragam pihak dari mulai pemerintah hingga swasta lewat mekanisme tanggung jawab sosial (CSR).
"Kami percaya bahwa solusi terbaik adalah mengoptimalkan sinergi antara pemerintah, lembaga swasta, dan masyarakat untuk menciptakan pendanaan yang berkelanjutan tanpa mengorbankan prinsip syariat dan ketentuan hukum yang berlaku," kata Selly dalam keterangannya.
Dia lalu menyampaikan, pada dasarnya program Makan Bergizi Gratis merupakan tanggung jawab bersama yang seharusnya menjadi bagian dari kebijakan sosial dan anggaran negara.
Menurutnya, terutama dengan adanya pengoptimalan sinergi dari beragam pihak itu, pendanaan program semacam MBG lebih tepat jika bersumber dari APBN, dana CSR, atau sumber dana lain yang lebih fleksibel dalam penggunaannya sehingga tidak mengganggu fungsi utama zakat sebagai bagian dari ibadah dan hak mustahik.
Sebelumnya, Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin mengusulkan agar Pemerintah membuka kesempatan pembiayaan program Makan Bergizi Gratis melalui zakat, karena menilai DNA masyarakat Indonesia memiliki sifat gotong royong.
Merespons hal tersebut, menjawab pertanyaan wartawan, Presiden Prabowo Subianto menegaskan pemerintah siap memberi makan bergizi gratis (MBG) kepada anak-anak Indonesia pada 2025 ini. Untuk persoalan zakat, dia menyerahkan itu kepada yang memang berwenang mengurusnya saja.
"Ya, yang mengurus zakat itu saya kira ada pengurusnya. Yang jelas dari pemerintah, pemerintah pusat, kita siap. Semua anak-anak Indonesia kita beri makan di 2025 ini," ujar Prabowo saat hadir di Munas Konsolidasi Persatuan Kadin di The Ritz-Carlton, Jakarta Selatan, Kamis sore.
Selain itu, Prabowo memberi kesempatan kepada pemerintah daerah dari tingkat provinsi sampai kabupaten/kota untuk berkontribusi membantu pelaksanaan program MBG. Ia berharap program makan bergizi gratis berjalan efisien dan tepat sasaran.
"Kemudian dari pemda juga ingin ikut serta, para gubernur, para bupati ingin ikut serta, monggo kita buka. Siapa pun yang ingin ikut serta boleh. Yang penting efisien, yang penting sampai sasaran dan tak ada kebocoran," kata Ketua Umum Gerindra itu.
Sementara itu, Sultan mengaku tidak keberatan dengan kritik dari masyarakat. Ia juga merasa tak dirugikan dengan ada diskursus dan kritik imbas usulannya tersebut.
"Kita memiliki peran dan tanggung jawab konstitusional yang rentan dengan prasangka dan kritik dari publik," kata Sultan dalam keterangannya Kamis lalu.
Tak hanya itu, Sultan pun mengaku tak ambil pusing dengan sikap Istana seandainya tidak berkenan dengan usulannya. Ia hanya mencoba memberikan solusi alternatif kepada pemerintah.
"Sebagai pimpinan lembaga Parlemen DPD RI kami merasa perlu memberikan alternatif, gagasan kepada pemerintah untuk memastikan program ini tidak mengalami hambatan baik secara anggaran maupun teknis pelaksanaannya," ucapnya.
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengusulkan agar pembiayaan implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) didanai oleh cukai rokok. "Untuk Makan ... [404] url asal
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengusulkan agar pembiayaan implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) didanai oleh cukai rokok.
"Untuk Makan Bergizi Gratis, saya usul ambil dari cukai rokok saja. Sudah, selesai. Cukai rokok per tahun Rp150 triliun," kata Irma dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut dia sampaikan untuk menanggapi usulan pembiayaan Program Makan Bergizi Gratis diambil dari zakat. Irma menyatakan tidak sepakat dengan usulan tersebut. Menurut dia, penggunaan zakat sudah diatur secara jelas peruntukannya.
"Zakat itu kan fungsinya untuk kemaslahatan umat, ya fungsikan saja untuk itu. Bantuan ke fakir miskin," ujar dia.
Politisi dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan II itu lalu meminta agar Program Makan Bergizi Gratis tidak dikait-kaitkan dengan usulan kontroversial.
"Jangan bikin oknum-oknum pembenci pemerintah menggoreng-goreng program ini dengan usulan-usulan kontroversial," kata dia.
Sebelumnya, anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina mengusulkan pendanaan Makan Bergizi Gratis diambil dari pengoptimalan sinergi dari beragam pihak, mulai dari pemerintah hingga swasta.
"Kami percaya bahwa solusi terbaik adalah mengoptimalkan sinergi antara pemerintah, lembaga swasta, dan masyarakat untuk menciptakan pendanaan yang berkelanjutan tanpa mengorbankan prinsip syariat dan ketentuan hukum yang berlaku," kata Selly.
Dia lalu menyampaikan, pada dasarnya program Makan Bergizi Gratis merupakan tanggung jawab bersama yang seharusnya menjadi bagian dari kebijakan sosial dan anggaran negara.
Menurutnya, terutama dengan adanya pengoptimalan sinergi dari beragam pihak itu, pendanaan program semacam MBG lebih tepat jika bersumber dari APBN, dana CSR, atau sumber dana lain yang lebih fleksibel dalam penggunaannya sehingga tidak mengganggu fungsi utama zakat sebagai bagian dari ibadah dan hak mustahik.
Sebelumnya, Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin mengusulkan agar Pemerintah membuka kesempatan pembiayaan program Makan Bergizi Gratis melalui zakat, infak, dan sedekah (ZIS) sebab menilai DNA masyarakat Indonesia memiliki sifat gotong royong.
"Saya sih melihat ada DNA dari negara kita, DNA dari masyarakat Indonesia itu 'kan dermawan, gotong royong. Nah, kenapa enggak ini justru kita manfaatkan juga?" kata Sultan usai menghadiri Sidang Paripurna Ke-10 DPD RI Masa Sidang III Tahun 2024–2025 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1).
Sultan lantas melanjutkan, "Contoh, bagaimana kita menstimulus agar masyarakat umum pun terlibat dalam program Makan Bergizi Gratis ini, di antaranya saya kemarin juga berpikir kenapa enggak ya zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan ke sana (program MBG)."