Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana hari ini mengunjungi para siswa MAN 1 dan SMP PGRI 1 Cianjur, Jawa Barat yang mengalami gejala gangguan kesehatan usai mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kunjungan ini dianggap sebagai bentuk empati dan tanggung jawab langsung dari BGN atas peristiwa tersebut.
Dadan mengatakan ini adalah kejadian pertama yang dialami Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cianjur sejak beroperasi pada 15 Januari 2025. Sebanyak 72 siswa dari dua sekolah terdampak, namun semuanya diklaim sudah ditangani dengan baik.
"Pagi ini saya berangkat ke Cianjur untuk mengecek SPPG dan menemui anak-anak kita para pelajar, guru, tenaga kesehatan dan saudara kita lainnya," kata Dadan dalam unggahan di Instagram resmi @badangizinasional.ri, Rabu (23/4/2025).
Sebagai bahan evaluasi, BGN memutuskan untuk menambah Standar Operasional Prosedur (SOP) baru yakni sisa makanan yang awalnya dibersihkan di sekolah menjadi di SPPG. Pelatihan tambahan untuk penguatan sumber daya manusia (SDM) juga disebut akan dilakukan.
"Sebagai evaluasi, BGN menambahkan SOP baru yakni sisa makanan tidak dibersihkan di sekolah, tapi di SPPG. Pelatihan tambahan untuk penguatan SDM juga akan dilakukan," ucap Dadan.
Meskipun pengolahan makanan di dapur penyedia MBG diklaim telah mengikuti standar yang ditetapkan, evaluasi menyeluruh tetap akan dilakukan mulai dari manajemen dapur, penyimpanan bahan pangan, hingga pengantaran ke sekolah.
"Kami akan memperketat sistem pengawasan dan pelatihan terhadap seluruh SPPG. Tujuan kami bukan sekadar menyikapi kasus, tapi membangun sistem pangan sekolah yang kuat, aman dan berkelanjutan," ujar Dadan melalui keterangan resmi.
Ia menekankan bahwa perbaikan gizi melalui program MBG adalah investasi penting untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Pasalnya gizi yang baik disebut mendukung kesehatan fisik, perkembangan otak, serta kecerdasan dan daya pikir anak di usia sekolah.
Dalam kesempatan itu, Dadan juga berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, pihak sekolah, serta pengelola dapur penyedia MBG untuk memastikan setiap rantai pelayanan pangan diperbaiki dan diawasi secara ketat.
Berdasarkan keterangan resmi, saat ini BGN sedang menunggu hasil laboratorium dari sampel makanan yang dikirimkan ke Labkesda Provinsi Jawa Barat untuk mengetahui penyebab pasti gangguan kesehatan tersebut. Hasil analisis dijadwalkan akan keluar dalam waktu 7-10 hari.
Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan menunggu hasil investigasi resmi. Informasi terkini akan terus disampaikan secara terbuka melalui kanal resmi BGN.
"Kami tidak ingin berspekulasi, yang terpenting saat ini adalah memastikan anak-anak mendapatkan perawatan terbaik dan menjadikan kejadian ini sebagai pembelajaran besar untuk perbaikan sistem ke depan," ucap Dadan.
Lihat juga Video: Kata BGN soal Puluhan Siswa di Cianjur Keracunan Setelah Santap MBG
Ahli Gizi Tan Shot Yen mengevaluasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan memberikan saran kepada pemerintah untuk meningkatkan efektivitasnya. Ini sarannya. [28] url asal
Jakarta - Ahli Gizi Masyarakat Tan Shot Yen mengomentari terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sudah berjalan pekan ini. Dia memberikan pandangan dan saran kepada pemerintah. (afb/afb)
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah dilaksanakan serentak di 26 provinsi di Indonesia sejak Senin (9/1/2025). Tak sedikit masyarakat yang mempertanyakan soal menu dalam MBG.
Apakah menu MBG sudah sesuai dengan kebutuhan gizi siswa? Menurut dosen gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Universitas Airlangga (Unair), Lailatul Muniroh SK MKes beberapa di antaranya belum sesuai dengan pedoman Isi Piringku.
Isi Piringku adalah pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengkampanyekan konsumsi makanan yang sesuai gizi seimbang. Isi Piringku juga memuat ajakan konsumsi delapan gelas air sehari, aktivitas fisik hingga mencuci tangan dengan sabun.
"Kemarin saya dapat kiriman contoh menu Makan Bergizi Gratis di Sidoarjo. Jika dilihat sekilas, nampak belum memenuhi Isi Piringku. Tidak ada sayuran, lauk meski dengan protein hewani pun, secara kuantitas terlalu sedikit, begitupun buahnya. Secara kuantitas belum memenuhi 40 persen total kalori sehari, dan secara kualitas pun masih belum sesuai," ujarnya dilansir dari laman Unair, Kamis (9/1/2025).
MBG Harusnya Beragam, Seimbang dan Aman
Lebih lanjut Lailatul mengatakan makan bergizi harus punya prinsip beragam, seimbang, aman dan sesuai kebutuhan. Isi menu MBG harus mencakup protein, lemak, vitamin, mineral hingga serat.
"Makan bergizi yang baik seharusnya memenuhi kebutuhan gizi secara seimbang. Baik karbohidrat, protein, lemak, dan terpenuhinya kebutuhan vitamin, mineral, serat, dan air," katanya.
Mengapa Tak Ada Susu dalam Menu MBG?
Selain soal keseimbangan gizi dalam makanan di menu MBG, masyarakat juga mempertanyakan ketidakhadiran susu. Padahal susu punya kandungan kalsium, vitamin D, vitamin A, zat besi, dan protein.
Namun, Lailatul menilai fungsi susu bisa digantikan oleh makanan lain. Misalnya yogurt, keju, telur, dan lain-lain.
"Sebagai alternatif lain, perlu disiapkan misalnya produk olahan susu seperti yogurt atau keju, sumber nabati yang kaya kalsium. Seperti tempe, sayuran hijau, ataupun sumber hewani seperti ikan teri, sarden, telur, dan daging ayam," tuturnya.
Program MBG Perlu Dievaluasi secara Berkelanjutan
Lailatul berpendapat perlu adanya evaluasi dan perbaikan secara berkala terhadap MBG. Evaluasi bisa melihat proses, input, output, dampak dan evaluasi keberlanjutan.
"Mulai dari jumlah siswa yang mendapatkan makanan apakah sudah sesuai dengan sasaran, kandungan gizi pada menu berdasarkan pedoman Isi Piringku. Kemudian tingkat penerimaan siswa terhadap rasa dan variasi makanan, kepuasaan guru, siswa, dan orang tua, dan tingkat keluhan terkait dengan distribusi makanan," urainya.
Lalu hal yang tak kalah penting adalah evaluasi mengenai kuantitas MBG. Perlu didata juga jumlah makanan termakan, terbuang, dan jumlah siswa yang makan.
Untuk melihat dampak MBG, menurut Lailatul ada tiga aspek yang bisa jadi komponen pengukuran yakni status gizi pada anak, prestasi akademik dan kesehatan serta kesadaran gizi.