Jakarta -
Kabar gembira bagi para pengembang, pemerintah sudah resmi menaikkan batas maksimal gaji masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menjadi Rp 14 juta. Hal ini dapat memperluas pasar rumah subsidi. Namun, para pengembang memberikan masukan, salah satunya agar ada segmentasi besaran penghasilan MBR.
Ketua Umum Aliansi Pengembang Perumahan Nasional Jaya (Apernas Jaya) Andriliwan Mohamad menilai kenaikan batas atas gaji MBR memberikan cukup peluang bagi masyarakat untuk mempunyai rumah. Pria yang akrab disapa Andre Bangsawan itu pun mengucapkan terima kasih atas langkah yang diambil pemerintah untuk mengeluarkan peraturan baru tersebut.
"Dari kawasan Timur Pak (Menteri PKP Maruarar Sirait) sangat susah kami mendapatkan rumah dulu. Karena kenapa? Di wilayah kami itu banyak pabrik-pabrik besar Pak Seperti di wilayah Sulawesi Tengah Itu penghasilannya mereka besar sampai Rp 15 juta, Rp 20 juta tapi mereka tidak bisa mendapatkan rumah karena tidak masuk dalam kategori MBR. Tapi dengan ada aturan baru ini alhamdulillah," ujarnya di Kantor Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (24/4/2025).
Hal itu disampaikan dalam acara pengumuman aturan soal kriteria MBR oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan Kementerian Hukum.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengembangan dan Pemasaran Rumah Nasional (Asprumnas) Muhamad Syawali Pratna berharap ada kejelasan dari pemerintah tentang harga rumah yang boleh dibeli oleh MBR. Menurutnya, masyarakat berpenghasilan Rp 14 juta mampu membeli rumah subsidi seharga Rp 166 juta.
"Kami ingin tegas bahwa penghasilan yang Rp 12 (juta) sampai Rp 14 juta tersebut, saya berharap ada segmentasinya, Pak MBT tersebut, Masyarakat Berpenghasilan Tanggung atau Tengah. Jadi mereka tidak beli di harga Rp 166 atau Rp 185 (juta)," kata Syawali.
Di samping itu, ia mengusulkan dari pihak perbankan dapat menaikkan ketentuan kredit scoring. Terutama untuk wilayah yang upah minimum regionalnya di angka Rp 2 juta seperti di Jawa Tengah.
"Miris kalau Rp 2 juta, skoringnya 30 persen. At least bawa Rp 600 ribu pendapatan tidak bisa mengangsur (kredit pemilikan rumah subsidi), Pak. Nah, saya mohon kepada Pak Menteri (Maruarar Sirait) dan Pak Supratman (Menteri Hukum) bahwa ini mohon diperjelas atau ada peraturan khusus Pak Menteri untuk Jawa Tengah ini, khusus untuk perbankannya, kita usulkan skoringnya mungkin 50% atau 60%," ucapnya.
Selanjutnya, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Ari Tri Priyono menilai kenaikan batas maksimum gaji MBR memperluas pasar perumahan. Semula hanya masyarakat berpenghasilan sampai Rp 8 juta boleh beli rumah subsidi. Kini masyarakat yang penghasilannya mencapai Rp 14 juta juga bisa beli rumah subsidi.
Selain menaikkan batas penghasilan MBR, Ari menyarankan agar pemerintah juga memperluas harga jual rumah subsidi. Dengan begitu, masyarakat berpenghasilan Rp 14 tidak harus membeli rumah subsidi seharga Rp 166 juta.
"Kami mengusulkan untuk menambah pasarnya ini, sehingga menjadi rumah-rumah yang selama ini kita menyebutnya MBT rumah tanggung Rp 200-400 juta ini bisa diakses juga dengan perhatian pemerintah dikasih juga subsidi," imbuhnya.
Menurutnya, pemerintah dapat memberikan subsidi. Suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi pun tidak harus di angka 5 persen, tetapi 7-8 persen.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Apersi Mohamad Solikin menyampaikan apresiasinya atas penerbitan aturan soal batas gaji MBR. Namun, ia mengingatkan agar adanya sinkronisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga kebijakan bisa cepat berjalan.
"Ketika permen (peraturan menteri) ini nanti diundangkan tentu ada perbup-perbup yang masih menggunakan pergub lama. Jadi perbup itu misalnya di daerah Bogor, Kerawang, kemudian Bekasi Kabupaten itu masih menggunakan angka Rp 8 juta," katanya.
Pada kesempatan itu, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto juga mengapresiasi sinergitas antara Kementerian PKP, Kementerian Hukum, dan Badan Pusat Statistik (BPS) atas kebijakan ini. Akan tetapi, ia menyoroti backlog perumahan 9,9 juta unit dapat dilakukan profiling agar bisa menyesuaikan dengan pembangunan perumahan.
"Kita perlu membuat sebuah terobosan kalau boleh profiling terhadap 9,9 juta itu, sehingga nantinya Pak Menteri PKP akan mendapatkan support data sehingga kebijakannya itu akan relive dan reliable," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) sudah resmi mengeluarkan kebijakan baru terkait kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di berbagai daerah. Kebijakan itu mengatur kenaikan batas maksimum MBR penerima rumah subsidi, salah satunya di wilayah Jabodetabek menjadi Rp 14 juta bagi yang sudah menikah.
"Dari proses ini saya merasakan betul Menteri Hukum dan jajaran membantu kami. Maka minggu lalu dua hari pun sudah siap, ini true story. Dua hari itu sudah siap. Artinya, beliau begitu membantu koleganya. Banyak sekali membantu. Tadi saya juga umumkan resmi," ujar Ara di Kantor Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (24/4/2025).
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman No. 5 Tahun 2025 tentang besaran penghasilan dan kriteria masyarakat berpenghasilan rendah serta persyaratan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/das)