Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melakukan efisiensi anggaran Rp306,69 triliun, yang sebagian besar akan direlokasi untuk pendanaan program makan bergizi gratis. Ekonom menilai relokasi anggaran ke program makan bergizi gratis tidak akan mengerek pertumbuhan ekonomi secara signifikan, bahkan bisa berdampak negatif.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengakui program makan bergizi gratis (MBG) bisa berdampak positif ke pertumbuhan ekonomi lewat peningkatan faktor konsumsi.
Alasannya, permintaan akan bahan-bahan makanan untuk pemenuhan program MBG akan meningkat. Apalagi, pemerintah berniat menambah anggaran program MBG agar penerima manfaatnya bisa diperluas hingga akhir tahun.
Masalahnya, sambung Esther, pertumbuhan ekonomi bukan hanya ditentukan oleh faktor konsumsi. Jika pemerintah hanya memfokuskan anggaran ke program MBG maka ditakutkan program pemerintah yang mendorong pertumbuhan ekonomi dari faktor investasi dan ekspor malah akan diabaikan.
"Kan faktor-faktor pertumbuhan ekonomi lainnya kan ada investasi, ada ekspor, itu juga didorong. Jadi jangan hanya dari sisi konsumsi saja gitu," ujar Esther, Kamis (30/1/2025).
Oleh sebab itu, pertumbuhan ekonomi yang disebabkan program MBG tidak akan serta-serta mengompensasi dampak negatif dari efisiensi anggaran hingga Rp306,69 triliun yang bersumber dari program-program lain.
Lebih lanjut, pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro ini mengingatkan tiga faktor yang harus diperhatikan pemerintah agar program MBG bisa memberi dampak positif secara maksimal ke pertumbuhan ekonomi.
Pertama, program MBG harus memanfaatkan sumber pangan lokal. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu melakukan impor pangan yang akan berdampak negatif ke pertumbuhan ekonomi dan cadangan devisa.
Kedua, program MBG wajib mengikutsertakan usaha mikro-kecil-menengah (UMKM). Dengan demikian, pemerintah tidak hanya menggandeng pengusaha katering besar sehingga terjadi inklusivitas pertumbuhan ekonomi.
Kendati demikian, sambungnya Esther, perlu dilakukan evaluasi secara berkala kepada pelaku UMKM yang terlibat dalam program MBG agar standar produknya juga tetap terjaga.
Ketiga, dari sisi finansial dan manajemen, program MBG harus memerhatikan efisiensi anggaran namun sekaligus kepenuhan gizi dari produknya.
"Nah itu baru nanti akan mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi dan akan lebih merata karena kuenya ini dibagi semuanya," ringkas Esther.
Esther turut menjelaskan Indef sempat melakukan riset atas dampak program MBG ke pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025. Studi tersebut berdasarkan proyek percontohan (pilot project) program MBG yang sudah dilakukan di sejumlah daerah oleh GoTo Group pertengahan 2024.
Hasilnya, program MBG menunjukkan efek pengganda (multiplier effect) yang cukup besar. Program MBG diproyeksikan dapat mendorong pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,06% atau sekitar Rp 14,61 triliun pada 2025.
Selain itu, anggaran program MBG diyakini dapat mendorong pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,19% dan mendorong pertumbuhan upah tenaga kerja sebesar 0,39%.
Hanya saja, studi tersebut berdasarkan anggaran program MBG sebesar Rp71 triliun sepanjang 2025. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan akan ada penambahan anggaran program MBG sebesar Rp100 triliun sehingga total menjadi Rp171 triliun pada 2025.
Esther mengaku Indef perlu melakukan perhitungan ulang sebelum bisa menjelaskan kontribusi program MBG ke pertumbuhan ekonomi usai terjadi pertambahan anggaran. Begitu juga dengan efek negatif pemotongan anggaran Rp306,69 triliun ke pertumbuhan ekonomi, Indef perlu melakukan perhitungan mendetailkan terlebih dahulu.
Sementara itu, Sri Mulyani menjelaskan tujuan penambahan anggaran Rp100 triliun agar penerima manfaat program MBG bisa diperluas sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto: dari target awalnya sebanyak 17,9 juta menjadi 40—82,9 juta pada akhir 2025.
"Apabila [program MBG] mencakup seluruh anak-anak di Indonesia, ibu hamil, PAUD sampai dengan anak sekolah, jumlahnya mencapai sekitar 90 juta penerima manfaat," jelas Sri Mulyani dalam BRI Microfinance Outlook 2025, Kamis (30/1/2024).
Bendahara negara itu memproyeksikan pertambahan anggaran MBG tersebut akan memberi kontribusi sebesar 0,7% terhadap pembentukan PDB.
Sementara itu, tenaga kerja yang terlibat diproyeksikan berkisar 185.000 orang. Lalu, kemiskinan diperkirakan berkurang hingga 0,19 persentase poin.