Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana membuka peluang serangga dijadikan menu makanan bergizi gratis (MBG). Namun, itu hanya bisa dilakukan di daerah tertentu yang memang terbiasa memakan serangga.
"Itu salah satu contoh ya (menu serangga), kalau ada daerah-daerah tertentu yang terbiasa makan seperti itu, itu bisa menjadi menu di situ," kata Dadan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (25/1/2025).
Dadan mengatakan pihaknya tidak menetapkan standar menu nasional untuk makan bergizi gratis. Namun, kata dia, makan bergizi gratis berlandaskan standar komposisi gizi.
"Tapi itu contoh bahwa badan gizi ini tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi menetapkan standar komposisi gizi," sambungnya.
Menurutnya, isi protein di berbagai daerah bergantung pada potensi sumber daya lokal dan kesukaan lokal. Dia pun meminta semua pihak tidak mengartikan lain tentang kemungkinan ini.
"Karena kalau di daerah yang banyak telur, ya telur lah mungkin mayoritas. Yang banyak ikan, ikan lah yang mayoritas, seperti itu," ujarnya.
"Sama juga dengan karbohidratnya, kalau orang sudah terbiasa makan jagung, ya karbohidratnya jagung. Meskipun nasi mungkin diberikan juga. Tapi di daerah-daerah yang memang tidak terbiasa makan jagung, ya makan nasi," sambung dia.
Dadan lalu memberikan contoh, ada pula beberapa wilayah yang tidak terbiasa makan nasi. Dadan menyebut nasi di wilayah-wilayah akan diganti dengan singkong atau pisang rebus, sesuai dengan sumber daya lokal yang dimiliki.
"Ada misalnya di Halmahera Barat itu, orang biasa makan singkong dan pisang rebus, itu kan karbohidrat juga. Itu contoh ya, contoh bagaimana keragaman pangan itu bisa diakomodir dalam program makan bergizi," tuturnya.
Mulai Januari 2025, program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan mulai diselenggarakan di setiap sekolah di Indonesia. Satu porsi menu yang akan diberikan kepada siswa memiliki budget Rp 10 ribu.
Apakah dengan harga demikian sudah mampu menyajikan menu dengan gizi yang seimbang? Terkait hal ini pakar gizi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Toto Sudargo, M Kes memberikan pendapatnya.
"Menurut saya, dilihat dari perencanaannya, Rp10.000 untuk setiap anak masih mungkin dilaksanakan. Tentunya, pelaksanaanya harus terus dipantau, dievaluasi, dan ditingkatkan," katanya dilansir dari laman UGM, Minggu (8/12/2024).
Menu Bisa Sesuai dengan SDA Tiap Daerah
Toto menyebut MBG ini termasuk program yang mulia. Tak banyak negara yang punya program seperti ini.
Oleh karena itu, Toto berharap MBG dapat membuahkan hasil yang baik. Salah satu hal yang perlu diperhatikan pemerintah menurut Toto adalah soal kesesuaian menu dengan keperluan tiap siswa.
Setiap daerah mempunyai kebiasaan makan yang berbeda. Sehingga menu harus benar-benar sesuai dengan keseharian mereka.
"Beberapa daerah memang masih mengandalkan nasi. Di beberapa daerah seperti Papua dapat diganti dengan sagu, papeda, jagung. Kemudian, untuk karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral dapat diganti dengan ikan, telur, dan daging atau sumber nabati lainnya, sesuai wilayahnya masing-masing," paparnya.
Harus Melihat Makanan Kesukaan Anak
Selain melihat kebiasaan makan siswa di setiap daerah, Toto juga mengatakan makanan harus sesuai dengan kesukaan anak. Dengan begitu, potensi makan siang terbuang bisa diminimalisir.
"Makanannya tidak apa-apa dengan porsi yang kecil, tetapi bisa dibuat menarik sehingga anak-anak suka dan mereka mau untuk makan," tambahnya.
Menurut Toto dua hal tersebut perlu diperhatikan. Jangan sampai pemerintah hanya menyorot program dan memberikan keuntungan bagi beberapa pihak ketimbang berfokus pada kualitas gizi makanan.
"Saat kita memberikan makanan kepada anak-anak, jangan sampai yang dipikirkan pemerintah adalah masalah keuntungan atau profit," tegasnya.
Toto berharap Badan Gizi Nasional dengan didampingi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bisa merealisasikan tujuan perbaikan gizi nasional lewat MBG ini. Ia meminta pihak media, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat untuk memantau program ini.
"Ini adalah program gizi yg diberikan kepada generasi penerus bangsa sehingga mari semua pihak bekerja sama untuk saling memperbaiki satu sama lain sehingga kebutuhan gizi anak-anak Indonesia terpenuhi," tutupnya.