Jakarta: PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) siap menyalurkan pembiayaan 30 ribu unit rumah subsidi dalam mendukung Program Rumah untuk Tenaga Kesehatan (Nakes) Indonesia.
Program perumahan subsidi ini diluncurkan secara serentak di delapan provinsi, yakni Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Papua.
Sebanyak 30 ribu unit rumah subsidi khusus untuk segmen perawat, bidan, dan tenaga kesehatan tersebut merupakan kolaborasi Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk meningkatkan kesejahteraan nakes, didukung oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dan BTN sebagai bank penyalur KPR Subsidi terbesar di Indonesia.
Menteri PKP Maruarar Sirait mengatakan program rumah untuk nakes dapat terlaksana berkat kerja sama berbagai institusi, yakni Kementerian PKP, Kementerian BUMN, Kemenkes, BTN, BP Tapera, serta Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Kendal.
Menteri Maruarar dalam keterangan di Jakarta, Selasa, meminta komitmen para pengembang untuk meningkatkan kualitas perumahan yang dibangun untuk nakes.
“Program KPR Subsidi untuk 220 ribu unit rumah, dananya sudah ada dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pak Menteri Kesehatan tahu, berkat dukungan Bapak Presiden, DPR, Menteri Keuangan, BUMN dan semuanya, mudah-mudahan kita mendapatkan tambahan dana. Jangan sampai kuantitas rumahnya meningkat tapi kualitasnya menurun,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Selasa, 29 April 2025.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan apresiasinya terhadap Menteri PKP Maruarar Sirait serta BTN dan BP Tapera selaku penyalur pembiayaan rumah atas dukungan nyata untuk meningkatkan kesejahteraan para tenaga kesehatan.
“Program ini luar biasa. Ini bagian dari 30.000 rumah yang dialokasikan khusus dari tiga juta rumah yang ditargetkan pemerintah. Saya yakin nanti angkanya bisa bertambah untuk nakes,” kata Menteri Budi.
Sementara itu, Direktur Consumer Banking Hirwandi Gafar menuturkan Perumahan Puri Delta Asri 9 menjadi lokasi pilihan di Kendal, Jawa Tengah untuk peluncuran program rumah untuk nakes dan serah terima kunci simbolis karena lokasinya yang dekat dengan berbagai fasilitas umum, seperti sekolah, minimarket, puskesmas, dan gerbang tol.
“Yang dialokasikan 30.000 unit, mungkin nanti juga bisa ditambah alokasinya, dan di mana saja BTN berada, kita akan menyalurkan kepada para tenaga kesehatan, bidan maupun perawat," katanya.
Ia menambahkan, tentu dalam hal ini BTN dan BP Tapera bersama dengan Kementerian PKP bekerja sama dengan BPS, mana saja titik-titik yang akan diberikan sesuai kriteria masyarakat berpenghasilan rendah,” ujar Hirwandi.
Selama Januari hingga 28 April 2025, BTN telah menyalurkan KPR subsidi untuk para nakes sebanyak 1.327 debitur di seluruh Indonesia, dengan 414 debitur di antaranya telah melakukan akad dengan BTN selama satu bulan ke belakang. Selama lima tahun terakhir, BTN telah menyalurkan KPR Subsidi sebanyak 22.311 unit rumah subsidi untuk nakes.
Adapun persyaratan program rumah untuk nakes ini mengikuti persyaratan umum KPR Subsidi, yakni rumah yang dibiayai harus rumah pertama, nakes belum mendapatkan subsidi perumahan dari pemerintah dan berpenghasilan maksimal Rp8 juta, serta memiliki status kepegawaian tetap dan kontrak dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Pendataan tersebut didukung oleh BPS yang telah menerapkan sistem by name by address yang diperbaharui secara rutin. Hirwandi mengatakan, skema KPR untuk nakes tidak berbeda dengan skema KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang ada.
Menurut dia, penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) telah ditetapkan sesuai Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2025 tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah untuk Mendapatkan Bantuan atau Kemudahan Pembiayaan Perumahan, pemerintah menetapkan ketentuan baru mengenai batas maksimal penghasilan MBR.
Dalam peraturan tersebut, batas penghasilan MBR disesuaikan berdasarkan zonasi wilayah untuk memastikan bantuan dan kemudahan pembiayaan perumahan lebih tepat sasaran.
Untuk Zona 1, yang meliputi Jawa (di luar Jabodetabek), Sumatera, serta Nusa Tenggara Timur dan Barat, batas maksimal penghasilan ditetapkan sebesar Rp8,5 juta untuk individu belum menikah, dan Rp10 juta untuk yang telah menikah.
Sementara Zona 2, yang mencakup Kalimantan, Sulawesi, Bali, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau, menetapkan batas Rp9 juta bagi individu, dan Rp11 juta bagi yang sudah berkeluarga.
Sedangkan Zona 3, yang meliputi Papua dan wilayah sekitarnya, batas penghasilan ditingkatkan menjadi Rp10,5 juta untuk individu dan Rp12 juta untuk keluarga.
Khusus untuk Zona 4, yaitu Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), batas penghasilan maksimal mencapai Rp12 juta untuk individu dan Rp14 juta untuk keluarga.
Selain itu, bagi peserta aktif BP Tapera, ketentuan penghasilan maksimal mengikuti batas tertinggi di masing-masing zona. Hal ini memberikan peluang lebih besar bagi peserta untuk mendapatkan pembiayaan rumah pertama melalui skema KPR subsidi maupun Tapera.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menuturkan, pemerintah telah melakukan gebrakan dan inovasi untuk mendorong peningkatan kinerja penyaluran rumah, contohnya penyesuaian batas penghasilan MBR baru-baru ini.
Strategi segmentasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepastian dan aksesibilitas MBR terhadap KPR Subsidi, sekaligus memberikan kepastian bagi para pengembang dan bank penyalur sehingga tidak perlu khawatir terhadap keberlangsungan dan kepastian debitur untuk memiliki rumah pertamanya.
Program rumah subsidi pemerintah membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah dengan KPR ringan. Simak syarat dan ketentuannya di sini. [329] url asal
Memiliki rumah pribadi merupakan impian banyak orang. Namun, harga rumah yang terus meningkat sering kali menjadi kendala utama. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah menghadirkan program rumah subsidi melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Melalui program ini, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) berkesempatan memiliki rumah dengan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang ringan, bunga tetap sebesar 5 persen, dan tenor cicilan hingga 20 tahun. Bahkan, uang muka (DP) yang dibutuhkan hanya 1 persen dari harga rumah.
Namun, tidak semua orang bisa membeli rumah subsidi. Ada sejumlah syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi calon pembeli agar dapat mengakses program ini.
Apa Saja Syarat Membeli Rumah Subsidi?
Berikut adalah syarat lengkap untuk membeli rumah subsidi berdasarkan informasi dari detikProperti dan Keputusan Menteri PUPR No. 242/KPTS/M/2020:
1. Belum Pernah Memiliki Rumah
Calon pembeli rumah subsidi wajib belum pernah memiliki rumah pribadi sebelumnya. Selain itu, mereka juga belum pernah menerima bantuan subsidi perumahan dari pemerintah dalam bentuk apa pun.
2. Warga Negara Indonesia dan Usia Minimal 21 Tahun
Hanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang dapat mengajukan KPR rumah subsidi. Usia minimal calon pembeli adalah 21 tahun atau sudah menikah. Sementara itu, usia maksimal adalah 65 tahun saat masa pelunasan kredit berakhir.
3. Termasuk dalam Kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Program FLPP hanya diperuntukkan bagi masyarakat dengan penghasilan tertentu sesuai wilayah domisili. Berikut rincian batas penghasilan maksimal:
a. Wilayah Luar Jabodetabek
Belum menikah: maksimal Rp 7 juta/bulan
Sudah menikah: maksimal Rp 8 juta/bulan
b. Wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi)
Belum menikah: maksimal Rp 12 juta/bulan
Sudah menikah: maksimal Rp 14 juta/bulan
Catatan: Penghasilan dapat bersifat tetap maupun tidak tetap.
4. Melengkapi Dokumen Persyaratan
Calon pembeli wajib menyiapkan sejumlah dokumen saat mengajukan KPR subsidi FLPP. Berikut daftar dokumen yang harus dilampirkan:
Salah satu kriteria baru masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) penerima rumah subsidi yaitu belum menikah dengan penghasilan Rp 12 juta. - Halaman all [274] url asal
JAKARTA, investor.id – Pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah menyusun perubahan kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang berhak menerima rumah subsidi. Kriteria itu akan disahkan pada 21 April 2025 atau bertepatan pada Hari Kartini.
Menteri PKP, Maruarar Sirait mengatakan, perubahan kriteria MBR ini dilakukan agar sebaran penerima manfaat rumah subsidi bisa lebih luas. Disamping itu, perubahan kriteria MBR juga ditujukan agar masyarakat bisa mengambil hunian vertikal seperti rusun atau apartemen yang punya harga lebih mahal ketimbang rumah tapak.
“Kabar baiknya pada 21 April akan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri yang menyangkut kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Kita akan berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan Kepala BPS yang terus bekerja keras,” kata Ara, Jumat (11/4/2025).
Pria yang akrab disapa Ara itu merinci, perubahan kriteria MBR ini nanti akan menjelaskan masyarakat yang belum menikah, termasuk kriteria MBR punya penghasilan maksimal Rp 12 juta. Sedangkan untuk yang berpasangan atau sudah menikah kriteria MBR, punya penghasilan maksimal Rp 14 juta.
“Jadi kita sepakati buat di Jabodetabek ya, itu kalau dia single (belum menikah) Rp 12 juta, kalau menikah Rp 14 juta. Ini kabar baik, artinya semakin banyak yang bisa mendapatkan manfaat,” ujar Ara.
Dia berharap dengan adanya revisi kriteria MBR ini penerima manfaat rumah subsidi akan semakin luas dan masif penyalurannya. Akhirnya, angka backlog yang saat ini diperkirakan sebanyak 9,9 juta bisa semakin ditekan.
“Ini sedang dibahas bersama BPS dan di internal PKP juga menggunakan beberapa kajian, dan saat ini sedang harmonisasi dengan Kementerian Hukum. Targetnya ditetapkan paling lambat 21 April,” jelas Ara.
Pengembang keluhkan kurangnya progres Program 3 Juta Rumah. Menteri PKP Maruarar sirait tetap optimistis target program tersebut dapat tercapai. [562] url asal
Pengembang mengeluhkan Program 3 Juta Rumah belum menunjukkan progres. Hal ini menimbulkan keraguan terkait kemungkinan target program tersebut dapat tercapai.
Menanggapi hal itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mengaku optimistis Program 3 Juta Rumah untuk masyarakat bisa diwujudkan. Pihaknya pun sedang berupaya untuk mendapatkan dana tambahan dan bekerja sama dengan berbagai pihak buat program ini.
"Kita berdoa, berusaha, berkolaborasi. Seperti hari ini dukungannya luar biasa. Kita kan berusaha bekerja. FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) juga tahun ini mudah-mudahan paling banyak dengan dukungan dari semua pihak," ujar Ara usai melihat Site Expose dari Badan Bank Tanah di Kantor Bank Tanah, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
"Kita nggak bisa berpikir pesimis, kita harus optimis. Dan bisa dilihat hari ini dapat lahannya. Dalam satu minggu ini kita sudah alokasikan berapa? 70 ribu dalam satu minggu," tuturnya
Sebagai informasi, Badan Bank Tanah menyediakan 73 hektare lahan untuk Kementerian PKP membangun perumahan. Lahan tersebut tersebar di empat daerah, yakni Tanjung Pinang, Batu Bara, Purwakarta, dan Bandung Barat.
Lalu, 70 ribu kuota FLPP sudah dialokasikan untuk berbagai profesi, termasuk guru sebanyak 20 ribu unit rumah. Ara menyebutkan dirinya akan mulai menyalurkan rumah untuk guru dengan melakukan serah terima kunci pada Selasa (25/3) mendatang.
Di samping itu, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho kuota FLPP mengungkapkan tahun ini sudah ada 39.147 unit rumah FLPP yang tersalurkan. Penyaluran akan terus berjalan dengan proporsi pembiayaan 75 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan 25 persen perbankan alias skema 75:25.
"Kita enggak ada isu terhenti ya terkait dengan penyaluran tahun ini. Sampai saat ini udah 39.147 unit per hari ini yang kita salurkan dari 1 Januari sampai 21 Maret," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto telah mengutarakan bahwa para pengembang awalnya senang dengan dibentuknya Kementerian PKP dan Program 3 Juta Rumah. Namun, ia menilai program tersebut saat ini belum ada perkembangan.
"Setelah tiga bulan kita mengikuti kementerian, namun pada saat ini kondisi lima bulan berjalan atau setelah kementerian itu kondisi Program 3 Juta Rumah ini belum ada progres. Yang kedua Presiden Prabowo (Subianto) sudah tidak antusias lagi, sudah tidak bicarakan lagi Program 3 Juta Rumah," ujar Joko di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Kuota fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) disebut akan ditambah 200.000 unit. Dengan demikian, total kuota FLPP tahun 2025 menjadi 420.000 unit dari yang sebelumnya 220.000 unit.
Hal tersebut disampaikan oleh anggota Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Bonny Z Minang dalam acara Diskusi Media 'Menyelisik Kinerja 100 Hari Kementerian PKP' di Bellezza Hotel & Suite, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2025).
"Kami dengar, saya minggu lalu rapat dengan Pak Rio Silaban (Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan). Pak Rio bilang sudah ditetapkan 420.000 (unit), penambahan dari 200.000 (unit). Dan akan diturunkan Rp 6 triliun dulu supaya bisa jalan nih (FLPP)," katanya dalam acara tersebut.
Meski kuota FLPP ditambah, menurut Bonny tidak semuanya akan terserap sempurna. Sebab, waktunya sudah mepet ke akhir tahun ini.
"Dan kami dari saat itu juga memberitahu kepada Pak Rio bahwa kita tinggal berapa lama lagi sampai Desember? Mau kita usahakan 500.000-600.000 (unit)? Tidak mungkin, bener gak? Waktu tinggal mepet. Dikasih 420.000 (unit), paling pengembang bisa sampai 300.000 (unit)," ungkapnya.
Bonny menuturkan, pihak pemerintah harus merangkul para pengembang untuk bertanya mengenai kemampuan pembangunan rumah untuk FLPP. Hal itu supaya program FLPP bisa dilaksanakan dengan baik.
Ia kemudian mengatakan untuk tidak cepat kecewa kepada Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) karena merupakan kementerian baru. Ditambah lagi, menteri dan wakil menterinya juga butuh penyesuaian karena sudah lama tidak ada kementerian yang khusus menangani persoalan perumahan.
"Jadi memang ada yang kurang, saya rasa. Tapi sabarlah. Be tough. Setiap satu permasalahan itu membuat kita lebih kuat. Mungkin ada benefit-nya di belakang ini yang kita nggak tahu. Paling nggak sudah ada kenaikan (kuota FLPP) 420.000 (unit)," ujarnya.
Sebagai informasi, kuota FLPP tahun 2025 sebanyak 220.000 unit. Hal itu diungkapkan oleh Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho. Ia mengatakan, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 28,2 triliun untuk penyaluran 220.000 unit rumah melalui skema FLPP.
"Di tahun 2025 pemerintah melalui BP Tapera telah mengalokasikan dana Rp 28,2 triliun yang ditargetkan dapat disalurkan untuk 220 ribu unit rumah dengan skema saat ini 75% APBN, 25% perbankan," kata Heru dalam acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama KPR Sejahtera FLPP dengan Bank Penyalur dan Asosiasi Pengembang Perumahan 2025 di Auditorium Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta Selatan, Senin, (23/12/2024).
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Hashim Djojohadikusumo memberi sinyal bahwa pemerintah bakal mewajibkan bank pelat merah untuk mengucurkan pembiayaan pada program 3 juta rumah. [273] url asal
Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Hashim Djojohadikusumo memberi sinyal bahwa pemerintah bakal mewajibkan bank pelat merah untuk mengucurkan pembiayaan pada program 3 juta rumah.
Hashim menjelaskan, aturan itu saat ini tengah dalam pembahasan di ranah pejabat pengambil keputusan.
“Ya, saya berharap khusus untuk perumahan, bank Himbara mendukung dan saya dengar akan ada perintah untuk mendukung. Saya dengar dari pengambil keputusan,” kata Hashim dalam agenda Economic Outlook di Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Hashim menegaskan, penyaluran program 3 juta rumah perlu menjadi perhatian serius bagi seluruh stakeholder termasuk pelaku industri keuangan perbankan. Alasannya, Presiden Prabowo memang hendak meninggalkan warisan berupa pemberian hunian layak bagi masyarakat.
Di hadapan para bankir BUMN, Hashim meminta agar perbankan dapat memberikan dukungan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) pada masyarakat kelas menengah dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Karena ini untuk menyangkut perumahan sosial. Ini middle class dan ke bawah. Ini untuk rakyat, dan ini bagian dari sumpah Pak Prabowo untuk mengentaskan kemiskinan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sempat menanggapi terkait dengan program 3 juta rumah. Dia meminta agar bank swasta turut serta mengucurkan dukungan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk program 3 Juta Rumah yang dicanangkan oleh Prabowo Subianto.
Erick menjelaskan butuh pembiayaan yang masif untuk mendukung realisasi 3 juta rumah. Dia menyebut pemerintah juga mengharapkan kolaborasi bank swasta.
“Karena ini masif 3 juta [rumah], kita harapkan juga peran dari bank-bank swasta untuk mendukung program pemerintah ini,” tuturnya dalam Konferensi Pers di Bank Indonesia, Selasa (11/2/2025) malam.
Erick menyebut Himbara perlu didukung pembiayaan yang kuat. Mengingat, kebutuhan penyaluran rumah untuk mengentaskan backlog saja masih tinggi di level 9,9 juta.
Permintaan rumah layak huni setiap tahunnya di Indonesia, termasuk di Provinsi Kalimantan Barat, terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ... [1,558] url asal
Pontianak (ANTARA) - Permintaan rumah layak huni setiap tahunnya di Indonesia, termasuk di Provinsi Kalimantan Barat, terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk.
Jumlah penduduk di Provinsi Kalbar pada 2024 berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 6,55 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,28 persen per tahun. Sementara berdasarkan data Real Estate Indonesia (REI) Kalbar, hingga saat ini backlog rumah atau rumah yang harusnya dibangun untuk memenuhi kebutuhan sudah mencapai 13.000 unit untuk 14 kabupaten atau kota di Provinsi Kalbar.
Kebutuhan rumah layak huni, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), di Kalbar didominasi di kawasan perkotaan karena ada perpindahan penduduk untuk bekerja, belajar, berusaha serta lainnya.
Terjadinya backlog 13.000 perumahan di Provinsi Kalbar tersebut bukan hanya terjadi karena ketidakmampuan pengembang dalam membangun rumah, namun karena kuota program Kredit Perumahan Rakyat (KPR) subsidi yang masih terbatas. Pada sisi lainn, permintaan rumah tertinggi masih didominasi rumah subsidi.
Dengan persoalan yang ada, program tiga juta rumah yang tengah digalakkan pemerintah sebagai wujud dari Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, diharapkan dapat menjadi jawaban adanya rumah murah dan layak huni bagi masyarakat.
Hadirnya program tersebut juga bisa menjadi langkah signifikan dalam mengurangi defisit perumahan atau menyediakan rumah layak huni bagi masyarakat ekonomi bawah serta memperbaiki kesejahteraan dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Program tiga juta rumah menyasar individu yang sudah berkeluarga namun berpenghasilan di bawah Rp8 juta atau Rp7 juta per bulan untuk yang belum berkeluarga. Selain itu, calon penerima KPR subsidi merupakan orang yang belum pernah menerima subsidi pembiayaan perumahan dari pemerintah.
Dengan kuota rumah subsidi yang semakin besar, tenor kredit mencapai 20 tahun dan kemudahan dalam banyak hal, program KPR subsidi tiga juta rumah dapat menjadi angin segar bagi MBR untuk memiliki rumah layak huni.
Mimpi pasangan muda
Memiliki rumah sendiri adalah impian dari setiap pasangan muda untuk membangun bahtera rumah tangga yang mandiri dan berdikari.
Impian tersebut bagi sebagian atau bahkan mayoritas pasangan muda tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mereka baru merintis kerja atau usaha.
Pasangan Rara - Ridwan contohnya. Sebelum memiliki rumah impian harus menguatkan tekad dan mimpi.
Dengan hadirnya program Kredit Perumahan Rakyat (KPR) subsidi yang digelontorkan pemerintah dan lebih progresif dari sejuta rumah kini menjadi program tiga juta rumah, membuat pasangan muda bisa mengakses kepemilikan rumah subsidi tersebut.
Bank Tabungan Negara (BTN) menjadi di antara penyalur KPR subsidi dengan kemudahan layanan dan jaringan yang luas. Melalui KPR BTN akhirnya Rara - Ridwan bisa memiliki rumah impian.
Ridwan menceritakan dengan uang muka Rp5 juta dan tenor kredit bisa mencapai 20 tahun dari KPR BTN membuatnya mampu dan berani untuk membeli rumah tipe 36 di Parit Gaduh, Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Menurutnya, tanpa ada KPR subsidi dari pemerintah sulit baginya memiliki rumah bagi pasangan muda seperti dia. Tanpa KPR subsidi bisa jadi dia harus mengontrak rumah, sewa rumah, atau bahkan menumpang di rumah orang tua atau mertua, karena pendapatan yang pas - pasan.
"Tanpa KPR BTN, mungkin mimpi memiliki rumah hanya sekadar impian. Namun, alhamdulillah ada program subsidi rumah dari pemerintah, kami dan mungkin pasangan muda lainnya bisa memiliki rumah yang layak huni untuk merintis rumah tangga," ujarnya saat ditemui Kubu Raya
Mengambil rumah melalui skema KPR subsidi BTN oleh Rara dan Ridwan menjadi langkah awal pasangan muda tersebut untuk mengarungi hidup lebih baik karena kebutuhan dasar yakni papan sudah terpenuhi.
Pembukaan lahan perumahan baru di Kota Pontianak (ANTARA/Dedi)
Semangat membangun
Pengembang perumahan Kota Raya, Mansur mengaku dengan adanya program tiga juta rumah menjadi lebih semangat untuk membangun rumah subsidi, karena banyak dukungan dan kemudahan perizinan, restribusi serta lainnya. Bahkan ada yang gratis untuk percepatan realisasi program tersebut.
Menurut dia, program yang dicanangkan menjadi langkah baik untuk mengatasi backlog perumahan yang saat ini mencapai 12 juta di Indonesia dan 13.000 di Kalbar. Pada 2024 kuota rumah subsidi di Kalbar hanya 166.000 unit. Kuota tersebut ludes hingga Juni 2024. Sedangkan pada 2025 kuota rumah subsidi di Kalbar 220.000 unit dan diprediksikan habis hingga Oktober 2025.
Selaku pengembang dia menilai perlu komitmen bersama dan kolaborasi agar sejumlah tantangan program tiga juta rumah di Kalbar bisa diselesaikan. Tantangan itu di antaranya pasokan listrik, perizinan dan kemudahan dalam layanan perbankan.
"Tapi kami yakin dengan ambisi pemerintah untuk memulai program tiga juta rumah suatu langkah yang perlu diapresiasi demi keberlangsungan layak hidup masyarakat banyak yang lebih baik. Pengembang mendukung ini dan siap berkolaborasi," ucapnya
Aktivitas membangun rumah di Pontianak (ANTARA/Dedi)
REI Kalbar mendukung
Pengembang perumahan yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) Kalbar siap menjadi mitra pemerintah dalam menyukseskan program pembangunan tiga juta rumah subsidi untuk MBR.
Dukungan yang ada sejalan dengan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri tentang program tiga juta rumah. Adanya SKB tiga menteri tersebut sebagai upaya pemerintah yang melibatkan pengembang properti untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap hunian yang layak dan terjangkau melalui skema rumah subsidi.
"DPD REI Kalbar siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam merealisasikan target tersebut, khususnya di wilayah Kalbar," ujar Ketua REI Kalbar, Baharudin.
Dalam SKB tiga menteri yaitu Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Dalam Negeri menjelaskan tentang pembebasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi MBR.
Kemudian, ada pembebasan biaya retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG) untuk MBR dan percepatan penerbitan PBG untuk perumahan subsidi khusus untuk MBR .
Program tiga juta rumah kali ini benar- benar memberikan kemudahan MBR dalam memiliki rumah yang layak huni.
Dengan SK tiga menteri tersebut diharapkan kuota rumah subsidi untuk Kalbar bertambah. Pada 2023 , untuk REI Kalbar ada 6.000-an unit dan 2024 turun menjadi 5.000-an unit.
Saat ini ada 2.000 calon pembeli dari MBR yang tidak bisa akad karena kuota subsidi sudah habis. Untuk program tiga juta rumah ini, harapannya kuota bertambah.
Tidak kalah penting, perlu perubahan aturan syarat MBR yang bisa membeli rumah subsidi di mana sebelumnya gaji di bawah Rp8 juta.
"Kita harap bisa dinaikkan batas gaji maksimal MBR yakni antara Rp12 juta hingga Rp15 juta. Kalau batas maksimal Rp8 juta suami istri itu terlalu kecil," ucapnya.
KPR BTN
BTN selaku bank penyalur kredit perumahan bersubsidi berkomitmen untuk menyukseskan program yang sangat membantu MBR tersebut.
BTN memiliki peran sentral dalam mendukung program tiga juta rumah yang dicanangkan oleh pemerintah. BTN berkomitmen penuh untuk menyediakan akses KPR subsidi bagi MBR termasuk kelompok pekerja informal.
Sebagai bank yang memiliki fokus utama pada pembiayaan perumahan, BTN terus berupaya memastikan bahwa program ini dapat diakses secara merata dan tepat sasaran sehingga dapat berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Terkait langkah atau kemudahan bagi MBR untuk KPR, BTN telah menyiapkan berbagai strategis seperti proses pengajuan kredit yang lebih cepat dan sederhana dengan persyaratan yang mudah dipenuhi. Kemudian ada layanan khusus melalui Web BTN Properti dan BTN Mobile atau yang saat ini disebut Bale by btn untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi dan mengajukan KPR.
Selanjutnya, ada inovasi layanan digital seperti BTN Property Online dan BTN Mobile Apps yang memungkinkan nasabah melakukan pengajuan KPR secara mandiri. Tidak kalah penting program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai prosedur dan manfaat KPR subsidi digalakkan.
"BTN juga terus berinovasi dengan menyediakan produk-produk KPR yang disesuaikan dengan kebutuhan MBR, termasuk fleksibilitas dalam pembayaran dan suku bunga yang terjangkau," kata Deputi Bisnis BTN Area Kalbar, Dafit Prabowo.
Terkait target penyaluran KPR subsidi di Kalbar pada 2025, BTN menargetkan penyaluran KPR sebesar 5.500 unit. Target itu sejalan dengan komitmen BTN untuk mendukung program pemerintah dalam menyediakan rumah yang layak bagi masyarakat, khususnya di wilayah Kalbar.
Pada tahun sebelumnya yakni 2024, BTN telah berhasil merealisasikan penyaluran KPR subsidi di Kalbar sebesar 3.550 unit. Kembali, capaian tersebut menjadi bukti nyata dari komitmen BTN dalam mendukung program tiga juta rumah serta meningkatkan akses perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di wilayah tersebut.
Kolaborasi BTN dengan mitra untuk untuk percepatan realisasi program tiga juta rumah di Kalbar menjadi kunci. Untuk itu lah
BTN terus menjalin kolaborasi strategis dengan berbagai mitra, termasuk pengembang perumahan, pemerintah daerah, dan lembaga terkait, untuk mempercepat realisasi program tersebut. Beberapa bentuk kolaborasi yang dilakukan antara lain kerjasama dengan pengembang perumahan untuk menyediakan unit rumah yang memenuhi kriteria KPR subsidi.
Selanjutnya sinergi dengan pemerintah daerah dalam hal sosialisasi dan pendataan calon penerima KPR subsidi dan pelibatan lembaga keuangan non-bank dan asosiasi properti maupun asosiasi lainnya untuk memperluas jangkauan program.
BTN berupaya memastikan bahwa program dapat berjalan efektif dan tepat sasaran sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal oleh masyarakat Kalbar. BTN berkomitmen untuk menjadi mitra terpercaya bagi pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan program perumahan yang inklusif dan berkelanjutan,.
Hapus BPHTB
Untuk mendukung program perumahan ini, Pemerintah Kota Pontianak menindaklanjuti kebijakan pemerintah pusat terkait penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi rumah bersubsidi.
Pemkot Kalbar siap mengikuti aturan dari pemerintah pusat untuk menghapus BPHTB dan PBG bagi MBR. Langkah itu diambil untuk memberikan layanan terbaik kepada masyarakat dan memastikan kebijakan pusat berjalan dengan baik di tingkat daerah.
Penghapusan atas kebijakan diberlakukan yang ada khusus untuk rumah bersubsidi. Sementara itu untuk rumah mewah dan menengah ke atas tetap harus membayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dengan adanya kebijakan penghapusan BPHTB dan PBG bagi rumah bersubsidi ini, Pemkot Pontianak berharap dapat mendukung program perumahan subsidi yang lebih terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah, sejalan dengan arahan dari pemerintah pusat.
Semoga ribuan atau bahkan jutaan pasangan muda, MBR atau masyarakat lainnya di seluruh pelosok negeri, dapat menikmati program pengadaan tiga juta rumah ini.
Asosiasi pengembang minta perbankan buat skema baru setara FLPP. Hal ini lantaran penyaluran FLPP tertahan, sehingga usaha pengembang terhambat. [811] url asal
Asosiasi pengembang merasa usaha perumahan terhambat lantaran penyaluran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) tahun 2025 tertahan. Lima ketua asosiasi mengambil sikap untuk meminta perbankan memformulasikan skema baru setara FLPP.
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan saat ini pengembang tidak mendapatkan kejelasan dari pemerintah terkait FLPP. Perubahan skema FLPP yang tengah digodok menahan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi.
"Kami sebagai pengusaha mengambil posisi bahwa untuk saat ini kami mendorong perbankan untuk menemukan formula baru, cara pembiayaan baru yang setara dengan FLPP, sehingga atas kondisi yang kita jalani, kita alami bersama," ujar Joko dalam Konferensi Pers 5 Asosiasi Pengembang Perumahan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (19/2/2025).
Menurutnya perbankan sendiri mendapatkan kondisi tidak nyaman. Mulai dari rencana target bank yang tidak tercapai hingga rencana nasabah membeli rumah tidak berjalan baik dan menghadapi kesulitan. Ia pun mengungkapkan sudah ada sejumlah perbankan yang telah memberikan rencana atau komitmen membuat formula atau skema baru setara FLPP.
Kemudian, Joko mengatakan usaha pengembang tidak boleh mengalami penghentian seketika atau kenaikan dan penurunan, seperti yang dialami dari pola penyaluran FLPP saat ini. Ia menyebut kebijakan menahan FLPP menimbulkan turbulensi. Hal ini berdampak langsung pada cash flow pengembang, kualitas perbankan, dan perekonomian dalam industri properti.
Adapun skema baru setara FLPP yang diharapkan harus memiliki collateral atau jaminan yang terjaga dari segi perizinan, legalitas, dan kapasitas. Ketiga hal tersebut yang akan menjadi produk kredit.
"Pertama dari kolateral, yang kedua adalah dari sisi market jadi emisi market kan sudah ketahuan, berapa mereka. Kalau menggunakan pendekatannya FLPP, kita tahu desil 4 sampai 8 itu yang cover. Kemudian yang empat ke bawah untuk kabupaten yang tertentu memang masih bisa. Tetapi kalau yang mendekati kota besar itu akan susah. Yang ketiga berarti adalah pendekatannya adalah perizinannya," jelasnya.
Di samping itu, Joko menyebut FLPP masih menjadi produk yang disukai oleh masyarakat. Namun berkaitan dengan Program 3 Juta Rumah, bukan berarti semua pengadaan rumah harus melalui FLPP. Ia mengharapkan ada upaya lain, sehingga tidak terlalu fokus membahas FLPP.
Di sisi lain, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menuturkan investor atau pengembang mengharapkan keamanan dan perlindungan dari pemerintah. Ia mengatakan pengembang ingin bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto untuk menyampaikan langsung situasi yang dihadapi pengembang saat ini.
"Teman-teman sudah beberapa kali bertemu beberapa bank itu membuat skema yang usulannya mirip-mirip FLPP. Jadi kami tidak mau para pengembang mati di lumbung padi begitu saja, jadi pengembang ini harus hidup karena ada beban (kewajiban)," kata Joko.
Sementara itu, Ketua Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Ari Tri Priyono menyebutkan kini seharusnya sudah banyak rumah yang terbangun untuk Program 3 Juta Rumah. Akan tetapi, selama beberapa bulan pemerintah masih terus membahas soal FLPP. Padahal, tahun sebelumnya FLPP berjalan lancar meski kehabisan kuota.
"(Pengembang) Takut ini (ketidakpastian) makanya kami ingatkan, kita ambil sikap semoga Pak Prabowo dengan penanggungjawab ini berkenan kalau diinginkan ngobrol dengan kita semua, karena dari awal Satgas (perumahan) ini kita memohon agar kita diterima, keluh kesah kita ini sampai dengan baik," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, pengembang resah lantaran penyaluran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) tertahan. Ribuan calon pembeli rumah pun terkatung-katung karena tidak bisa menerima fasilitas tersebut.
Joko mengungkapkan perbankan sedang tidak mengakadkan rumah untuk FLPP. Lantaran, saat ini pemerintah sedang menggodok perubahan skema sumber pembiayaan FLPP antara anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan perbankan dari 75:25 menjadi 50:50.
Menurutnya, ketidakpastian itu membuat calon pembeli terkatung-katung. Penjualan rumah pun tertunda, sehingga mempengaruhi produktivitas pengembang. Penjualan rumah pun tertunda, sehingga mempengaruhi produktivitas pengembang.
"Januari sudah bisa jalan 20 ribu realisasi (penyaluran FLPP). Saat ini ada 30 ribuan lebih SP3K (surat penegasan persetujuan penyediaan kredit) mereka terkatung-katung," ujar Joko dalam konferensi pers di Kantor DPP REI, Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2025).
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Memiliki hunian dan tempat tinggal yang layak adalah hak semua orang. Lewat program pemerintah dan terobosan BTN, asa itu kian terang. [1,576] url asal
Beberapa waktu lalu, detikProperti bertemu dengan seorang kawan di bilangan Jakarta Selatan. Dia nampak bimbang dan banyak pikiran. Seringkali dia melamun sambil mengepulkan asap rokok yang sudah berbatang-batang dia hisap.
"Lagi pusing nih, udah lama cari rumah nggak dapet-dapet. Bosen hidup ngontrak terus," ujar Hadi (31) membuka obrolan.
Dia pun mulai cerita masalahnya. Hingga saat ini dia masih tinggal di kontrakan. Jarak yang jauh, pengembang yang tak kredibel, sampai proses bank yang ribet dalam membeli rumah menjadi biang keladinya.
Masalah Hadi ini hampir pasti juga dialami oleh banyak orang lain di luar sana. Kondisi ini juga menjadi bukti isu permukiman di Indonesia tidak selesai-selesai. Persoalannya bukan hanya masalah kurang pasok (backlog) rumah saja, yang menurut data pemerintah kini mencapai 9,9 juta. Banyak juga yang masih tinggal di rumah yang tidak layak huni.
Padahal, hak untuk mendapatkan hunian yang layak telah diamanatkan dalam UUD 1945 ayat 28 H ayat 1. Mendapatkan tempat tinggal yang nyaman sama pentingnya dengan memperoleh layanan kesehatan.
"Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan." demikian bunyinya.
Direktur Utama Bank BTN Nixon Napitupulu dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR akhir tahun lalu menyebut, sekitar 120 juta masyarakat Indonesia tinggal di rumah tidak layak huni.
"Kemudian ada 24 juta keluarga yang memiliki rumah. Namun kita kategorikan tidak layak huni. Jadi persoalan PR-nya masih banyak, kurang lebih 34 juta keluarga. Kalau satu keluarga dikali empat orang, berarti masih ada 120 juta orang hidup tanpa rumah atau tidak layak huni," kata Nixon.
Perlahan tapi pasti, persoalan itu terjawab dengan program pembangunan 3 juta rumah yang diusung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dimotori oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait, program 3 juta rumah dinilai bisa mengakselerasi solusi dari masalah-masalah tersebut.
Program ini tidak akan berjalan mulus tanpa ada campur tangan dari para pemangku kepentingan terkait, seperti pengembang, kontraktor, pelaku industri properti turunan hingga yang paling penting dan punya peran vital adalah perbankan.
Nixon mengatakan, program ini menantang. BTN, menurutnya, akan all out untuk memuluskan jalannya program ini. Sepekan sebelum pelantikan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran, Nixon berucap terkait program ini, BTN akan menjadi bank KPR terbaik di Asia Tenggara.
Dirut BTN Nixon Napitupulu/Foto: Dok. BTN
"Pak Prabowo mintanya 3 juta rumah termasuk 2 juta rumah di desa. Nah ini menjadi satu visi-visi di mana kalau BTN bisa tunggu dengan angka yang seperti itu, kita akan menjadi the best mortgage bank in Southeast Asia," kata Nixon dalam acara BUMN Learning Festival di Lantai 6 Menara BTN, Oktober 2024 lalu.
Salah satu usulan dari BTN untuk menggenjot penyaluran 3 juta rumah adalah dengan memperpanjang tenor pinjaman untuk KPR subsidi hingga 30 tahun. Saat ini, tenor pinjaman kredit untuk KPR maksimal selama 20 tahun. Perpanjangan ini dinilai tidak akan membebani APBN dan membantu masyarakat dengan angsuran yang lebih murah.
Pasalnya, berdasarkan data BTN, hampir 70% debitur FLPP melakukan pelunasan pada tahun ke-10.
Selain itu, ada juga beberapa skema pembiayaan yang diusulkan oleh BTN demi suksesnya program 3 juta rumah.
Skema Pembiayan untuk program 3 Juta Rumah
VP Subsidized Mortgage Division PT Bank Tabungan Negara (BTN) (Persero) Nur Ridho menyebut, skema pembiayaan tersebut di antaranya Rumah Desa Sehat, Rumah Sejahtera, dan Rumah Perkotaan.
Rumah Desa Sehat merupakan program yang diperuntukkan untuk perumahan di desa. Nantinya BTN akan menawarkan empat layanan pembiayaan, di antaranya adalah Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), KPR, kredit bangun rumah, dan kredit renovasi rumah. Masa tenornya cukup panjang, yaitu bisa sampai 30 tahun untuk KPR subsidi maupun yang normal.
Kedua, Rumah Sejahtera untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Layanan pembiayaannya di antaranya KPR rumah tapak dan rusun, kredit bangun rumah, dan kredit renovasi rumah. Dengan masa tenor sampai 10 tahun untuk KPR subsidi dan sampai 30 tahun untuk KPR normal.
Ketiga, Rumah Perkotaan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di perkotaan. Layanan pembiayaannya lebih sedikit, yaitu hanya untuk kredit kepemilikan rumah dan rusun dengan masa tenor sampai 10 tahun untuk KPR subsidi dan sampai 30 tahun untuk KPR normal.
Di sisi lain, persoalan masyarakat yang tidak bisa mendapatkan KPR banyak disebabkan oleh persyaratan yang terkait dengan bank. Karena selama ini informasi yang diketahui masyarakat soal persyaratan mutlak KPR adalah mereka yang bergaji tetap dan memiliki slip gaji.
Lalu, bagaimana dengan pekerja informal seperti sopir ojek, tukang bakso, tukang cukur, hingga pedagang pasar yang penghasilannya tidak menentu?
BTN pun menjawab hal itu. Demi memperluas jangkauan kredit untuk para pekerja informal yang pada akhirnya bisa memecahkan masalah backlog, BTN memiliki program KPR Informal yang memang ditujukan untuk para pekerja informal. Nixon menyebut, porsi KPR informal dari semua KPR subsidi baru mencapai 10%.
Meski belum semua pekerja informal bisa punya akses untuk mendapatkan KPR subsidi, hal ini sudah menjadi angin segar bagi mereka yang mendambakan rumah impian namun terkendala penghasilan tetap.
"Yang jelas at least kita ingin 20% dari FLPP itu bisa disalurkan ke sektor informal," ujar Nixon.
Salah satu inisiatif BTN untuk membantu sektor informal punya rumah adalah bekerjasama dengan aplikator ojek online. Melalui kerjasama itu para mitra ojek online (ojol) berkesempatan untuk mengajukan KPR informal.
Salah satu pengemudi ojol yang beruntung adalah Donny Eka Prasetyo. Dengan nada gembira dia menceritakan bagaimana impiannya memiliki rumah bisa terwujud.
Sebelumnya Donny sudah hampir pasrah. Dia tahu betul syarat mutlak mengajukan KPR adalah slip gaji dan harus berstatus karyawan tetap. Persyaratan yang tak mungkin dia penuhi.
"Saya sudah sempat pasrah buat punya rumah. Pernah ngajuin tapi ditolak," ucapnya saat berbincang dengan detikProperti.
Asa itu muncul ketika ponselnya berdering. Senyum bahagia tersungging dari bibirnya saat dia dapat pesan dari aplikator bahwa dirinya adalah salah satu mitra terpilih untuk mengajukan KPR informal. Itu merupakan program BTN yang bekerja sama dengan Gojek.
"Pihak dari Gojek ngasih tau kalau driver itu ada slip gajinya dan ada catatan pendapatannya per bulan," terangnya.
Berdasarkan data itu, ternyata kinerja Donny selama menjadi mitra Gojek sangat baik. Bahkan data pendapatannya per bulan jauh melebihi UMR di daerahnya.
Sebagai syarat, Donny harus rela pendapatannya dipotong Rp 50 ribu/hari dengan masa tenor 20 tahun sebagai cicilan KPR. Dia tak keberatan. Yang terpenting, impian punya rumah sendiri tepat di depan mata.
Langkah BTN untuk mendukung masyarakat agar memiliki rumah juga telah dilakukan lewat digital mortgage ecosystem.
Dengan Digital Mortgage Ecosystem, Bank BTN ingin menghubungkan berbagai sektor terkait perumahan dalam satu ekosistem yang tidak terpisahkan, baik dari sisi pencari rumah hingga ke pengembang. Sistem ini mengakomodir empat aspek yang dibutuhkan pemilik rumah mulai dari aspek living, renting, buying dan selling.
Tentu sederet program inisiatif BTN tersebut belum bisa dikatakan sempurna. Pengamat Properti yang juga Direktur Global Asset Management Steve Sudijanto mengatakan, bagi konsumen KPR, 3 tahun pertama adalah masa yang penuh tantangan.
"Karena pertama kalau kita KPR itu kan harus bayar biaya APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan), terus kedua harus membayar asuransi, sertifikat, dan lain-lain. Itu kan biaya cukup besar kalau pihak atau bank memberikan bunga yang lunak fixed dan rendah selama tiga tahun pertama itu akan membantu sekali," terangnya.
Steve berharap bank penyalur KPR seperti BTN bisa memberikan bunga fixed yang rendah di tiga tahun pertama. Dengan begitu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) semakin terbantukan untuk memiliki rumah.
Meski begitu, dia menilai BTN yang sudah berusia 75 tahun telah memberikan kontribusi yang besar terhadap sektor perumahan di Indonesia. BTN juga sudah tentu telah menyalurkan banyak pinjaman kepada konsumen KPR, termasuk KPR subsidi.
"Saya lihat sih udah cukup banyak perannya untuk Republik ini ya, untuk bangsa dan negara," tegasnya.
Pernyataan yang diucapkan Steve bukan tanpa alasan. Sejarah panjang BTN sebagai penyalur KPR khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memang panjang.
Dikutip dari buku "68 Tahun Jejak Langkah Bank BTN", pada tahun 1974 Bank BTN ditunjuk pemerintah sebagai satu-satunya institusi yang menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi golongan masyarakat menengah ke bawah melalui Surat Menteri Keuangan nomor B-49/MK/I/1974. Hal itu sejalan dengan program pemerintah yang saat itu tengah menggalakkan program perumahan untuk rakyat.
Pada tahun 1976 Bank BTN melakukan realisasi KPR pertama untuk 9 debitur di daerah Tanah Mas, Semarang.
Sejak saat itu, Bank BTN diberi kepercayaan pemerintah untuk menyalurkan dana untuk mempermudah dan memperluas akses pembiayaan perumahan bagi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam perjalanannya, Bank BTN menghadirkan program dan produk tidak hanya KPR subsidi tapi juga non subsidi serta kredit konstruksi yang mendukung perumahan.
Dengan rekam jejak tersebut, BTN menjadi top of mind masyarakat yang ingin memiliki rumah lewat KPR. Dari hal itu ditambah bergulirnya program 3 juta rumah, pintu untuk BTN menjadi Bank KPR Terbaik di Asia Tenggara kian terbuka lebar.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait alias Ara menyatakan akan mengawasi kualitas pembangunan rumah subsidi.
Ara mengatakan tak segan mengganti pengembang atau developer yang tak serius membuat rumah subsidi. Menurutnya, masih banyak pengembang yang bisa membuat perumahan subsidi dengan kualitas baik.
"Saya akan cek mana developer/pengembang yang baik dan tidak, untuk memberikan peluang para pengembang yang kompeten namun belum diberi kesempatan," kata Ara dilansir Antara, di Jakarta, Senin (10/2).
Ia menegaskan pemerintah serius mengawasi pembangunan rumah bersubsidi. Hal itu karena 75 persen pembiayaan KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau rumah bersubsidi berasal dari APBN.
Dia ingin memastikan rakyat mendapatkan rumah dengan harga terjangkau. Di saat yang sama, Ara juga ingin rakyat bisa mendapatkan hunian yang layak.
"Kita akan terus dukung rumah subsidi buat rakyat ini dengan memajukan program FLPP ini. Tapi tentu tidak seperti ini, bagaimana anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik jika lingkungannya banjir dan harus ada penanganan lebih lanjut," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Ara meninjau Perumahan Grand Permata Residence di Tambun Utara, Bekasi. Perumahan bersubsidi itu dilanda banjir.
Warga perumahan itu mengadu kepada Ara soal drainase buruk. Mereka mengaku sudah meminta ke pengembang, tetapi tak digubris.
"Banjir setinggi mata kaki, saluran air yang tidak baik, kami juga meminta adanya fasilitas umum (masjid,mushola) yang memadai. Permasalahan dan pengaduan sudah dilaporkan ke pihak pengembang namun belum ada respon. Warga memohon untuk dibangun drainase dan fasum," ucap Ketua RT Asep.
Ara meminta pengembang untuk memperbaiki saluran air. Dia berjanji akan kembali lagi untuk mengecek perbaikan yang dilakukan pengembang.
"Developer sudah menyatakan akan melaksanakan pembangunan drainase kurang lebih tiga bulan selesai. Dalam satu bulan mohon dimonitoring dan dievaluasi kembali oleh Dirjen Perdesaan dan Dirjen Tata Kelola dan Pengendalian Risiko," ucap politikus Partai Gerindra itu.
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menyatakan ini waktu yang tepat bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk memiliki rumah.
Hal itu lantaran pemerintah memiliki seragam program untuk MBR agar memiliki rumah di antaranya pembebasan biaya Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
“Jadi, dengan kebijakan negara dari Presiden Prabowo yang sangat pro rakyat, menurut saya ini waktunya miliki rumah, ini bangun rumah, karena sudah banyak yang gratis,” ujarnya saat menghadiri acara Grand Launching Super App Bale by BTN di Jakarta, Minggu (9/2/2025).
Selain itu ada juga insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100 persen pada periode Januari sampai Juli 2025, dan PPN DTP 50 persen pada periode Juli sampai Desember 2025 untuk harga rumah sampai Rp 2 miliar oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
“Saya pikir sepanjang ini belum pernah ada BPHTB gratis belum pernah ada PBG gratis, dan PPN gratis,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Maruarar juga mengungkapkan hingga 5 Februari 2025 total realisasi penyaluran KPR subsidi sudah mencapai 93.484 unit.
Angka itu terdiri dari realisasi KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang mencapai 37.955 unit dan akad Tapera khusus untuk PNS sebanyak 1.384 unit.
Sementara itu jumlah unit KPR yang dalam proses pembangunan berjalan mencapai 10.232 unit, KPR selesai dibangun namun belum akad mencapai 11.783 unit, persetujuan kredit mencapai 23.413 unit, dan akad kredit mencapai 8.717.
"Artinya, dari 20 Oktober pada saat Presiden Prabowo dilantik sampai 5 Februari 2025, jumlah realisasi KPR subsidi totalnya 93.484 unit," paparnya.
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menyatakan ini waktu yang tepat bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk memiliki rumah.
Hal itu lantaran pemerintah memiliki seragam program untuk MBR agar memiliki rumah di antaranya pembebasan biaya Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
“Jadi, dengan kebijakan negara dari Presiden Prabowo yang sangat pro rakyat, menurut saya ini waktunya miliki rumah, ini bangun rumah, karena sudah banyak yang gratis,” ujarnya saat menghadiri acara Grand Launching Super App Bale by BTN di Jakarta, Minggu (9/2/2025).
Selain itu ada juga insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100 persen pada periode Januari sampai Juli 2025, dan PPN DTP 50 persen pada periode Juli sampai Desember 2025 untuk harga rumah sampai Rp 2 miliar oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
“Saya pikir sepanjang ini belum pernah ada BPHTB gratis belum pernah ada PBG gratis, dan PPN gratis,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Maruarar juga mengungkapkan hingga 5 Februari 2025 total realisasi penyaluran KPR subsidi sudah mencapai 93.484 unit.
Angka itu terdiri dari realisasi KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang mencapai 37.955 unit dan akad Tapera khusus untuk PNS sebanyak 1.384 unit.
Sementara itu jumlah unit KPR yang dalam proses pembangunan berjalan mencapai 10.232 unit, KPR selesai dibangun namun belum akad mencapai 11.783 unit, persetujuan kredit mencapai 23.413 unit, dan akad kredit mencapai 8.717.