Sejumlah pengembang perumahan mengeluhkan beberapa hal terkait pembangunan rumah subsidi kepada Komisi V DPR RI. Hal itu dilakukan saat mereka melakukan rapat dengar pendapat umum antara Komisi V dengan pengembang perumahan.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembangan dan Pemasaran Rumah Nasional (Asprumnas) Muhammad Syawali Pratna mengatakan, salah satu permasalahan yang dihadapi ketika ingin membeli rumah subsidi adalah batas maksimal cicilan yang bisa dilakukan dari perbankan yaitu hanya 30% dari penghasilan. Hal ini cukup menyulitkan apabila penghasilan di suatu daerah rendah.
Ia mencontohkan, jika seseorang memiliki penghasilan Rp 6 juta per bulan, maka untuk mencicil rumah subsidi masih bisa dilakukan karena 30% dari Rp 6 juta adalah Rp 2 juta, sementara cicilan rumah subsidi minimal Rp 1,05 juta per bulan.
"Bagaimana dengan yang di Jawa Tengah? Jawa Tengah itu UMR-nya Rp 2,4 juta. Sementara scoring yang ditetapkan oleh perbankan masih 30 persen, bahkan kita bersuara jadi 40 persen. Artinya, itu masih di angka Rp 800-900 ribu Pak. Sementara harga subsidi yang ditetapkan pemerintah itu minimal Rp 1,050,000. At least, ini tidak akan ketemu di Jawa Tengah untuk mencapai kebutuhan tersebut," katanya saat rapat dengan Komisi V DPR, di Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Masalah selanjutnya yaitu masih ada daerah yang belum menjalankan kebijakan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri yaitu Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Dalam Negeri. Salah satunya terkait pembebasan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Contoh, BPHTB yang gratis disampaikan Pak Menteri, ketiga menteri tersebut, ternyata di daerah Pak, kepala daerah itu tidak menjalankan. Saya tanya anggota saya kenapa? Ada saja alasannya kurang ini, kurang itu. Padahal semua syarat sudah ditetapkan Pak. Itu salah satu yang harus kita luruskan Pak," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Pengembang Perumahan Nasional Jaya (Appernas Jaya) Andriliwan Muhamad mengungkapkan masih ditemukan adanya pungutan liar (pungli) saat mengurus perizinan ke badan pertanahan nasional (BPN), padahal menurutnya sudah jelas-jelas ada tulisan 'dilarang memungut'. Hal ini dialaminya sendiri saat membangun perumahan subsidi di kawasan Serang, Banten dan Penajam, Kalimantan Timur.
"Wah itu luar biasa sekali. Pungutan yang merajalela di sana itu kalau kita buatkan jalan masuk, itu mewah pasti jalan yang masuk ke rumah subsidi," katanya.
Masalah lainnya yaitu terkait dengan SLIK OJK. Menurutnya, saat ini banyak masyarakat yang menggunakan pinjaman online atau paylater dan kesulitan untuk mencicil rumah karena SLIK OJK-nya kurang baik.
"Maksud saya, apa salahnya sih? MBR yang, ya tentunya sekarang ini kan banyak pinjol ya Pak ya, Rp 1 juta, Rp 2 juta, Rp 500 (ribu) itu orang nggak bisa ambil rumah Pak. Kami mengusulkan, dari Apernas Jaya waktu itu di Komisi 5 tahun lalu kalau nggak salah ya, kami mengusulkan Rp 2 juta itu dihilangkan Pak," tuturnya.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdilah menuturkan, sebaiknya tidak 'menghukum' masyarakat yang memang meminjam uang melalui pinjaman online.
"Contoh yang tadi disebutkan teman-teman terkait pinjol yang hanya Rp 100 ribu tapi menghukum masa depannya Pak, tidak bisa mendapat fasilitas KPR, tidak bisa untuk berusaha mendapat fasilitas perbankan karena hanya Rp 100 ribu anak-anak sekarang paylater beli barang nunggak tapi hukumannya sampai ke masa depan Pak sulit dapat rumah," ujarnya.
Menurutnya, perlu ada gebrakan dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut. Hal itu supaya setiap masyarakat dapat membeli rumah subsidi dan juga mengejar target Program 3 Juta Rumah.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Menteri PU Dody Hanggodo mencabut regulasi Satuan Tugas Pembangunan IKN, menyatakan Otorita IKN yang akan melaksanakan pembangunan infrastruktur. [266] url asal
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mencabut regulasi terkait Satuan Tugas (Satgas) Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 408/KPTS/M/2025 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 17/KPTS/M/2024 Tentang Satuan Tugas Pembangunan Infrastruktur Ibu Kota Negara.
Keputusan tersebut dirilis di situs resmi Kementerian PU. Melansir dari belied tersebut, Satgas Pembangunan IKN dibentuk dalam rangka mempersiapkan infrastruktur IKN. Dalam perjalanannya, pemerintah telah membentuk Otorita IKN.
"Pelaksanaan pembangunan infrastruktur Ibu Kota Negara dilakukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara sehingga tidak diperlukan Satuan Tugas Ibu Kota Negara di Kementerian Pekerjaan Umum," tulis beleid tersebut, dikutip Kamis, (17/4/2025).
Untuk itu, Menteri PU Doddy Hanggodo menerbitkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 17/KPTS/M/2024 tentang Satuan Tugas Pembangunan Infrastruktur Ibu Kota Negara dan diteken pada 26 Maret 2025. Melalui aturan tersebut, Satgas Pembangunan IKN tidak diperlukan lagi.
"Pada saat Keputusan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 17/KPTS/M/2024 tentang Satuan Tugas Pembangunan Infrastruktur Ibu Kota Negara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," bunyi beleid tersebut.
Satgas Pembangunan Infrastruktur IKN dibentuk oleh Menteri PUPR era Jokowi, Basuki Hadimuljono, pada 2021. Pembentukan Satgas tersebut melalui Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1419/KPTS/M/2021 tentang Satgas Pembangunan Infrastruktur IKN.
Saat ini, jabatan Ketua Satgas Pembangunan Infrastruktur IKN diemban oleh Danis H. Sumadilaga. Sebelumnya, Danis pernah menjabat Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR.
Simak juga Video: Gubernur Kaltim Tepis IKN Mangkrak: Hari Ini Sudah Luar Biasa
Pemerintah hapus retribusi PBG dan BPHTB untuk MBR guna mempermudah program 3 juta rumah. Peraturan ini ditandatangani oleh tiga menteri terkait. [186] url asal
Pemerintah memutuskan untuk menghapus retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Peraturan ini dalam rangka mempermudah program 3 juta rumah.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan penghapusan pajak tersebut akan berbentuk Peraturan Kepala Daerah mengenai pembebasan BPHTB dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
"Sekali lagi (pemerintah) menghapuskan BPHTB serta PBG bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), kemudian mempercepat untuk persetujuan bangunan gedung keluar dalam waktu 10 hari," kata dia di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Senin (25/11/2024).
Dia pun mewanti-wanti pemerintah daerah untuk tidak menyalahgunakan keputusan tersebut untuk kongkalikong dengan pengembang. Dia menekankan, peraturan ini diputuskan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), bukan berpenghasilan menengah atau tinggi.
"Harus dipelajari betul. Jangan sampai salah kongkalikong dengan pengembang, itu rumah bagi masyarakat menengah bukan rendah, atau berpenghasilan tinggi tetapi kemudian seolah olah berpenghasilan rendah supaya bea nol, akibatnya PAD berkurang,"tegasnya.
Keputusan tersebut ditandai dengan dilakukannya penandatanganan keputusan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tiga menteri yang menyepakati peraturan tersebut yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum (PU), dan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
Pemerintah menghapus retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Penandatanganan surat edaran (SE) terkait hal tersebut akan dilakukan hari ini.
Penandatanganan SE tersebut akan dilakukan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum (PU), dan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Penandatanganan akan dilakukan usai rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah yang dilaksanakan secara rutin oleh Kemendagri setiap Senin.
Pantauan detikcom di lokasi Menteri PKP datang sekitar pukul 10.22 WIB dengan menggunakan pakaian dinas berwarna putih. Pria yang akrab disapa Ara ini kemudian memasuki aula untuk menandatangani SE tersebut.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian sudah ada di lokasi karena sebelumnya sedang melakukan rapat koordinasi mengenai inflasi.
"Ini sudah hadir Menteri Perumahan, Maruarar Sirait Kita masih nunggu Menteri PU Dody Hanggodo kira-kira 5-10 menit lagi hadir," kata Tito di Gedung Sasana Bhakti Praja, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat (25/11/2024).
Tak lama setelah itu, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo datang menggunakan batik. Selanjutnya Tito mulai memaparkan hal-hal terkait penghapusan PBG dan BPHTB untuk MBR.
Sementara itu, Ara menambahkan bahwa hari ini pihaknya bersama dengan Kementerian PU dan Kemendagri akan menandatangani surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri terkait pembebasan PBG dan BPHTB untuk MBR serta mempercepat pengeluaran PBG menjadi 10 hari.
"3 hal yang penting sekali dilakukan di pagi hari ini adalah bagaimana kita menetapkan SKB, pembebasan BPHTB yang kedua pembebasan retribusi PBG dan juga mempercepat persetujuan bangunan gedung untuk MBR," paparnya.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sempat menyampaikan informasi terkait penandatanganan SE tersebut. Ia juga menegaskan bahwa kebijakan ini khusus untuk MBR dan Kementerian PKP sudah memiliki daftar pengembang untuk program tersebut.
"Hari Senin akan MOU, surat keputusan bersama tiga menteri di depan Zoom. Nanti kita rakor inflasi dulu pagi jam 10. Langsung itu acara tanda tangan tiga menteri, Mendagri, Menteri PU, dan Menteri Perumahan," kata Tito saat ditemui di Kementerian Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2024).
Tito juga mengimbau kepada pemerintah dan dinas daerah agar jangan ada permainan dalam program tersebut. Dia memperingatkan program tersebut tidak boleh diperuntukkan untuk kelas menengah. Apabila mendapati hal tersebut, pihaknya akan memberi sanksi berupa teguran.
"Ini dinolkan, nanti begitu ke pengembang, cawe, main konspirasi dengan Kepala Dinas Pemda-nya dinolkan aja pura-pura, tahu-tahu dijual kepada kelas menengah. Ya sanksinya nanti kita beri teguran atau yang lain-lain lapor polisi," imbuh Tito.