Program MBG menemui berbagai persoalan selama kurang lebih empat bulan berjalan. Mulai dari kasus keracunan hingga keinginan menambah dana. [1,673] url asal
Program Makan Bergizi (MBG) telah dimulai secara resmi sejak 6 Januari 2025. Pada awal Mei 2025, Presiden Prabowo Subianto menyebut bahwa penerima manfaat program MBG telah mencapai 3 juta.
"Hari ini memang ada yang keracunan, yang keracunan sampai saat ini dari 3 koma sekian juta, kalau tidak salah di bawah 200 orang (yang keracunan)," kata Prabowo dalam sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Kompleks Istana Negara, Jakarta, pada Senin (5/5/2025) lalu.
Namun, keberhasilan ini dibarengi dengan berbagai permasalahan, termasuk adanya siswa yang keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG. Terkait hal ini, Prabowo mengatakan bahwa persentase siswa yang keracunan hanya 0,005 persen, yang berarti keberhasilannya mencapai 99,99 persen.
"Yang rawat inap hanya 5 orang. Jadi bisa dikatakan yang keracunan atau yang perutnya nggak enak sejumlah 200 orang, itu 200 dari 3 koma sekian juta kalau tidak salah adalah 0,005 persen. Berarti keberhasilannya adalah 99,99 persen," ungkapnya.
Hanya beberapa hari setelah Prabowo menyampaikan bahwa siswa yang keracunan hanya 0,005 persen, ratusan siswa di Bogor menjadi korban keracunan makanan dari program MBG. Jumlah siswa yang dirawat inap, bahkan mencapai 30-an orang.
Lantas apa saja catatan program MBG selama kurang lebih empat bulan berjalan? berikut ini dirangkum dari arsip detikcom dan berbagai sumber lain.
Catatan Program Makan Bergizi Gratis
Siswa Terus Berjatuhan Jadi Korban Keracunan Program MBG
Kasus dugaan keracunan makanan telah terjadi hanya beberapa minggu setelah Program MBG diluncurkan. Pada 16 Januari 2025, beberapa siswa di SDN Dukuh 3 mengeluhkan mual dan sakit karena ada makanan yang bau.
Pada bulan-bulan selanjutnya, kasus keracunan juga terjadi mulai dari di SD di wilayah Takalar, Sulawesi Selatan hingga di MAN 1 dan SMP PGRI 1 Cianjur serta di Kota Bandung. Terbaru, lebih dari 200 siswa di Bogor menjadi korban keracunan makanan dari program MBG, karena adanya makanan yang mengandung bakteri E.coli dan Salmonella.
Belum Kuatnya Sistem Keamanan Pangan Nasional
Dietisien dari Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada (UGM), Leiyla Elvizahro, S Gz, menduga bahwa keracunan massal dalam kasus MBG terkait dengan penanganan makanan yang buruk. Dalam hal ini, terutama pada aspek penyimpanan dan distribusi.
Menurutnya, makanan yang disajikan dalam jumlah besar harus memenuhi standar higienitas yang ketat, termasuk kebersihan alat dan tenaga penyaji.
"Kalau makanan disimpan lebih dari empat jam tanpa penghangat atau pendingin, risiko pertumbuhan bakteri akan meningkat drastis," ucapnya dalam laman resmi UGM, dikutip Rabu (14/5/2025).
Leiyla menekankan bahwa kasus keracunan MBG harus menjadi tanggung jawab semua pihak, terutama pemerintah dan pihak penyedia MBG.
"Pemerintah dan pihak penyedia MBG perlu membuat standar operasional yang jelas mengenai pengadaan makanan," imbuhnya.
Senada dengan pakar UGM, Pengamat Kesehatan Masyarakat dari Universitas Griffith Australia, dr Dicky Budiman mengatakan bahwa pemerintah perlu membangun sistem keamanan pangan nasional yang ketat.
Menurutnya, setiap dapur, vendor, dan penyedia makanan wajib menerapkan sistem internasional atau yang diawasi secara ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan.
"Hanya penyedia makanan yang telah bersertifikat resmi keamanan pangan yang dapat bergabung dalam program ini," ucapnya, seperti dilansir Indonesia.go.id.
Anggota Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) tersebut menjelaskan bahwa pemerintah harus melakukan audit dan inspeksi rutin ke setiap penyedia makanan. Selain itu, juga perlu melakukan mempublikasikan laporan pelaksanaan MBG secara berkala, termasuk kasus-kasus yang telah menyebabkan siswa keracunan.
"Di samping itu, harus tersedia sistem pengaduan berbasis aplikasi, hotline, dan posko manual yang mudah diakses masyarakat," tambahnya.
Badan Gizi Nasional Menanggung Biaya Korban Keracunan MBG
Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola Badan Gizi Nasional, Tigor Pangaribuan, mengatakan bahwa pengobatan ratusan pelajar yang mengalami keracunan menu MBG, akan ditanggung pemerintah. Hal ini termasuk dalam penanganan medis dan biayanya.
"Yang menjadi korban, diberikan asuransi untuk membayar biaya kesehatannya. Kita bekerja sama dengan Puskesmas (menanggung) seluruh biaya pengobatan itu oleh BGN," ucap Tigor dalam siaran pers, pada Selasa (13/5/2025).
Selain itu, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bertanggung jawab akan diberi teguran keras. Kemudian pihak SPPG juga akan diberi pelatihan terutama untuk bagian penjamah makanan. Tujuannya agar bisa mencegah kasus keracunan makanan.
Sebelumnya, upaya peningkatan kapasitas juga telah dilakukan terhadap sukarelawan penjamah makanan yang tersebar di 1.071 SPPG (per April 2025) di seluruh Indonesia. Pelatihan ini digelar agar penjamah makanan memahami standar operating procedure (SOP), etika, dan ilmu dasar keamanan pangan.
Materi pelatihan diisi oleh para pakar dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM).
Mitra Program MBG Tak Dibayar hingga Hampir Rp 1 Miliar
Pada pertengahan April 2025, salah satu mitra MBG di Kalibata terpaksa berhenti beroperasi. Hal ini lantara mitra tersebut tidak dibayar oleh yayasan senilai hampir Rp 1 miliar.
Mitra MBG di Kalibata, sebelumnya menjalin kerja sama dengan SPPG Kalibata pada periode Februari-Maret 2025. Pihak mitra sudah memasak sekitar 65.025 porsi.
Akhirnya, mitra tersebut melaporkan Yayasan Makan Bergizi Gratis (MBG) berinisial MBN ke polisi. Laporan itu tertuang dalam Nomor: LP/B/1160/IV/2025/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA pada Kamis 10 April.
Sampai 14 Mei 2025, kasus masih terus berjalan antara mitra MBG dengan yayasan yang bertanggung jawab tersebut.
Ingin Tambahan Dana untuk Program MBG
Di tengah banyaknya kasus keracunan dan perlunya evaluasi program, pihak Badan Gizi Nasional menyebut program MBG membutuhkan dana tambahan senilai Rp 50 triliun. BGN sendiri telah diberi anggaran sebanyak Rp 71 triliun.
"Nah, ini realisasi anggaran sampai sekarang, jadi Badan Gizi memiliki anggaran Rp 71 triliun dan sampai hari ini kita baru bisa menyerap Rp 2,386 triliun. Jadi baru kurang lebih 3,36 persen," kata Kepala BGN, Dadan Hindayana, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (6/5/2025) lalu.
Menurutnya, untuk percepatan pelayanan MBG bagi 82,9 juta orang, BGN masih membutuhkan tambahan anggaran.
BGN Klaim Akan Membuka 90 Ribu Lapangan Pekerjaan
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi akan terus ditambah oleh pemerintah. Jumlah disebut mencapai 30 ribu SPPG yang akan dibuka.
Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN Tigor Pangaribuan menyebut, pembukaan SPPG akan merekrut kepala unit, ahli gizi, dan akuntan. Dengan tiga jabatan itu di 30 ribu SPPG, berarti ada 90 ribu lapangan pekerjaan.
Ia mengatakan bahwa pekerjaan itu dibuka untuk sarjana berusia 22-30 tahun. Hal ini termasuk sarjana yang baru lulus atau fresh graduate.
"Dia pasti didampingi ahli gizi, harus sarjana juga ya di usia kira-kira 22-30 lah yang kita cari. Jadi satu ahli gizi per satuan pelayanan, berarti 30 ribu ahli gizi nanti. Jadi 90 ribu lapangan pekerjaan bagi sarjana kita yang fresh graduated hari ini," ungkap Tigor dalam diskusi bertajuk 'Ada Apa Dengan Prabowo?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu (10/5/2025) lalu.
Selain itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga disebut akan membangun 1.000 SPPG di enam belas lokasi di Indonesia. Pihak Kadin telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Makan Bergizi Gratis (MBG) Gotong Royong Kadin.
Nantinya, pihak Kadin juga akan menyediakan pelatihan serta sertifikasi bagi pekerja-pekerja yang terlibat. Beberapa lokasi yang dijadikan pilot project SPPG Kadin antara lain di Bandung, Bekasi, Cirebon, Depok, hingga Semarang.
Program MBG Berisiko Mengalami Pemborosan
Pada Maret 2025 lalu, ekonom FEB UGM, Wisnu Setiadi Nugroho, S E, M Sc, M A, Ph D, menilai pembiayaan program MBG berpotensi akan terus membengkak. Hal ini akan berdampak pada pemangkasan anggaran di sektor lain, seperti pendidikan dan kesehatan.
Menurutnya, karena sifatnya yang universal, program MBG bisa berisiko mengalami pemborosan biaya. Terlebih dengan kemunculan tantangan seperti kualitas makanan yang disediakan dapur umum hingga sistem standar gizi yang diterapkan.
"Untuk memastikan efektivitas anggaran adalah dengan melibatkan audit independen, dan masyarakat dalam pengawasan," ujarnya dalam laman resmi UGM.
Ia menyarankan, apabila terpaksa diperlukan adanya efisiensi anggaran pemerintah, maka pemangkasan dilakukan pada belanja birokrasi, perjalanan dinas, pajak progresif untuk kelompok kaya, dan proyek infrastruktur yang tidak mendesak.
"Kita harapkan program ini tidak hanya menjadi kebijakan populis dalam jangka pendek, tapi sungguh mampu menciptakan dampak nyata untuk banyak rakyat," imbuhnya.
Dia menilai, program MBG berpotensi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui perbaikan gizi dan kesehatan anak. Hal ini sesuai dengan data Journal of the Academy of Nutrition and Dietetics 2023 yang mengungkapkan bahwa anak-anak yang menerima makanan gratis berpeluang lebih tinggi memiliki ketahanan pangan dan kesehatan yang lebih baik.
Data lain yang dilaporkan Brookings Institution tahun 2021 juga menunjukkan bahwa program makan gratis berdampak pada peningkatan kinerja siswa di sekolah.
Puluhan siswa di Cianjur, Jawa Barat (Jabar) dilarikan ke fasilitas kesehatan terdekat. Mereka diduga keracunan usai menyantap makan bergizi gratis (MBG).
Dilansir detikJabar, Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) usai kejadian tersebut. Para korban tersebut alami keracunan usai santap makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur Yusman Faisal, mengatakan berdasarkan data terakhir total korban keracunan usai menyantap makanan program MBG mencapai 78 siswa yang terdiri dari 23 siswa SMP PGRI 1 dan 55 siswa MAN 1 Cianjur.
"Kalau keracunan itu pasti langsung ditetapkan KLB," kata dia.
Yusman mengatakan, selama masa KLB, Dinkes akan memaksimalkan penanganan terhadap korban yang sudah terdata, baik yang masuk ke rumah sakit ataupun dirawat di rumah.
Selain itu, lanjut dia, Dinkes juga meminta agar seluruh siswa yang memakan MBG untuk didata.
"Untuk siswa dari SMP PGRI 1 dan MAN 1 Cianjur didata seluruhnya. Yang tidak muncul gejala pun perlu didata untuk dipantau kondisi kesehatannya. Memastikan tidak ada lagi tambahan korban dan semuanya sehat kembali," ucap dia.
"Kita juga terjunkan tim dari setiap puskesmas yang nantinya akan mendatangi setiap korban untuk memantau perkembangan kondisi kesehatannya," kata dia.
Usai kejadian tersebut, dapur di Kecamatan Cianjur menghentikan produksi MBG. Dia menyebut, pihaknya akan melakukan uji laboratorium terhadap sampel makanan yang dikonsumsi oleh para siswa yang mengalami keracunan.
"Sampai masalah ini selesai kita tidak akan dulu produksi (MBG, red)," ujar Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Dapur Kecamatan Cianjur Fakhri Lubis, Selasa (22/4/2025).
"Kita uji laboratorium sampel makannya. Sehingga nanti hasilnya objektif, apakah keracunan ini disebabkan oleh makanan dari MBG atau bukan," lanjutnya.
Fakhri mengklaim, jika proses penyiapan MBG di SPPG dapur Kecamatan Cianjur sudah sesuai standar, dimulai dari bahan baku hingga pengemasan. Bahkan penggunaan kotak nasi dari bahan plastik pun disebutnya merupakan kotak nasi foodgrade.
"Untuk MAN memang kita pakai kotak dari plastik, tapi itu sudah standar dan foodgrade. Proses penyiapan bahan baku, pemasakan, dan pengemasan juga sesuai standar. Tapi untuk pastinya nanti dilihat dari hasil uji laboratorium," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana turun langsung ke Cianjur, Jawa Barat, untuk menjenguk siswa MAN 1 dan SMP PGRI 1 Cianjur yang diduga keracunan massal setelah menyantap makanan dari program MBG. Dadan juga mengecek Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cianjur.
"Pagi ini Rabu, 23 April 2025, saya berangkat ke Cianjur, Jawa Barat, untuk mengecek SPPG Cianjur dan menemui anak-anak kita para pelajar, guru, tenaga kesehatan dan saudara kita lainnya," ujar Dadan dalam keterangan persnya yang diterima, Rabu (23/4/2025).
Dadan mengatakan SPPG Cianjur telah beroperasi sejak 15 Januari 2026. Dia mengatakan akan mencari tahu penyebab keracunan massal ini. Menurutnya, ini pertama kali terjadi di Cianjur.
"Musibah keracunan ini adalah kejadian pertama, berbagai penyebab terus kami ditelusuri dengan teliti," katanya.
Dia menyebut setiap hari SPPG Cianjur memproduksi 2.071 porsi hingga 3.470 porsi Makan Bergizi Gratis untuk pemenuhan gizi anak-anak di sembilan sekolah. Dia mengatakan siswa yang mengalami keracunan ini sudah ditangani.
"Jumlah siswa yang terdampak akibat mengonsumsi Makan Bergizi Gratis, yaitu 52 dari 788 siswa MAN 1, dan 20 dari 167 Siswa SMP PGRI 1. Semuanya telah ditangani dengan baik," katanya.
Akibat peristiwa ini, Dadan mengatakan pihaknya menambah satu standar operasional prosedur (SOP) MBG. Dadan meminta agar sisa makanan dibersihkan di SPPG.
"Dari peristiwa ini, Badan Gizi Nasional menambah satu SOP dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis, yaitu, sisa makanan tidak dibersihkan di sekolah, tapi di SPPG. Selain itu akan dilakukan beberapa pelatihan tambahan untuk penguatan SDM di lapangan," katanya.
Dadan mengatakan pihaknya akan memperketat sistem pengawasan dan pelatihan seluruh SPPG. Dia juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan menunggu hasil investigasi resmi.
"Kami akan memperketat sistem pengawasan dan pelatihan terhadap seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Tujuan kami bukan sekadar menyikapi kasus, tapi membangun sistem pangan sekolah yang kuat, aman, dan berkelanjutan," tambahnya.
Sebanyak 55 siswa di Cianjur keracunan massal usai menyantap makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Puluhan siswa ini berasal dari dua sekolah. [288] url asal
Sebanyak 55 siswa di Cianjur keracunan massal usai menyantap makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Puluhan siswa ini berasal dari dua sekolah.
Awalnya, keracunan ini terjadi di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Cianjur pada Senin (21/4/2025). Kepsek MAN Cianjur Erma, mengatakan di sekolahnya mulai dari kelas 10 hingga 11 tercatat ada 800 siswa. Sebagian besar mengkonsumsi makanan dari MBG.
"Setelah makan MBG itu mulai mengeluhkan gejala keracunan. Ada yang sempat dirawat di UKS, ada juga yang mengeluhkan gejala yang sama ketika sampai di rumah. Kami instruksikan seluruh guru untuk memantau murid-murid, menanyakan kondisinya untuk memastikan jumlah siswa yang mengalami keracunan," kata Erma dilansir detikJabar.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur Frida Layla Yahya, mengatakan saat ini tercatat ada 38 siswa yang rawat di rumah sakit karena keracunan usai menyantap makanan dari MBG.
"Hingga pukul 21.00 WIB tercatat ada 38 siswa yang dibawa ke rumah sakit. sebanyak 28 siswa dirawat di RSUD Sayang dan 10 siswa di RS Bhayangkara," ujar Frida.
Namun ternyata keracunan ini tak hanya terjadi di MAN 1 Cianjur. Sebanyak 23 siswa SMP PGRI 1 Cianjur juga alami keracunan usai santap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas MAN 1 Cianjur Rahman Jaenudin, mengatakan total siswa yang mengalami gejala keracunan usai menyantap MBG mencapai 55 orang. "Data terbaru ada 55 orang. Selain yang di rumah sakit, kita juga data yang dibawa ke puskesmas dan dirawat di rumah. Kita masih terus data dengan menanyakan langsung ke setiap orangtua siswa," ungkapnya.
Korban keracunan massal di Cianjur bertambah jadi 55 siswa, termasuk 23 dari SMP PGRI 1. Gejala keracunan muncul setelah santap Makan Bergizi Gratis. [303] url asal
Korban keracunan massal di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat bertambah. Selain siswa MAN 1 Cianjur, ternyata 23 siswa SMP PGRI 1 Cianjur juga alami keracunan usai santap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas MAN 1 Cianjur Rahman Jaenudin, mengatakan total siswa yang mengalami gejala keracunan usai menyantap MBG mencapai 55 orang.
"Data terbaru ada 55 orang. Selain yang di rumah sakit, kita juga data yang dibawa ke puskesmas dan dirawat di rumah. Kita masih terus data dengan menanyakan langsung ke setiap orangtua siswa," ungkap dia, Selasa (22/4/2025).
Menurutnya sebagian besar korban yang sempat dirawat di rumah sakit sudah pulang, namun ada beberapa siswa yang masih dirawat.
"Sudah ada yang dipulangkan, tapi ada sekitar 5 orang yang masih dirawat," kata dia.
Di sisi lain, keracunan massal usai santap MBG ternyata juga terjadi di SMP PGRI 1 Cianjur. Tercatat ada 23 orang yang mengalami gejala keracunan, mulai dari pusing, muntah, hingga diare.
Kepala SMP PGRI 1 Cianjur Rika Mustikawati, mengatakan dari 23 orang tersebut ada 3 siswa yang dirawat di rumah sakit.
"Dari semalam sudah ada laporan jika siswa kami juga ada yang mengalami keracunan. Sampai tadi pagi kami terus komunikasi dengan setiap orangtua siswa, tercatat ada 23 orang yang mengalami keracunan. 3 siswa dirawat di RS, dan sisanya ada yang ditangani di puskesmas dan dirawat di rumah," kata dia.
Menurut dia, tidak hanya para siswa ada beberapa guru yang juga ikut menyantap MBG dan mengalami keracunan.
"Jadi ada juga guru sebanyak 3 orang yang mengalami keracunan. Tapi gejala ringan dan bisa ditangani secara mandiri," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Puluhan siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Cianjur alami keracunan massal usai santap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG), Senin (21/4/2025). Bahkan saat ini tercatat 38 siswa dibawa dan dirawat di rumah sakit.